Saat suku bunga rendah, seperti pada periode pandemi COVID-19, orang cenderung lebih berani menginvestasikan uang mereka ke berbagai aset, baik saham, properti, maupun mata uang kripto.Â
Namun, saat ini, dengan suku bunga yang meningkat tajam, perilaku investasi tersebut berubah drastis.
Sebagai contoh, pada masa pandemi, suku bunga di Amerika Serikat mendekati 0%, sementara di Indonesia berkisar 3%.Â
Kondisi ini membuat uang mudah beredar, banyak orang yang mulai mengambil kredit, baik untuk membeli rumah maupun kendaraan.Â
Namun, situasi ini berubah drastis ketika suku bunga naik signifikan.Â
Di Amerika Serikat, suku bunga naik menjadi 5,5%, sementara di Indonesia mencapai 6,25%.Â
Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir, dan dampaknya sangat dirasakan, terutama oleh mereka yang memiliki pinjaman berbunga mengambang seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit kendaraan.
Dampak Suku Bunga Tinggi bagi Kelas Menengah
Kenaikan suku bunga tidak hanya berdampak pada sektor bisnis, tetapi juga langsung mempengaruhi keuangan pribadi.Â
Bagi mereka yang memiliki KPR dengan suku bunga mengambang, cicilan rumah bisa naik dua hingga tiga kali lipat.Â
Misalnya, jika sebelumnya cicilan rumah sebesar satu juta rupiah per bulan, kenaikan suku bunga bisa membuatnya menjadi dua juta atau bahkan tiga juta per bulan.
Di tengah situasi ini, banyak orang menghindari investasi berisiko tinggi seperti saham atau kripto, dan lebih memilih untuk menyimpan uang mereka dalam bentuk deposito, yang kini menawarkan return lebih menarik seiring dengan tingginya suku bunga.