Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Potensi dan Tantangan Pengembangan Food Estate di Indonesia

4 September 2023   18:00 Diperbarui: 5 September 2023   10:14 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi food estate. sumber: freepik

Ketahanan pangan adalah salah satu aspek yang krusial bagi keberlanjutan dan stabilitas suatu negara. 

Di Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar, mencukupi kebutuhan pangan bagi lebih dari 278 juta rakyatnya merupakan tugas yang tak ringan. 

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia telah mencoba berbagai inisiatif, salah satunya adalah konsep Food Estate.

Food Estate merupakan suatu konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi, mencakup beragam sektor pertanian, perkebunan, bahkan peternakan, yang dilakukan di suatu kawasan tertentu. 

Konsep ini telah lama ada dalam sejarah pembangunan pertanian di Indonesia dan telah menjadi perhatian utama dalam upaya mencapai ketahanan pangan nasional.

Sejarah Food Estate di Indonesia

Konsep Food Estate pertama kali muncul di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. 

Beliau adalah salah satu pelopor dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui program-program pertanian yang ambisius. 

Salah satu inisiatif terkenalnya adalah proyek lahan gambut seluas 1 juta hektar yang berlokasi di Kalimantan Tengah. 

Proyek ini didukung oleh Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 1969.

Namun, proyek ini menghadapi kendala serius yang mengakibatkan penghentian pada tahun 1998 oleh Presiden Baharudin Yusuf Habibie. 

Salah satu kendala utama adalah kurangnya pengkajian ekosistem yang memadai. 

Proyek ini juga ditandai dengan kerusakan lahan gambut dan kebakaran yang terjadi akibat upaya pengembangan yang kurang dipertimbangkan dengan baik.

Setelah itu, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri, tidak ada program khusus terkait dengan Food Estate. 

Ini menandakan bahwa konsep ini mengalami masa kevakuman dalam perkembangannya.

Namun, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Food Estate kembali mendapatkan perhatian. 

Pada tahun 2010, SBY menginisiasi proyek Merauke Integrated Energy Estate melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2008 tentang fokus Program ekonomi 2008-2009. 

Proyek ini bertujuan membuka 1,2 juta hektar lahan pertanian. Sayangnya, proyek ini hanya berhasil menggarap sebagian kecil dari targetnya, yaitu 100 hektar saja.

SBY juga mencoba membuka Food Estate di Kalimantan Utara pada tahun 2011, dengan target 30.000 hektar sawah, dan di Ketapang, Kalimantan Barat pada tahun 2013, dengan target 100.000 hektar sawah. 

Namun, proyek-proyek ini juga belum memberikan kemajuan yang signifikan dalam pencapaian ketahanan pangan nasional.

Masa Pemerintahan Jokowi dan Pengembangan Food Estate Terkini

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Food Estate kembali menjadi sorotan. 

Proyek-proyek Food Estate tersebar di beberapa wilayah, termasuk Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua. 

Tujuan dari proyek ini adalah meningkatkan produksi pangan dan mengurangi ketergantungan pada Jawa sebagai sentral produksi pangan.

Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa pengembangan Food Estate ini melibatkan sejumlah Kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Pertahanan. 

Kolaborasi antar-kementerian ini dianggap sebagai langkah yang penting untuk mencapai ketahanan pangan.

Dalam konteks pengembangan Food Estate yang baru ini, terdapat beberapa proyek yang sedang dan akan dilaksanakan. 

Proyek-proyek ini memiliki tujuan yang ambisius, yaitu untuk meningkatkan produksi pangan dalam skala besar dan berkelanjutan. 

Salah satu proyek penting adalah Food Estate di Kalimantan Barat, yang memiliki target luas lahan pertanian mencapai 160.000 hektar.

Tantangan dalam Implementasi Food Estate

Meskipun Food Estate dianggap sebagai langkah yang penting dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan, implementasinya tidaklah mudah. 

Berikut adalah beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya mengembangkan Food Estate di Indonesia:

1. Keterbatasan Lahan

Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan lahan pertanian yang tersedia di Indonesia. 

Lahan sawah yang cukup untuk berproduksi secara berkelanjutan hanya mencapai 7,46 juta hektar, dan ini telah mengalami penurunan dari tahun ke tahun. 

Oleh karena itu, pemindahan basis produksi pangan dari Jawa ke luar Jawa menjadi penting untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.

2. Kendala Lahan

Pengembangan lahan pertanian di luar Jawa seringkali menghadapi kendala topografi yang beragam. 

Beberapa wilayah, seperti Kalimantan, memiliki elevasi yang tidak rata, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan investasi dalam infrastruktur pertanian yang sesuai.

3. Infrastruktur Pasca Panen

Produksi pangan bukan hanya masalah bercocok tanam, tetapi juga mengenai bagaimana hasil panen dikelola dan diolah pasca panen. 

Hal ini mencakup infrastruktur seperti alat pengering (dryer) yang memadai untuk menjaga kualitas hasil panen. 

Kekurangan infrastruktur pasca panen dapat mengurangi nilai tambah produk pertanian.

4. Hubungan dengan Petani

Pentingnya menjaga hubungan yang baik antara korporasi yang terlibat dalam Food Estate dengan petani lokal. 

Salah satu perhatian utama adalah bagaimana proyek ini dapat memberikan manfaat kepada petani lokal dan mencegah terjadinya konflik yang dapat mengganggu produksi.

5. Tantangan Eksternal

Faktor-faktor eksternal seperti perubahan iklim dan fluktuasi harga komoditas pertanian juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam upaya mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Potensi dan Manfaat Food Estate

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Food Estate memiliki potensi besar dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional Indonesia.

1. Diversifikasi Produksi

Food Estate dapat memungkinkan diversifikasi produksi pertanian, termasuk tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Hal ini dapat mengurangi risiko kekurangan pangan akibat kegagalan panen tertentu.

2. Peningkatan Produksi

Dengan pengembangan lahan yang luas dan terintegrasi, produksi pertanian dapat meningkat secara signifikan. Hal ini akan membantu mengurangi ketergantungan pada impor pangan.

3. Pengurangan Tekanan Lingkungan

Dengan perencanaan yang baik dan pengelolaan yang berkelanjutan, Food Estate dapat membantu mengurangi tekanan terhadap lingkungan, seperti deforestasi dan kerusakan lahan gambut. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan alam.

4. Pemberdayaan Petani

Dalam Food Estate, petani memiliki peran yang penting dalam produksi pangan. Program pelatihan dan pendampingan bagi petani dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam bercocok tanam dan meningkatkan penghasilan.

5. Dampak Ekonomi Positif

Food Estate yang berhasil dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat di sekitarnya. Ini akan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan sosial.

Pengembangan Food Estate di Indonesia adalah langkah yang ambisius dan berpotensi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Konsep ini telah muncul dan mengalami perkembangan sejak era Presiden Soeharto hingga masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Meskipun terdapat tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasinya, seperti keterbatasan lahan, kendala topografi, infrastruktur pasca panen, dan hubungan dengan petani, upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai ketahanan pangan yang lebih baik.

Kini, dengan proyek-proyek Food Estate yang tersebar di berbagai wilayah, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengurangi ketergantungan pada Jawa sebagai sentral produksi pangan. 

Namun, keberhasilan proyek-proyek ini akan sangat ditentukan oleh perencanaan yang matang, kolaborasi yang kuat antar-kementerian, serta pengelolaan yang baik dalam semua tahapan produksi pangan, dari pra-panen hingga pasca panen.

Tentu saja, tantangan yang dihadapi tidak dapat dianggap enteng. Faktor eksternal seperti perubahan iklim juga harus diperhitungkan dalam perencanaan dan adaptasi. 

Dalam perkembangan proyek Food Estate yang terkini, waktulah yang akan memberikan jawaban apakah program ini akan berhasil atau mengalami kendala yang sama seperti di masa lalu. 

Yang pasti, ketahanan pangan akan terus menjadi agenda penting dalam pembangunan pertanian Indonesia, karena mencukupi kebutuhan pangan rakyat merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun