Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kembali ke Tanah Air (Episode 31 )

4 Juni 2019   08:20 Diperbarui: 4 Juni 2019   08:31 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pagi ini adalah kenangan yang menggetarkan semua, terlebih mereka berlima, tawaf wada baru selesai mereka laksanakan, mereka semua memandang Ka`bah, lingan air mata tiada henti, ustadz Mahrus dan Ustadzah Neneng meminta maaf dan meminta ridha kepada seluruh jamaah, dan memohon keikhlasan jika terdapat hal-hal di luar kemampuan mereka dalam melaksanakan Ibadah ini, baik saat kedatangan, di Madinah dan di Makkah ini, Jamaah saling berpelukan, kembali memandang Ka`bah, bersimpuh kepada Ilahi, untuk di terima semua Ibadah dan diampuni segala dosa, dan tahun depan kembali kesini untuk melaksanakan ibadah umroh atau haji, satu-satu jamaah kembali ke hotel bersiap untuk menuju bandara, kembali ke tanah air.

Bus yang membawa rombongan ke bandara, masih bus BEKASI dengan supir dan kernet yang sama, tadi malam jamaah dengan keikhlasan mengumpulkan sisa-sisa real, dan bercampur dengan uang rupiah untuk di bagi empat orang, untuk ustadz Mahrus, ustadzah Neneng, sang sopir, dan kernet sebagai ucapan terima kasih dari jamaah, karena sudah di bantu selama kegiatan umroh disini.

Masih menunggu satu dua orang jamaah yang masih berbelanja, menghabiskan real yang tersisa barangkali, semua dalam keadaan suka cita, hampir semua jamaah membuka HP untuk melihat foto-foto kegiatan selama melaksanakan umroh, canda-ria, semua jamaah menyatu, tidak ada yang resek kata teman sekamar Ibu Bos, semua jamaah saling membantu dan sangat menyenangkan.

Perlahan bus bergerak meninggalkan kota Makkah, pikiran Catur terus melayang, dan singgah di Ka`bah dengan warna hitamnya dihiasi dengan sulaman emas sebagai penutup yang memikat, kembali terbang ketika tawaf, melayang terus hingga menembus ketika sa`i, ke Bukit Safa, dan melayang lagi ke Bukit Marwah, terus melayang sampai ketahalul dan berhenti di tukang cukur, gundul. Dia terkaget ketika jamaah mulai membaca do`a sedang melakukan perjalanan.

Pagi yang cerah ini, bus mulai melaju meninggalkan Makkah, tampak bangunan yang megah di kiri dan kanan, mobil-mobil mewah berseliweran, disini bebas pajak, sehingga harga mobil murah tidak semahal di Indonesia, pemandu dari travel mengatakan sesuatu yang belum pernah disampaikan sebelumnya kepada jamaah, tidak menyangka mendapat bonus, namun pemandu menyampaikan seolah-olah dalam bentuk kesedihan.

"Para jamaah sekalian kami dari travel mohon maaf, perjalanan kita tidak sesuai dengan rencana, seharusnya kita berangkat dari Makkah masih dua jam lagi, tapi kita majukan untuk itu kami mohon dibukakan pintu maaf, karena kami akan membawa jamaah semua ke peternakan unta di Hudaibiyah," katanya, keruan saja jamaah pada ramai berseru.

"Kirain ada apa sampai minta maaf segitunya,"

"Terima kasih, bonus yang menyenangkan,"

"Horee.......mau bertemu saudara tua,"

"Alhamdulilah......akhirnya kita melihat unta,"

"Eh.....patungan yuk, beli susu unta,"

Banyak celotehan para jamaah, semua pada bergembira dibawa ketempat yang tidak mereka sangka, sebagai bonus tambahan dari pihak travel.

Peternakan unta di Hudaibiyah ini pada saat musim haji ramai dikunjungi oleh para jamaah, baik yang ingin minum susu atau bisa susu unta yang langsung diusapkan kewajah atau hanya sekedar untuk selfie saja.

Empat jagoan neon dan para bapak-bapak yang lain pada membeli dan minum susu unta, sedang para Ibu dan gadis-gadis tidak ada satu pun yang berani, rasaya emang beda dengan susu-susu yang selama ini  mereka minum, ada asin-asinnya dikit.

Para ibu-ibu hanya berselfie ria dengan para unta, melihat unta dari dekat, melihat mata dan kelopak mata serta alis mata yang lentik, Maha sempurna Allah, membuat mata unta seperti itu, agar kalau badai pasir datang bisa menjaga mata unta dari badai tersebut.

Pihak travel memberikan waktu selama tiga puluh menit di tempat ini, ini sudah di perkirakan oleh pihak travel, pasti waktu yang digunakan dan mereka kembali ke bus sekitar satu jam, tapi kalau pihak travel gunakan waktu satu jam, bisa di pastikan mereka akan kembali dalam satu jam setengah atau dua jam.

Kembali bus perlahan meninggalkan Hudaibiyah, para jamaah sudah mulai lelah, sudah mulai ada yang terpejam, semua di kagetkan karena pihak travel, mengatakan sebentar lagi kita akan melewati sepeda Nabi Adam, semua mata melek dan siap dengan kamera dan HP masing-masing, entah siapa yang memberi nama sepeda Nabi Adam, yang jelas ukuran sepedanya sangat besar, supir bus sengaja memperlambat jalannya, memberikan ruang dan waktu bagi jamaah untuk mengambil foto.

Kembali jamaah perlahan menutupkan mata, dan kembali di kagetkan oleh pihak travel, bahwa kurang lebih lima belas menit lagi mereka akan tiba di Bandara Internasional King Abdul Azis, memohon agar semua jamaah mencek kembali barang-barang yang akan dibawa, dan mengingatkan kembali untuk tidak menaruh barang-barang tidak diijinkan, terakhir menyampaikan air zam-zam nanti masing-masing orang mendapatkan lima liter dan akan di ambil di Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta.

Bandara King Abdul Azis  merupakan bandar udara tersibuk di dunia terutama pada musim haji, bandara ini memiliki luas 105 kilometer dan terbagi dalam tiga terminal, domistik, internasional dan terminal haji, yang unik adalah untuk terminal haji, bentuknya seperti tenda-tenda di padang Arafah.

Turun dari bus, berjalan menuju pelataran bandara lumayan jauh, untung mereka hanya membawa apa yang disarankan oleh pihak travel, namun ada beberapa jamah yang membeli barang lumayan banyak, terlihat mereka kerepotan sendiri membawanya, temen-temen yang agak lowong membantu membawakan, terbayang nanti bagai mana ribetnya kalau membawa barang melebihi kapasitas yang telah di tentukan.

Satu-persatu jamaah berkumpul dulu di satu titik, untuk mencek kelengkapan pasport dan lain-lainnya, serta mengatur dan menata kembali mereka-mereka yang barangnya masih tercerai berai, sedangkan mereka berlima hanya menyaksikan saja aktivitas teman-teman satu rombongan, yang kalap membeli apa saja setiap yang dilihat, yang penting harga murah.

Memasuki ruang pemeriksaan imigrasi, hampir tidak ada kesulitan karena semua barang-barang logam sudah di lepas dan dimasukan kedalam tas, dan tidak ada jamaah yang membawa bahan cair melebihi ketentuan yang sudah ditentukan, sudah tiga puluh orang yang keluar dari pemeriksaan, masih terdapat dua belas orang lagi, yang lain tetap sabar menunggu, sesekali melihat cara kerja mereka-mereka yang bertugas di bagian imigrasi ini, ada yang ramah, ada yang kaku, ada yang tersenyum adapula yang datar saja.

Setelah semua selesai, mereka memasuki ruang tunggu, sesuai jadwal mereka take off dua jam lagi, masih banyak waktu lowong, tapi hampir semua jamaah tidak ada lagi yang membaca do`a-do`a atau mengaji, atau melakukan pujian-pujian dan bersalawat, seperti saat mereka mau berangkat, yang ada di pikiran mereka sekarang segera ingin pulang, bertemu dengan sanak keluarga, berbagi oleh-oleh dan cerita pengalaman selama umroh.

Lucu memang, saat mau berangkat, ingin cepat-cepat sampai di Makkah, membaca do`a, mengaji bersalawat dan lain-lain, sekarang ingin segera pulang tanpa salawat, tanpa ngaji dan tanpa do`a-do`a yang di lantunkan. Termasuk kami berlima.

Catur duduk tepat di sebelah Ibu Bos, Sejak tadi pagi Ibu banyak diam dan suka menyendiri, " Ibu sehat ?" tanyanya

"Alhamdulillah, Ibu sehat,"

"Agak lain dari kemarin-kemarin," selidik Catur

"Ibu teringat almarhum Bapak," kilahnya

Catur diam, dipandang nya, Ibu, kemudian dia beranjak, dibiarkannya Ibu sendiri, dia tidak mau mengganggu, Catur tidak tahu, gejolak yang ada di hati Ibu, disatu sisi, dia mulai menyukai Catur, dia di restui Allah, Anak-anak sudah dekat dengan Catur, tapi disisi lain, dia tidak ingin menyakiti, dia hanya berharap Catur tidak mengerti akan ini semua, biarlah ini menjadi urusan dia sama Allah, urusan hati dan perasaannya.

Setelah selesai Sholat Magrib, terdengar suara pemberitahuan melalui pengeras suara dalam bahasa Inggris. Para penumpang Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 720 agar segera naik ke dalam pesawat.

Sedikit bergegas Ibu melipat mukena yang dibawa, kalau yang laki-laki tidak ada yang perlu di bereskan, langsung keluar mushola, Sedikit bergegas mereka berjalan menuju pintu enam dan menunggu antrian untuk masuk kedalam pesawat., kalau dilihat di ruang tunggu penumpang tidak terlalu banyak, tidak sebanyak saat mereka berangkat. Benar saja sampai di dalam pesawat, mereka melihat suasana lenggang, jumlah kursi yang terisi sekitar 300 san saja dari 420 kursi yang tersedia.

Kali ini Ibu Bos minta dia duduk di apit jagoanya, Noval di jendela, Ibu Bos ditengah dan Taufiq di lorong, Catur dan Ilos duduk di hadapan kursi mereka.

Sangat menyenangkan dalam pesawat agak lenggang tidak terlalu berdesakan, dari tiga kursi di depan Ibu Bos, hanya diisi Ilos dan Catur, bangku tengah mereka biarkan kosong, Catur memilih duduk di Jendela memandang keluar.

Perjalanan kali ini mereka tempuh pada malam hari, kalau malam biasanya perjalanan terasa lebih pendek, Entah karena kelelahan atau sengaja ingin istirahat, hampir semua penumpang tertidur dalam lelap, bahkan tidak satu dua penumpang yang ngorok.

Mereka terbangun setelah terdengar suara, sudah masuk waktu Sholat Subuh,  terlihat didepan mereka masih terdapat hidangan makan malam yang belum tersentuh,  mereka takyamum, kemudian melaksanakan sholat subuh masing-masing.

Setelah itu hampir tidak ada yang bisa tertidur lagi, Noval dan Taufiq, melahap makanan didepannya seraya menonton film didepannya, sementara Ibu tidak ada nafsu makan, mungkin menunggu sarapan pagi saja yang sebentar lagi akan di bagikan, sementara di kursi depan terdengar suara ngorok Ilos dan Catur, rupanya sehabis sholat mereka kembali ngorok.

Waktu masih menunjukan pukul 08.00 pagi, sesuai jadwal yang ada kalau tidak ada halangan sekitar jam 10.00 mereka sudah mendarat di bandar udara Soekarno-Hatta, Catur dan Ilos berdiri secara bersamaan mereka ke toilet, sepertinya ingin buang air kecil, gosok gigi dan cuci muka, Noval dan Toufiq mengikuti tidak begitu lama, demikian juga dengan Ibu Bos.

Tidak begitu lama sarapan pagi secara berangsur di bagikan oleh pramugari dan pramugara, mereka menikmati nasi opor di pagi ini.

Tepat pukul 10.05 mereka tiba dengan selamat, pesawat mendarat dengan mulus, semua penumpang berucap alhamdulillah, ketika lampu tanda kenakan sabuk pengaman di padamkan, semua penumbang bergegas berdiri, mengeluarkan barang-barang yang ada di bagasi cabin, secara tertib semua penumpang keluar  dari pesawat menuju garbarata.

Setelah semua urusan imigrasi selesai dan semua barang bawaan sudah di tangan, termasuk air zam-zam dari travel, mereka segera keluar," Ibuuuu...." terdengar suara Dita, Ibu sedikit kaget karena tidak menyangka "Dita dan ada dua staf laki-laki dari kantor yang menjemput mereka,"

"Saya menghubungi driver dan satu staf OB untuk menjemput bu, tidak tahu kalau Bu Dita ikut menjemput," kata Catur melihat kebingungan Ibu, Ibu Bos mengangguk tanda mengerti.

"Wah, tambah gemukan saja Pak Catur dan Bang Ilos," kata Dita

"Ia, Bu Dita, disana makan tidur Ibadah saja," jelas Ilos

Mereka membawa dua mobil, satu mobil untuk Ibu Bos dan satu mobil operasional, Ibu dan anak-anak ingin langsung kerumah sehingga dia menggunakan mobil sendiri, Ibu mengajak Dita satu mobil dengannya, perlahan mobil meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta.

"Ya Allah, terima kasih untuk semuanya, Engkau telah memberikan aku untuk sebuah karunia yang besar," kata Catur di dalam hati, tidak henti-hentinya mensyukuri nikmat Allah ini.

EdThirtyone, 04062019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun