Konten-konten yang viral cenderung yang kontroversial, memancing emosi, atau bahkan yang mempromosikan perilaku negatif.Â
Di sisi lain, konten-konten yang mendidik, memperkaya wawasan, dan mendorong perubahan positif malah sering kali sepi peminat.
Kondisi ini mencerminkan betapa rendahnya minat masyarakat kita terhadap literasi dan edukasi. Hal ini tidak hanya merugikan individu secara pribadi, tetapi juga merusak kualitas masyarakat secara keseluruhan.Â
Ketika kebodohan dan kontroversi lebih disukai daripada pengetahuan dan kebijaksanaan, maka kita sedang menciptakan generasi yang tidak siap menghadapi tantangan masa depan.
Mencari Jalan Keluar dari Siklus Kebodohan
Mengubah pola konsumsi media sosial masyarakat tentu bukan perkara mudah. Ini bukan hanya tentang mengubah kebiasaan individu, tetapi juga tentang merombak sistem yang telah terbentuk.Â
Meskipun begitu, perubahan tetap mungkin dilakukan, dimulai dari langkah-langkah kecil yang bisa diambil oleh setiap individu.
Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa media sosial adalah alat yang netral---bukan baik, bukan pula buruk.Â
Kualitas dari apa yang kita konsumsi melalui media sosial sangat tergantung pada pilihan kita sendiri.Â
Jika kita terus-menerus memilih untuk mengonsumsi konten-konten yang tidak bermutu, maka kita hanya akan mendapatkan hal-hal yang tidak bermutu pula.Â
Sebaliknya, jika kita mulai selektif dalam memilih konten---hanya mengonsumsi konten yang edukatif, inspiratif, dan membangun---maka kita akan merasakan perubahan positif dalam diri kita sendiri.
Kedua, kita perlu mulai mendukung konten-konten yang bermutu. Di tengah maraknya konten-konten sampah, ada banyak kreator yang berusaha menyajikan konten-konten berkualitas yang bisa memberikan nilai tambah bagi penontonnya.Â