Mohon tunggu...
Misbah Hadi Wiyono
Misbah Hadi Wiyono Mohon Tunggu... Teknisi - Menulislah dalam perjuangan, Karena Tulisan lebih Tajam dari Pedang dan akan menjadi Jati Diri Penulis

Founder Ponpes Darul Arsyi-Lebak, Marketing Ekspor Wood Furniture dan Gusdurian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Suyud: Mengajar adalah Seni Hidup Guru

3 November 2020   23:47 Diperbarui: 5 November 2020   09:46 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Badannya yang tetap tegap meskipun sudah lanjut usia, sorot mata yang tajam dan suaranya yang penuh wibawa. 

Pak Guru Suyud, kami biasa memanggilnya. Seorang guru SD Inpres di sebuah kampung di Desa Kebondalem, Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah yang jauh dari keramaian kota. Mengenalnya di tahun 80-an sebagai guru SD yang banyak memberikan dasar-dasar yang kuat dalam belajar dan menghadapi masa depan. 

Metode belajar kelompok yang dirintisnya di rumah setiap siswa dengan anggota 4-6 siswa. Beliau seringkali melakukan inspeksi rumah ke rumah dengan diam diam. Dan paginya akan membahas di kelas untuk koreksi metode dan hasil belajarnya. 

Lomba-lomba mata pelajaran selalu didaftarkan untuk murid-muridnya dengan biaya sendiri dan bahkan les tambahan tanpa biaya tambahan. 

Beliau tak kenal lelah dalam membimbing muridnya, bahkan di luar tugas kependidikan seperti kondisi ekonomi siswanya. Dengan gaji seorang guru yang sangat minim, beliau terkadang membeli alat mengajar sendiri seperti alat tulis dan penghapus papan juga buku-buku pelajaran. 

Bahkan bagi murid yang tidak mampu dibelikan alat tulis agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik. 

Ketika sudah lulus, kami pernah menanyakan alasan beliau melakukan semua itu. 

Beliau menjawab, "Mengajar seorang murid adalah seni kehidupan seorang guru. Kecerdasan seorang murid bukanlah tanda kesuksesan seorang guru. Jika kecerdasan sebagai ciri kesuksesan seorang guru,  maka kebodohan seorang murid juga kegagalan seoranh guru. Keberhasilan seorang guru adalah ketika seorang murid dapat memiliki prinsip bahwa belajar adalah kebutuhan. Dan menuntut ilmu adalah seni kehidupan orang yang sukses."

Terhenyak juga mendengar jawaban beliau. 

Teringat ketika beliau selalu membawa majalah bekas untuk dibaca murid-muridnya, seperti MOP, Trubus, Bobo dan Ceria. 

Semua beliau beli dengan uang sendiri untuk mencerdaskan muridnya. 

Pernah suatu ketika terjadi kejadian kami murid-muridnya memakan pisang di kantor yang akan dijadikan konsumsi untuk meeting. Semua murid yang memakan pisang diharapkan membawa pisang sesisir dibawa ke sekolah. Orangtua murid membawa pisang paling bagus karena berpikir akan digunakan sebagai pengganti pisang yang telah dimakan. 

Ternyata pisang tersebut diserahkan kepada siswa untuk menghabiskan pisang bawaan masing masing. 

Beliau berkata, "Bapak tahu bahwa kalian semua dirumah hampir memiliki pohon pisang.  Kalian memakan bukan karena lapar,  tetapi karena kurang tata krama sehingga memakan yang bukan haknya dan tanpa ijin. Maka silahkan habiskan pisang yang kalian bawa masing masing."

Bagi beliau komplek sekolah sudah seperti rumah kedua buatnya. Di hari libur terkadang masih menyempatkan diri untik ke sekolah sekedar melihat kegiatan ekstrakurikuler seperti menari dan olahraga yang bukan merupakan tanggung jawab beliau. 

Hal paling kami ingat adalah acara cerdas cermat setiap akan pulang sekolah. Beliau selalu memberikan pertanyaan sebelum pulang sekolah. Bagi siswa yang menjawab diperbolehkan pulang.  Bagi yang belum mampu menjawab akan dibimbingnya sampai semua siswa pulang. 

Bahkan ketika beliau sedang sakit,  beliau memanggil ketua kelas agar mengambil tugas sekolah untuk dikerjakan di kelas dan dikumpulkan ke rumahnya secara perwakilan.

Tiap kenaikan kelas selalu diberikan hadiah kepada juara kelas sebagai apresiasi terhadap murid muridnya. Hadiah tersebut berasal dari uang pribadi beliau. 

Ketika kami murid-muridnya ketika sudah memasuki dunia kerja dan ingin memberikan tali asih sebagai kenangan ditolak dengan lembut. 

"Baiknya kalian memberikan bantuan kepada sekolah, meskipun SD-nya adalah SD Inpres, kalian dapat menyumbang alat sekolah ke sekolahan. Atau jika memang ekonomi cukup mapan, berikanlah beasiswa pribadi kepada adik-adik kalian yang masih bersekolah di SD sekarang."

Pak Guru Suyud, kami mungkin sempat merasa benci dengan caramu mengajar, tapi kini kami memahami bahwa itulah caramu mendidik kami agar mampu menjadi oang yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara juga agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun