Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Usia Vs Kompetensi: Mengungkap Realitas Ageisme dalam Dunia Kerja

15 Agustus 2023   19:33 Diperbarui: 15 Agustus 2023   19:38 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ageisme sumber: freepik

Pada tahun 1969, Robert Neil Butler, seorang ahli gerontologi Amerika Serikat, memperkenalkan istilah "age-ism" melalui tulisannya yang berjudul "Age-ism: Another Form of Bigotry". 

Tulisan tersebut membuka mata banyak orang terhadap masalah yang sebenarnya telah lama ada, yaitu prasangka dan diskriminasi berbasis usia yang kerap terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia kerja. 

Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai bentuk-bentuk ageisme dalam konteks dunia kerja, dampaknya, serta langkah-langkah untuk mengatasinya.

Bentuk Prasangka dan Diskriminasi Berbasis Usia dalam Dunia Kerja

1. Stereotip Negatif terhadap Karyawan Senior

Pandangan negatif terhadap karyawan senior sering kali memengaruhi persepsi mereka dalam dunia kerja. Dalam usaha untuk memahami bagaimana ageisme beroperasi, kita perlu mengidentifikasi stereotip yang melekat pada kelompok ini. 

Karyawan yang telah mencapai usia 40 tahun atau lebih sering kali dianggap kurang mampu untuk beradaptasi dengan perubahan, kurang kreatif, dan terbelenggu dalam cara-cara lama. 

Pandangan ini, meskipun tidak berdasar, dapat menyebabkan pengabaian terhadap kualitas dan potensi yang sebenarnya dimiliki oleh karyawan senior.

2. Tindakan Diskriminasi dalam Penugasan dan Kebijakan

Diskriminasi dalam dunia kerja seringkali dapat termanifestasikan dalam bentuk kebijakan dan penugasan yang tidak adil. 

Karyawan senior sering diabaikan dalam hal proyek-proyek inovatif atau tugas-tugas yang dianggap memerlukan pemahaman teknologi yang lebih mendalam. 

Kebijakan ini tidak hanya merugikan karyawan tersebut secara profesional, tetapi juga merugikan perusahaan dengan mengabaikan potensi kontribusi yang dapat diberikan oleh karyawan senior.

3. Batasan Usia dalam Perekrutan Karyawan

Praktik perekrutan berdasarkan batasan usia merupakan bentuk diskriminasi yang terbuka. 

Pengumuman lowongan pekerjaan dengan batasan usia tertentu seperti "hanya untuk fresh graduate" tidak hanya tidak adil, tetapi juga bertentangan dengan prinsip persamaan hak dalam dunia kerja. 

Kebijakan semacam ini dapat mencegah individu yang memiliki pengalaman dan kompetensi yang relevan untuk berkontribusi.

Dampak Ageisme dalam Dunia Kerja

Dampak dari ageisme dalam dunia kerja dapat sangat merugikan individu dan organisasi. 

Karyawan yang mengalami diskriminasi berbasis usia mungkin mengalami stres, depresi, dan penurunan rasa percaya diri. 

Hal ini dapat mengganggu produktivitas mereka, serta menghambat perkembangan dan pertumbuhan karir. 

Selain itu, praktik ageisme juga dapat menghambat beragamnya tim kerja, dengan mengabaikan potensi yang dimiliki oleh karyawan senior.

Realitas Ageisme di Berbagai Negara

Fenomena ageisme bukan hanya terbatas pada satu negara. Di Amerika Serikat pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan aturan yang melarang diskriminasi berdasarkan usia di tempat kerja. Namun, tetap saja, aturan ini masih sering dilanggar. 

Menurut sebuah lembaga advokasi hak lansia dan pekerja senior, 64% warga AS yang berusia 45-60 tahun pernah menjadi saksi atau korban ageisme.

Di sisi lain, di Indonesia, batasan usia sering diterapkan dalam berbagai aspek, bahkan dalam pengumuman lowongan pekerjaan untuk "fresh graduate".

Tantangan dalam Dunia Teknologi dan Informasi

Perusahaan teknologi dan informasi seringkali menjadi lingkungan yang kental dengan ageisme. 

Pandangan bahwa hanya generasi muda yang memiliki keahlian dalam teknologi bisa menyebabkan karyawan senior terpinggirkan. 

Pernyataan dari tokoh seperti Mark Zuckerberg yang mengatakan bahwa "anak muda lebih pintar" atau pandangan bahwa usia 20-an adalah masa keemasan dalam karir, hanya memperburuk situasi. 

Kondisi serupa juga terjadi di berbagai perusahaan besar seperti Google dan Facebook.

Ageisme dalam Konteks Generasi Muda

Namun, ageisme juga dapat berlaku terbalik. 

Anak muda sering kali merasa diragukan kemampuannya dan tidak diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam lingkungan kerja, sekolah, atau bahkan dalam keluarga. 

Dalam beberapa kasus, ide dan pendapat anak muda seringkali diabaikan karena dianggap kurang berpengalaman dan kurang bijak.

Langkah-Langkah Mengatasi Ageisme dalam Dunia Kerja

Mengatasi ageisme dalam dunia kerja memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak:

1. Perusahaan

Perusahaan memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan adil. Mereka dapat mengambil langkah-langkah berikut:

  • Mengadakan pelatihan mengenai keberagaman dan inklusivitas bagi semua karyawan.
  • Menerapkan kebijakan yang mendukung partisipasi karyawan senior dalam proyek-proyek inovatif.
  • Menilai karyawan berdasarkan kompetensi, prestasi, dan potensi, bukan hanya usia.
  • Membuat program pengembangan karyawan untuk semua usia.

2. Pemerintah

Pemerintah memiliki peran dalam menegakkan undang-undang yang melarang diskriminasi berbasis usia dalam dunia kerja. Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Mengkampanyekan kesadaran tentang pentingnya keberagaman usia dalam lingkungan kerja.
  • Mendorong perusahaan untuk mematuhi undang-undang dan konvensi hak tenaga kerja terkait inklusivitas usia.
  • Memberikan dukungan bagi program pelatihan dan pengembangan karyawan senior.

3. Individu

Setiap individu juga memiliki tanggung jawab dalam mengatasi ageisme:

  • Menilai seseorang berdasarkan kemampuan, prestasi, dan potensi, bukan hanya usia.
  • Mendorong perubahan dalam pandangan dan perilaku terkait usia.
  • Mendukung rekan kerja dari segala usia untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek dan inisiatif-inisiatif baru.

Mengubah Paradigma

Ageisme adalah masalah yang lebih kompleks daripada sekadar stereotip dan diskriminasi. Ini melibatkan norma sosial dan pandangan yang telah ditanamkan selama bertahun-tahun. 

Untuk mengatasi ageisme dalam dunia kerja, diperlukan perubahan paradigma yang mendalam. 

Kesadaran akan pentingnya nilai-nilai inklusivitas dan penghargaan terhadap kontribusi individu, terlepas dari usia, adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan beragam.

Ageisme dalam dunia kerja adalah masalah yang nyata dan kompleks, memiliki dampak jangka panjang bagi individu dan organisasi. 

Prasangka dan diskriminasi berbasis usia harus diberantas melalui kesadaran kolektif, tindakan nyata, dan perubahan dalam paradigma budaya kerja. 

Hanya dengan menghormati dan memberikan peluang yang setara kepada semua karyawan, tanpa memandang usia, kita dapat membangun lingkungan kerja yang lebih inklusif, produktif, dan adil bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun