Kesibukan yang berlebihan seringkali terkait dengan kemajuan teknologi. Jika dulu kita dihadapkan pada tantangan fisik dalam menjalani pekerjaan, kini kita dihadapkan pada tantangan mental yang lebih kompleks.Â
Rapat virtual, tumpukan email, dan tekanan untuk selalu "online" dapat menciptakan lingkungan kerja yang memunculkan lebih banyak kesibukan daripada sebelumnya.
Sebuah studi mencatat bahwa seorang profesional rata-rata menghadiri 62 rapat dalam sebulan. Meskipun mungkin terdengar sebagai angka yang fantastis, jika dibagi per hari, ini sebenarnya hanya dua atau tiga kali rapat per hari.Â
Di samping rapat, waktu pekerja profesional banyak dihabiskan untuk berkomunikasi melalui email. Sebuah riset dari konsultan manajemen McKinsey menunjukkan bahwa sekitar 28% waktu pekerja profesional dihabiskan untuk membalas email.
Namun, seberapa efisien kita dalam menggunakan waktu tersebut? Apakah kita benar-benar menghasilkan output yang bernilai atau hanya terjebak dalam aktivitas yang bersifat rutin?
Mitos Kesibukan sebagai Status Sosial
Mungkin satu dari sekian alasan mengapa kesibukan begitu diidolakan adalah karena dianggap sebagai status sosial.Â
Ungkapan seperti "saya lagi sibuk banget nih" seringkali diartikan sebagai tanda bahwa seseorang memiliki peran atau tanggung jawab yang signifikan.Â
Kesibukan dianggap sebagai penanda kepentingan dan keberhasilan seseorang dalam kehidupan sosial dan profesional.
Namun, kita harus menyadari bahwa kesibukan tidak selalu mencerminkan kualitas hidup yang sebenarnya.Â
Terlalu terjebak dalam siklus kesibukan dapat menyebabkan kita kehilangan keseimbangan, baik secara emosional maupun fisik. Kita mungkin merasa stres, kelelahan, dan bahkan kehilangan makna dalam hidup kita.