Suara gemeretak karang yang terhantam deburan ombak, membelah karang yang kokoh, Topan Masih berdiri tegak memandang tumpukan batu karang itu, Â hamparan laut yang hijau dan luas membuat lapang hatinya, pantai adalah tempat ideal bagi Topan, apa bila dia menghadapai suatu masalah, semua jawaban ada di pantai, pantai adalah tempat pelarian ketika semua masalah menghadang.
Putri memandang dari kejauhan kekasihnya, dia tahu persis apabila seperti itu, Topan tidak ingin di ganggu, nanti setelah dia agak tenang dan semua permasalahan sudah terselesaikan dengan memandang laut dan mendengar deburan ombak, Topan akan datang sendiri menghampiri Putri, setelah itu Putri tinggal menunggu, apakah mau jalan-jalan di pinggir pantai dengan menenteng sepatu, tanpa alas kaki berjalan di antara pasir dan bebatuan kecil, atau langsung pulang kembali ke rumah.
Sudah satu jam lebih Putri tetap setia menunggu, sementara Topan masih tetap berdiri, memandang luasnya laut dengan deburan ombak dan angin yang menerpa. Tidak begitu lama terlihat Topan menuju tempat Putri menunggu, Putri melihat ke Jam tangan yang dipakainya, dua jam lewat sepuluh menit lamanya Topan berdiri memandang laut.
Topan langsung duduk di samping Putri, Putri memegang pundak Topan, seolah dia mencoba memberi ketenangan pada Topan.
 "Mau kemana kita sekarang?" tanyannya
"Kita cari makan dulu,"
"Tidak ingin makan warung sini saja." Tawar Putri
"Bisa juga, pesan ikan bakar deh, sama kelapa muda lagi." Jawab Topan
Putri berdiri, mendekati ibu warung untuk memesan makan siang mereka berdua, ikan kakap merah bakar, tumis kangkung, sambal terasi dan kelapa muda, setelah memesan Putri kembali duduk di samping Topan.
"Gimana hasil semedi ?" canda Putri
"Aku tetap melamarmu, sesuai permintaan ibu mu, agar menyegerakan, tapi aku hanya mampu syukuran saja." Kata Topan
"Aku belum memiliki uang yang cukup untuk melaksanakan pesta pernikahan seperti yang lain." Lanjut Topan
"Maaf ya pan, aku juga orang yang ngak punya, semenjak bapak meninggal 7 tahun lalu, aku ikhlas berhenti sekolah, kasihan melihat ibu banting tulang," jelas Putri
"Aku bekerja di swalayan ini alhamdulillah, bisa menghidupi kami berdua, ku rasa Ibu juga nanti setuju, yang penting menurut Agama syah." Lanjut Putri
"Terus terang dari aku dan Ibu tidak memiliki apa-apa lagi, hanya rumah yang kami tempati satu-satunya peninggalan bapak, mau minta tolong dengan keluarga bapak dan ibu pun mereka tidak jauh beda seperti kami."
"Ia, biaya untuk pernikan sendiri sebutulnya tidak mahal, yang mahal itukan ada bab resepsi, sewa gedung, dan lain sebagainya."
"Nanti keluargaku akan datang ke keluarga Putri, kita menikah kemudian syukuran saja nanti, Putri tidak kecewakan ? tanya Topan
Putri menggelengkan kepalanya, digenggamnya tangan Topan, untuk memberikan kekuatan. Usia mereka berdua sudah cukup untuk berumah tangga, Topan berusia 28 tahun, Putri 26 tahun, Topan bekerja di sebuah percetakan dengan gajih UMR, Putri bekerja di swalayan dengan gaji UMR juga.
"Yang sabar ya, semoga setelah berumah tangga rezeki kita akan bertambah, " kata Topan.
Ikan kakap merah bakar, tumis kangkung, sambal terasi dan kelapa muda, sudah terhidang di hadapan mereka, mereka menyantapnya seraya memandang laut luas.
Bogor, 01102019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H