Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tren Pamer Harta di Media Sosial: Membedah Motivasi di Balik Pembelian Barang Branded

24 Januari 2024   06:00 Diperbarui: 28 Januari 2024   17:29 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pamer harta di media sosial. sumber: freepik

Sosial media, sebagai cermin budaya dan tren masyarakat, terus mencitrakan konten pamer harta sebagai magnet penarik perhatian pengguna. 

Fenomena ini tidak hanya terjadi saat ini, melainkan sudah berlangsung sejak sepuluh tahun lalu dan kemungkinan akan terus eksis di masa depan. 

Pamer harta di media sosial, entah itu melalui foto barang-barang mahal, perjalanan mewah, atau gaya hidup glamor, terus menjadi tren yang menarik perhatian banyak orang.

Pada dasarnya, tren ini memunculkan dua kubu yang berbeda pendapat. 

Pertama, ada kubu yang membenci konten pamer harta dan menggunakan platform tersebut untuk menghujat dan mencela. 

Di sisi lain, ada kubu yang terinspirasi oleh konten tersebut dan merasa perlu ikut-ikutan untuk menjaga gengsi atau citra diri di media sosial. 

Meskipun terkesan kontroversial, fenomena ini merupakan bagian tak terpisahkan dari dinamika media sosial.

Meskipun seringkali Orang Kaya Baru (OKB) mendapat kritik karena dianggap kurang memiliki selera dan terlihat seperti orang yang memaksa diri untuk tampil mahal, penulis ingin menggali lebih dalam mengenai alasan di balik membeli barang mahal.

Memahami Motivasi di Balik Pembelian Barang Mahal

Banyak alasan yang mendasari keputusan seseorang untuk membeli barang mahal. 

Salah satu motivasi utama adalah keinginan untuk mengejar pengalaman mewah atau luxury experience. 

Mereka ingin merasakan kualitas tinggi dari produk-produk brand high-end yang sering diidentikan dengan kemewahan dan prestise.

Namun, dalam upaya untuk memahami fenomena ini, penulis juga menyoroti beberapa alasan mengapa OKB sering dianggap norak. 

Salah satu alasannya adalah kurangnya pemahaman terhadap selera dan kualitas barang yang dibeli. OKB sering kali terlihat membeli barang mahal tanpa memahami karakteristik dan kualitas dari brand tersebut.

Fenomena ikut-ikutan juga menjadi masalah, di mana seseorang membeli barang mahal hanya karena melihat orang lain melakukannya, tanpa memahami alasan di balik pembelian tersebut.

Mengapa Barang Mahal Sering dianggap Norak?

Ada beberapa alasan mengapa pembelian barang mahal sering kali dianggap norak. 

Pertama-tama, kurangnya pemahaman terhadap selera dan kualitas barang bisa membuat penampilan seseorang terlihat norak. 

Misalnya, seseorang membeli barang mahal hanya karena melihat orang lain melakukannya tanpa mempertimbangkan apakah barang tersebut cocok dengan gaya dan kebutuhan pribadi.

Kedua, fenomena ikut-ikutan turut berkontribusi pada persepsi bahwa pembeli barang mahal hanya mengikuti tren tanpa pemahaman yang mendalam. 

Contohnya, ketika selebriti internasional seperti Mark Zuckerberg membeli barang mewah, banyak orang yang langsung mengikuti tanpa menyadari alasan di balik pembelian tersebut.

Ketiga, kurangnya rasionalisasi dalam pembelian barang mahal dapat membuat seseorang terlihat norak. 

Misalnya, seseorang yang sebenarnya tidak memiliki dana yang cukup, namun memaksa diri untuk membeli barang mahal hanya untuk gengsi atau image.

Membangun Pemahaman yang Lebih Mendalam

Meskipun fenomena ini sering dihujat, penulis berusaha untuk tidak menghakimi OKB secara langsung. 

Sebaliknya, ia ingin memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai alasan di balik pembelian barang mahal. 

Salah satu poin yang dia tekankan adalah perlunya melihat fenomena ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan pemahaman akan nilai dan karakter diri sendiri.

Dalam perjalanannya, penulis menemukan bahwa membeli barang mahal juga dapat memberikan kepuasan tersendiri. 

Pengalaman memiliki barang mahal dapat memberikan pengetahuan lebih mendalam mengenai kualitas dan craftsmanship dari brand tersebut. 

Banyak barang mewah, seperti jam tangan Rolex atau tas Hermes, memiliki detail dan kualitas tinggi yang mungkin tidak terlihat pada barang-barang sehari-hari.

Fenomena Undervalued dan Overvalued: Brand vs. Kualitas

Dalam dunia barang mewah, terdapat perdebatan mengenai brand dan kualitas. 

Beberapa orang lebih fokus pada brand dan prestise yang terkait dengannya, sementara yang lain lebih menitikberatkan pada kualitas dan craftsmanship dari produk tersebut. 

Contohnya, ada brand-brand mahal yang memang memiliki kualitas yang luar biasa, seperti Rolex dengan jam tangannya yang tahan lama dan teruji waktu.

Namun, di sisi lain, ada juga brand yang mungkin overvalued dan lebih terfokus pada citra dan branding daripada kualitas sebenarnya. 

Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk melakukan riset dan menggali informasi lebih dalam sebelum memutuskan untuk membeli barang mahal. 

Mengetahui value dari suatu brand akan membantu seseorang menghindari kesan norak dan memastikan bahwa pembelian tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pribadi.

Tips Bijak dalam Membeli Barang Branded

Berdasarkan pengalamannya, penulis memberikan beberapa tips bagi mereka yang ingin memulai eksplorasi dalam dunia barang branded dengan bijak:

1. Investasi Sebagai Prioritas Utama

Sebagai langkah pertama, penulis menyarankan agar sebagian besar tabungan ditempatkan dalam investasi. Terutama bagi mereka yang masih muda, memiliki kemampuan untuk menanggung risiko investasi yang mungkin terjadi. 

Investasi bisa menjadi cara untuk membangun kekayaan jangka panjang, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk pembelian barang mewah di masa depan.

2. Dana Darurat atau Dana Invest Cadangan

Sebagian kecil dari tabungan bisa dialokasikan untuk dana darurat atau dana invest cadangan. Ini adalah dana yang dapat digunakan untuk pembelian barang mahal yang diidamkan. 

Meskipun sebaiknya tidak digunakan untuk keperluan sehari-hari, dana ini dapat memberikan peluang bagi seseorang untuk merewards diri mereka sendiri dengan barang mewah sesekali.

3. Pastikan Rasio Finansial dan Kesehatan Tabungan

Penting untuk memastikan bahwa pembelian barang mahal tidak melebihi 10% dari total kekayaan seseorang. Rasio keuangan dan kesehatan tabungan harus selalu menjadi prioritas. 

Jika membeli barang mahal tidak dapat dilakukan dengan mempertahankan keseimbangan keuangan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda pembelian tersebut hingga kondisi keuangan lebih stabil.

4. Jangan Terjebak dalam Ikut-Ikutan

Penting untuk tidak terjebak dalam fenomena ikut-ikutan. Sebelum memutuskan untuk membeli barang mahal, penting untuk memiliki pemahaman yang mendalam mengenai brand dan produk tersebut. 

Hindari hanya mengikuti tren tanpa pertimbangan yang matang.

5. Temukan Nilai dan Karakter

Seiring perjalanan eksplorasi dalam dunia barang mewah, carilah nilai dan karakter dari barang tersebut. 

Temukan brand yang sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan pribadi. Jangan hanya membeli karena mereknya terkenal, tapi juga karena barang tersebut memiliki kualitas yang sesuai dengan ekspektasi.

Kesimpulan: Menggali Kesenangan dan Pemahaman dalam Membeli Barang Branded

Dalam dunia yang terus berkembang ini, fenomena pamer harta dan kecenderungan membeli barang mahal di media sosial tidak dapat dihindari. 

Namun, penting bagi setiap individu untuk memahami alasan di balik pembelian tersebut dan menjalani proses eksplorasi dengan bijak.

Membeli barang mahal bukanlah masalah jika dilakukan dengan penuh pemahaman dan rasio keuangan yang sehat. 

Melalui pengalaman membeli barang mewah, seseorang dapat menemukan nilai dan karakter diri mereka, serta menghindari jebakan norak yang sering dikaitkan dengan OKB.

Dengan menjadikan investasi sebagai prioritas utama, melibatkan dana darurat atau dana invest cadangan, menjaga rasio finansial dan kesehatan tabungan, menghindari ikut-ikutan, dan menemukan nilai yang sesuai, seseorang dapat membeli barang mahal dengan bijak. 

Artinya, pengalaman membeli barang mewah bukan hanya sekadar pamer, tetapi juga sebuah perjalanan untuk mengeksplorasi diri dan menghargai nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun