Mohon tunggu...
mirza devina
mirza devina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya adalah mahasiswi Sosiolgi di Universitas Muhammadiya Malang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Tantangan dan Realita: Ketimpangan Gender di Tempat Kerja

3 Januari 2025   01:00 Diperbarui: 3 Januari 2025   01:21 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab, pembagian kerja, dan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan budaya. Pada dasarnya konsep gender adalah sebagai konstruksi sosial, yang berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat biologis. Gender mengacu pada peran, perilaku, dan norma yang dianggap sesuai untuk laki-laki dan perempuan di dalam suatu masyarakat tertentu.

Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction between actors and struuctures with tremendous variations across men's and women's lives individually over the life course and structurally in the historical of race and class

(Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: 0.8) 

Namun, meskipun gender seharusnya memberika ruang bagi peran yang fleksibel antara laki-laki dan perempuan, kenyataannya masih banyak terjadi ketidakadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Ketidakadilan gender atau bisa disebut dengan Gender Inequality merupakan adanya ketidaksamaan atau perbedaan diantara laki-laki dan perempuan. Studi gender melihat bahwa permpuan dan laki-laki diposisikan secara berbeda dalam masyarakat, dengan perempuan seringkali berbda dalam posisi yang kurang beruntung. Studi gender juga menyoroti ketidaksetaraan gender dalam bidang ekonomi.

Ketidaksetaraan gender dalam industri merupakan kondisi di mana terdapat perbedaan perlakuan, peluang, dan hasil antara laki-laki dan perempuan di tempat kerja, yang sering kali didorong oleh stereotip, norma budaya, dan bias sistematik. Ketidaksetaraan ini mencakup berbagai aspek, seperti kesenjangan upah di mana perempuan biasanya di bayar lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang setara. Selain itu, perempuan sering kali menghadapi hambatan untuk mengakses posisi kepemimpinan karena adanya bias gender yang menganggap mereka kurang kompeten atau tidak cocok untuk peran strategis.

Dalam beberapa industri, seperti teknologi, konstruksi, dan manufaktur. Ketidaksetaraan gender juga terlihat dari dominasi laki-laki dalam jumlah tenaga kerja, sementara perempuan lebih banyak bekerja di sektor dengan upah lebih rendah atau posisi yang kurang dihargai. Diskriminasi berbasis gender, seperti pelecehan seksual, stereotip, dan kurangnya dukungan kebijakan untuk perembpuan, seperti cuti melahirkan yang memadai atau fleksibilitas kerja, semakin memperparah ketidaksetaraan ini. 

Ketidaksetaraan gender dalam industri tidak hanya merugikan perempuan tetapi juga menghambat potensi pertumbuhan perusahaan dan inovasi. Penelitian menunjukkan bahwa keragaman gender di tempat kerja dapat meningkatkan kinerja tim, kreativitas, dan produktivitas. Oleh karena itu, mengatasi ketidaksetaraan gender di industri menjadi langkah penting untuk mnciptakan lingkungan krja yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Menurut para ahli, ketidaksetaraan gender dalam dunia kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor struktural dan sosial. Menurut Dr. Alice Eagly, seorang psikolog sosial, bias gender mengakar dalam budaya organisasi sering kali mempengaruhi bagaimana perempuan dan laki-laki dinilai di tempat kerja. Selain itu, Sheryl Sandberg, penulis "Lean In", berpendapat bahwa ketimpangan gender tidak hanya berasal dari hambatan eksternal, tetapi juga dari hambata internal seperti kurangnya kepercayaan diri dan kekuatan untuk mengambil resiko.

Penyebab Utama Ketimpangan Gender

  • Budaya Patriarki: Norma sosial yang mengakar sering kali membatasi peran perempuan hanya pada lingkup domestik, sehingga menghambat kemajuan mereka di dunia profesional.
  • Stereotip Gender: Pekerjaan tertentu masih dianggap lebih cocok untuk laki-laki atau perempuan, yang menyebabkan segregasi pekerjaan berdasarkan gender.
  • Bias Gender: Keputusan dalam perekrutan, promosi, dan penilaian kinerja sering kali dipengaruhi oleh bias gender yang merugikan perempuan.
  • Beban Ganda: Perempuan sering kali harus menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dengan tugas rumah tangga yang menambah beban mereka secara signifikan.
  • Akses Terbatas: Dalam beberapa kasus, perempuan memiliki akses yang lebih sedikit terhadap pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk maju dalam karier.

Dampak Ketimpangan Gender

Ketimpangan gender memberikan dampak signifikan dari sisi ekonomi, sosial, dan organisasi. Kesenjangan penghasilan adalah salah satu dampak utama, di mana perempuan sering kali dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Representasi perempuan dalam posisi kepemimpinan juga masih sangat minim akibat hambatan struktural. Hal ini menyebabkan rendahnya keragaman gender di sektor-sektor strategis seperti teknologi dan konstruksi, yang brdampak pada penurunan inovasi dan kreativitas.

Pandangan Sosiologis terhadap Ketimpangan Gender

Menurut teori feminisme, ketidaksetaraan gender adalah hasil dari konstruksi sosial dan bukan perbedaan biologis. Dalam sistem kapitalisme, perempuan sering ditempatkan pada posisi subordinat yang menghambat akses mereka ke peluang yang setara. 

Tantangan dalam Mengatasi Ketimpangan Gender

  • Stereotip Gender: Pandangan bahwa pekerjaan tertentu hanya cocok untuk laki-laki atau perempuan.
  • Budaya Kerja Patriarkial: Bias gender dalam pengambilan keputusan dan promosi.
  • Kebijakan yang tidak mendukung: Misalnya, kurangnya cuti melahirkan atau kebijakan yang fleksibel.
  • Kurangnya Akses terhadap Pelatihan: Banyak perempuan tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
  • Kesadaran yang Rendah tentang Keragaman: Manajemen sering kali kurang memahami pentingnya keberagaman gender.

Upaya Menuju Kesetaraan Gender

  • Edukasi dan Pelatihan: Meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberagaman dan bias gender.
  • Fleksibilitas Kerja: Kebijakan kerja fleksibel dapat membantu karyawan menyeimbangkan kehidupan kerja dan pribadi.
  • Kebijakan Perusahaan yang Inklusif: Transparasi upah, mentoring untuk perempuan, dan program pengembangan karier.
  • Perubahan Budaya Organisasi: Menciptakan budaya kerja yang inklusif dan mendukung kesetaraan gender.
  • Kolaborasi Multi-Stakeholder: Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil.

Kesimpulan

Ketimpangan gender di tempat kerja adalah isu yang harus ditangani karena dampaknya merugikan perempuan,perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk mnciptakan lingkungan kerja yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Dengan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keberagaman, dan melakukan perubahan budaya dalam organisasi, potenis penuh dari tenaga kerja dapat dioptimalkan. Hal ini pada akhirnya akan mendukung prtumbuhan ekonomi dan inovasi yang lebih baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun