Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Suku Bunga Tinggi, Tantangan Berat Bagi Kelas Menengah

10 September 2024   06:00 Diperbarui: 10 September 2024   06:02 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kelas menengah. sumber: freepik

Saat ini, kita tengah menghadapi situasi ekonomi yang penuh tantangan. 

Berbagai berita terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin sering terdengar, suku bunga yang terus meningkat, serta inflasi yang menggerus daya beli kita. 

Semua ini semakin menyulitkan masyarakat, khususnya kalangan kelas menengah dan bawah. 

Periode 2024 hingga 2025 diperkirakan akan menjadi masa yang sangat berat bagi banyak orang, terutama pekerja dan pelaku bisnis.

Bagi yang merasa situasi ini sangat menantang, atau mungkin ada yang berpikir sebaliknya, mari kita pahami alasan di balik kebijakan ekonomi global yang sedang berlangsung. 

Banyak pemerintah di seluruh dunia saat ini memilih untuk tetap menaikkan atau mempertahankan suku bunga tinggi. 

Kebijakan ini bukan karena teori konspirasi elit global, tetapi lebih pada upaya mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.

Mengapa Suku Bunga Terus Meningkat?

Saat suku bunga tinggi, hal ini secara sengaja memperlambat laju ekonomi. 

Tujuannya adalah untuk menghindari lonjakan harga komoditas esensial seperti beras atau bahan pokok lainnya. 

Suku bunga tinggi juga mempengaruhi perputaran uang di masyarakat. 

Saat suku bunga rendah, seperti pada periode pandemi COVID-19, orang cenderung lebih berani menginvestasikan uang mereka ke berbagai aset, baik saham, properti, maupun mata uang kripto. 

Namun, saat ini, dengan suku bunga yang meningkat tajam, perilaku investasi tersebut berubah drastis.

Sebagai contoh, pada masa pandemi, suku bunga di Amerika Serikat mendekati 0%, sementara di Indonesia berkisar 3%. 

Kondisi ini membuat uang mudah beredar, banyak orang yang mulai mengambil kredit, baik untuk membeli rumah maupun kendaraan. 

Namun, situasi ini berubah drastis ketika suku bunga naik signifikan. 

Di Amerika Serikat, suku bunga naik menjadi 5,5%, sementara di Indonesia mencapai 6,25%. 

Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir, dan dampaknya sangat dirasakan, terutama oleh mereka yang memiliki pinjaman berbunga mengambang seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit kendaraan.

Dampak Suku Bunga Tinggi bagi Kelas Menengah

Kenaikan suku bunga tidak hanya berdampak pada sektor bisnis, tetapi juga langsung mempengaruhi keuangan pribadi. 

Bagi mereka yang memiliki KPR dengan suku bunga mengambang, cicilan rumah bisa naik dua hingga tiga kali lipat. 

Misalnya, jika sebelumnya cicilan rumah sebesar satu juta rupiah per bulan, kenaikan suku bunga bisa membuatnya menjadi dua juta atau bahkan tiga juta per bulan.

Di tengah situasi ini, banyak orang menghindari investasi berisiko tinggi seperti saham atau kripto, dan lebih memilih untuk menyimpan uang mereka dalam bentuk deposito, yang kini menawarkan return lebih menarik seiring dengan tingginya suku bunga.

Prospek Ekonomi di Tahun 2024-2025

Dengan suku bunga yang diperkirakan tidak akan turun drastis hingga tahun 2025, masa-masa yang akan datang bisa menjadi sangat sulit. 

PHK bisa semakin meluas, bisnis terancam bangkrut, dan lapangan kerja akan semakin sulit dicari. 

Beberapa perusahaan besar di berbagai wilayah sudah mulai merasakan dampaknya dengan menutup pabrik dan melakukan pengurangan tenaga kerja.

Namun, meski situasi ini tampak suram, ada beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk bertahan, bahkan meraih peluang di tengah krisis ini. 

Salah satunya adalah dengan memperkuat relasi. Dalam kondisi sulit seperti ini, memiliki jaringan yang kuat dapat sangat membantu. 

Ketika terjadi PHK atau kesulitan keuangan, memiliki kenalan yang dapat membantu membuka peluang kerja atau memberikan dukungan bisa menjadi penyelamat.

Manfaatkan Skala Ekonomi untuk Menghemat Pengeluaran

Bagi mereka yang tidak memiliki kekayaan besar, ada baiknya mulai berpikir cerdas dalam berbelanja. 

Prinsip ekonomi skala, di mana membeli dalam jumlah besar dapat menurunkan biaya per unit, dapat diterapkan. 

Misalnya, membeli barang dalam kemasan besar seperti botol shampoo dibandingkan sachet akan jauh lebih hemat dalam jangka panjang. 

Orang kaya sering kali memanfaatkan konsep ini, sehingga meskipun terlihat bermewah-mewah, mereka sebenarnya lebih hemat.

Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan menjual aset yang tidak terpakai, seperti konsol game atau kendaraan yang jarang digunakan. 

Dengan menjual aset ini, kita bisa mengumpulkan uang tunai yang bisa digunakan sebagai cadangan atau diinvestasikan ketika peluang investasi yang menarik muncul di masa depan.

Hindari Pembelian yang Tidak Perlu

Dalam menghadapi krisis, sangat penting untuk menahan diri dari membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan. 

Krisis adalah saat yang tepat untuk berhemat dan memprioritaskan kebutuhan yang mendesak. 

Bagi mereka yang sudah memiliki kekayaan cukup, ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk membeli aset dengan harga diskon, mengingat banyaknya penurunan harga selama masa krisis.

Investasi Pendidikan: Solusi Terbaik untuk Semua Kalangan

Di tengah segala ketidakpastian ekonomi, ada satu jenis investasi yang tidak bisa dicuri atau hilang, yaitu investasi dalam pendidikan. 

Pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan kita dalam menghadapi tantangan ekonomi. 

Pendidikan juga membantu kita membuat keputusan yang lebih baik dalam mengelola keuangan dan mencari peluang.

Dengan terus belajar dan meningkatkan diri, kita bisa lebih siap menghadapi berbagai situasi sulit yang mungkin terjadi di masa depan.

Kesimpulan

Tahun 2024 dan 2025 diprediksi akan menjadi masa yang penuh tantangan bagi kelas pekerja, terutama bagi mereka yang berada di kelas menengah ke bawah. 

Kenaikan suku bunga dan inflasi yang terus menggerus daya beli menambah beban ekonomi yang semakin berat. 

Namun, dengan strategi yang tepat, kita masih bisa bertahan dan bahkan tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi.

Mengelola keuangan dengan cerdas, memperkuat relasi, mengurangi pembelian konsumtif, dan fokus pada investasi jangka panjang seperti pendidikan adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghadapi badai ekonomi yang mungkin akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun