Waktu istirahat satu jam tiga puluh menit sudah cukup buat kami, itupun sudah di selingi dengan Jahe panas yang sungguh nikmat dengan sepiring sosis goreng, masing-masing peserta gowes sudah mencoba rem depan dan belakang apa berfungsi dengan baik, karena dari patung kuda ini, turunan terus sepanjang 8 kilometer, sampai menuju komplek perumahan Bogor Park Residence.
"Oke, sudah siap semua," Catur memulai pembicaraan
"Siap." Jawab yang lain serempak
"Kita tidak ada istirahat, langsung kembali kerumah masing-masing,"
"Jangan lupa kajian siang ini dimasjid, ba`da Ashar," lanjut Catur
Turunan kali ini kurang nyaman, pertama rem sudah mulai kurang bagus, kedua banyak sekali angkutan kota yang hilir mudik siang ini, sehingga kecepatan tidak maksimal, malah lebih banyak nge remnya.
Memasuki turunan kedua, terlihat Catur, sedang menuntun sepedanya, tidak di genjot, dengan isyarat tangan ia meyuruh kami untuk terus saja, meninggalkan dia, namun sesama goweser memiliki rasa persatuan yang tinggi, tanpa di komando satu persatu berhenti dan bertanya ada apa.
"Sepertinya ban bocor," Catur berseru sedikit kesal
"Ya, sudah kami menunggu di tempat tambal ban terdekat, di jalur ini ya," jelas Hartono sambal mengayuh kencang sepedanya, diikuti oleh goweser yang lainnya.
Jarak tukang tambal ban terdekat tidak terlampau jauh, sekitar enam ratus meter, dari tempat Catur saat kami tinggalkan tadi, mata Doddi seperti biasa sudah kesana-kemari untuk mencari warung, tempat nongkrong dan minum serta makan tentunya, dia tersenyum begitu melihat di seberang tukang tambal ban, ada warung Jawa Timur.
"Silahkan," kata si neng penjaga warung
"Ada apa aja ?" balas Doddi
"Ini kan sudah jelas, ada di etalase, nanya lagi," celetuk Anang
"Biasa basa basi," kata Doddi
"Mau ngambil sendiri apa diambilin ?" tanya si Neng
"Ambil sendiri aja," kata ku
"Silahkan," lanjut si Neng
Yang makan lagi hanya Doddi dan Anang, sementara yang lain hanya minum, minuman dingin yang tersedia di frezer.
"Sudah lama dagang disini, Neng ?" Â tanyaku
"Sudah pak, sejak nenek saya, turun ke ibu saya, sekarang ke saya," jelasnya
"Rame ngak Neng ?" lanjutku
"Alhamdulillah, pak."
"Berapa usianya Neng ?"
"Usia? Eh, dua puluh dua."
"Ada berapa putranya?"
"Eh?"
"Ya, anggap saja kami wartawan yang sedang mewawancarai." Aku menatapnya ringan, mengabaikan Catur yang baru sampai dan duduk disamping Doddi.
"Ada dua."
Wajah si Neng memerah. Sepertinya aku berhasil memojokkannya. Dia terdiam sejenak, meremas jemarinya, karena dengan tubuh nya yang kecil, masih mirip dengan anak sekolahan, tapi dia sudah berkeluarga dan memiliki dua orang putra. Boleh jadi, andai kami bukan tamunya saat ini, bukan siapa-siapa, kami pasti sudah disiram air.
"Nanti siang aku ngak ikut kajian," kata Catur
"Alasan lagi," timpal doddi, sambal mengunyah ayam goreng
"Barusan tadi dapat tilpun dari kantor."
"Di suruh lembur?" tanya Hartono
"Ngak tahu, Cuma di suruh ke kantor aja, penting."
"Kapan?" tanya Hartono lagi
"Selesai ini, sampai rumah mandi, langsung ke kantor."
Peserta gowes tertawa bersama, melanjutkan aktifitas masing-masing, sambil menunggu selesainya ban sepeda Catur selesai di tambal.
Aku mengusap wajah, menatap aktifitas para goweser kalau sedang capek dan lapar, secepatnya kuambil handphone di saku, ku abadikan moment yang sangat indah ini.
"Bang, sepedanya sudah selesai," teriak seseorang dari seberang jalan
"Siap," Catur menjawab seraya mengacungkan jempol kearah seberang
Setelah membayar semua makanan dan minuman, dari hasil patungan setiap bulannya, dan mengucapkan terima kasih kepada si Neng penjaga warung, kami melanjutkan perjalanan untuk pulang kerumah masing-masing.
Edtwo, 29042019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H