Mohon tunggu...
Misbah Hadi Wiyono
Misbah Hadi Wiyono Mohon Tunggu... Teknisi - Menulislah dalam perjuangan, Karena Tulisan lebih Tajam dari Pedang dan akan menjadi Jati Diri Penulis

Founder Ponpes Darul Arsyi-Lebak, Marketing Ekspor Wood Furniture dan Gusdurian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Suyud: Mengajar adalah Seni Hidup Guru

3 November 2020   23:47 Diperbarui: 5 November 2020   09:46 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah suatu ketika terjadi kejadian kami murid-muridnya memakan pisang di kantor yang akan dijadikan konsumsi untuk meeting. Semua murid yang memakan pisang diharapkan membawa pisang sesisir dibawa ke sekolah. Orangtua murid membawa pisang paling bagus karena berpikir akan digunakan sebagai pengganti pisang yang telah dimakan. 

Ternyata pisang tersebut diserahkan kepada siswa untuk menghabiskan pisang bawaan masing masing. 

Beliau berkata, "Bapak tahu bahwa kalian semua dirumah hampir memiliki pohon pisang.  Kalian memakan bukan karena lapar,  tetapi karena kurang tata krama sehingga memakan yang bukan haknya dan tanpa ijin. Maka silahkan habiskan pisang yang kalian bawa masing masing."

Bagi beliau komplek sekolah sudah seperti rumah kedua buatnya. Di hari libur terkadang masih menyempatkan diri untik ke sekolah sekedar melihat kegiatan ekstrakurikuler seperti menari dan olahraga yang bukan merupakan tanggung jawab beliau. 

Hal paling kami ingat adalah acara cerdas cermat setiap akan pulang sekolah. Beliau selalu memberikan pertanyaan sebelum pulang sekolah. Bagi siswa yang menjawab diperbolehkan pulang.  Bagi yang belum mampu menjawab akan dibimbingnya sampai semua siswa pulang. 

Bahkan ketika beliau sedang sakit,  beliau memanggil ketua kelas agar mengambil tugas sekolah untuk dikerjakan di kelas dan dikumpulkan ke rumahnya secara perwakilan.

Tiap kenaikan kelas selalu diberikan hadiah kepada juara kelas sebagai apresiasi terhadap murid muridnya. Hadiah tersebut berasal dari uang pribadi beliau. 

Ketika kami murid-muridnya ketika sudah memasuki dunia kerja dan ingin memberikan tali asih sebagai kenangan ditolak dengan lembut. 

"Baiknya kalian memberikan bantuan kepada sekolah, meskipun SD-nya adalah SD Inpres, kalian dapat menyumbang alat sekolah ke sekolahan. Atau jika memang ekonomi cukup mapan, berikanlah beasiswa pribadi kepada adik-adik kalian yang masih bersekolah di SD sekarang."

Pak Guru Suyud, kami mungkin sempat merasa benci dengan caramu mengajar, tapi kini kami memahami bahwa itulah caramu mendidik kami agar mampu menjadi oang yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara juga agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun