Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peran Kantong Plastik dalam Krisis Lingkungan dan Upaya Perubahan di Indonesia

3 Januari 2024   06:00 Diperbarui: 3 Januari 2024   19:37 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ditemukan oleh Sten Gustaf Thulin pada tahun 1959, kantong plastik awalnya diciptakan dengan tujuan mulia: menggantikan penggunaan tas kertas yang merugikan hutan-hutan tropis. 

Kantong plastik dianggap sebagai inovasi ramah lingkungan pada awalnya, mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam yang terkait dengan produksi dan pembuangan tas kertas. 

Namun, seiring berjalannya waktu, peran kantong plastik berubah drastis, membawa dampak yang tidak terduga terhadap lingkungan.

Awal Mula: Kantong Plastik sebagai Solusi

Pada awalnya, penggunaan kantong plastik dianggap sebagai langkah positif untuk mengurangi kebergantungan pada pohon-pohon yang semakin menyusut. 

Industri dan masyarakat melihat plastik sebagai inovasi yang praktis dan efisien. 

Plastik ringan, tahan air, dan tahan terhadap robekan, menjadikannya pilihan yang nyaman untuk konsumen sehari-hari. 

Namun, pada tahap perkembangannya, kepraktisan kantong plastik ternyata menyimpan konsekuensi yang merugikan. 

Dalam skala global, limbah plastik menjadi masalah utama, menyumbang pada pencemaran lautan, kerusakan ekosistem, dan ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan.

ilustrasi sampah plastik. sumber: freepik
ilustrasi sampah plastik. sumber: freepik

Perkembangan Pemakaian Plastik: Sekali Pakai vs. Penguraian yang Lambat

Kantong plastik, yang semula dirancang untuk penggunaan berulang, kini bertransformasi menjadi benda sekali pakai. 

Kendati demikian, plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai. 

Sampah plastik bisa memakan waktu antara 20 hingga 500 tahun, berbeda jauh dengan sampah organik seperti kertas yang hanya membutuhkan 2 hingga 6 minggu untuk terurai.

Pemakaian plastik sekali pakai menjadi masalah serius, terutama karena manusia terbiasa dengan barang-barang praktis dan sementara. 

Kantong plastik, yang dipakai hanya beberapa menit, mampu menciptakan dampak lingkungan yang berlangsung selama berabad-abad. 

Ini menjadi tantangan serius, terutama karena manusia harus beradaptasi dengan kebiasaan menggunakan barang-barang sekali pakai.

Dilema Kesadaran: Terlambatnya Realisasi Dampak Buruk Plastik

Kesadaran akan dampak buruk sampah plastik baru mulai muncul pada dekade 1960-an, terutama setelah ditemukannya sampah plastik di Samudra Pasifik pada 1997. 

Hanya saat itu, manusia mulai menyadari bahwa plastik, yang awalnya dianggap sebagai solusi, kini justru menjadi ancaman serius bagi bumi.

Namun, sepanjang beberapa dekade, meskipun munculnya berbagai temuan ilmiah tentang bahaya plastik, implementasi perubahan dalam perilaku konsumen dan industri masih lambat. 

Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya edukasi dan pemahaman akan konsekuensi jangka panjang dari pemakaian plastik.

Jenis-Jenis Plastik dan Dampaknya

Plastik memiliki beragam jenis, seperti PET, High-Density Polyethylene, PVC, LDPE, Polypropylene, Polystrene, dan jenis campuran. 

Meskipun berbeda jenis, semua plastik memiliki dampak serupa terhadap lingkungan. Oleh karena itu, larangan penggunaan plastik pun mulai bermunculan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Plastik berkode PET, yang awalnya dirancang untuk penggunaan sekali pakai, menjadi salah satu jenis plastik yang paling umum digunakan di dunia. 

High-Density Polyethylene memiliki kemampuan mencegah reaksi kimia dan sering digunakan untuk produk-produk berbahan kimia. 

PVC, terbuat dari resin keras, umumnya diperuntukkan untuk benda-benda non-konsumsi. LDPE terbuat dari minyak bumi dan digunakan dalam berbagai kemasan. 

Ada juga Polypropylene, Polystyrene, dan jenis plastik campuran yang memiliki kode O atau other. 

Meskipun memiliki kegunaan masing-masing, semua jenis plastik tersebut memiliki kesamaan: sampahnya dapat mengotori lingkungan.

Indonesia dalam Krisis Sampah Plastik

Indonesia tidak luput dari masalah sampah plastik. Pada tahun 2022, jumlah sampah plastik di laut mencapai 398 ribu ton. 

Meski mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018, jumlah tersebut masih mencemaskan, terutama ketika 18,22% dari total sampah di Indonesia adalah sampah plastik.

Krisis sampah plastik di Indonesia bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama masyarakat, perusahaan, dan organisasi non-pemerintah. 

Meningkatnya kesadaran akan dampak lingkungan membawa harapan bahwa perubahan positif dapat terjadi. 

Langkah-langkah konkret seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan meningkatkan sistem daur ulang menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.

ilustrasi sampah plastik. sumber: freepik
ilustrasi sampah plastik. sumber: freepik

Langkah Positif: Gerakan Melawan Sampah Plastik di Indonesia

Meskipun tantangan besar, kesadaran akan bahaya sampah plastik di Indonesia mulai tumbuh. Beberapa pusat perbelanjaan telah menghentikan penggunaan kantong plastik dan menggantinya dengan reusable bag. 

Namun, upaya ini masih sebatas gerakan kecil. Transformasi lebih lanjut dibutuhkan, dan itu memerlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.

Pengurangan pemakaian plastik sekali pakai dapat diwujudkan melalui edukasi dan kampanye yang lebih agresif. 

Sektor industri juga perlu berperan aktif dalam mengurangi produksi plastik sekali pakai dan menciptakan inovasi dalam desain produk yang ramah lingkungan. 

Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang bergerak menuju praktik bisnis berkelanjutan.

Solusi: Ekonomi Sirkular dan Peran Bank Sampah

Solusi yang lebih masif terletak pada konsep ekonomi sirkular. Sampah plastik dapat menjadi produk bernilai tinggi melalui pemilihan, pengumpulan, dan pengolahan di bank sampah. 

Setiap individu yang terlibat dianggap sebagai nasabah, menerima bayaran sesuai dengan jenis dan kategori sampah yang disetujui.

Bank sampah tidak hanya memberikan dampak positif pada lingkungan tetapi juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat. 

Pemulung atau pengelola bank sampah memiliki peran penting dalam sistem ini. Mereka tidak hanya membersihkan lingkungan tetapi juga memainkan peran strategis dalam menyokong industri daur ulang.

Kesimpulan: Bertanggung Jawab atas Kerusakan Bumi

Dalam perdebatan tentang siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan Bumi, apakah plastik atau penggunanya, jawabannya mungkin terletak pada kesadaran bersama dan tindakan nyata untuk merubah perilaku. 

Plastik bukan musuh, tetapi penggunaannya yang tidak bijak yang menjadi masalah. Dengan langkah-langkah kecil seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan dukungan pada ekonomi sirkular, kita bisa membawa perubahan positif bagi masa depan bumi.

Kesadaran dan tindakan harus bersinergi. Edukasi yang kuat, peraturan yang ketat, serta partisipasi aktif dari masyarakat dan industri diperlukan untuk mengubah arah pemakaian plastik dari penyebab kerusakan menjadi solusi berkelanjutan. 

Hanya dengan upaya bersama, kita dapat mengubah takdir kantong plastik dari perusak menjadi penyelamat lingkungan yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun