Mohon tunggu...
Mirza
Mirza Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pengajar dan petani yang suka bermain sepak bola dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Potensi Napi Korupsi dalam Pilkada 2024

19 Juni 2022   07:34 Diperbarui: 19 Juni 2022   07:42 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan kepala daerah tahun 2024 masih relatif lama, terhitung masih  menyisahkan waktu 2 tahunl ebih. Namun demikian, riak-riak politik sudah santer terdengar dan sangat dinamis. 

Hal ini ditandai dengan Berbagai persoalan menguat bersamaan dengan munculnya figur yang dianggap berpotensi menjadi kandidat kepala daerah, salah satunya, syarat yang harus dipenuhi seorang calon kepala daerah yang pernahmenjadi NAPI korupsi.

Mengenai syarat calon kepala daerah berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) telah dilakukan uji materiil di mahkamah konstitusi sebagai implikasi atas berbagai masalah dalam implmentasinya. 

Setidaknya, tentang syarat calon kepala daerah eks Koruptor ini telah diuji materiil sebanyak 5 (lima kali) sebelum putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019.

Diketahui, uji materiil ini telah berulangkali dimohonkan oleh perseorangan yang merasa hak-haknya dirugikan atas diberlakukannya undang-undang maupun organisasi non pemerintah yang menganggap syarat-syarat calon kepala daerah terlalu"enteng" atau setidak-tidaknya lemah sehingga banyak dilanggar oleh konstituen/kandidat Ketika terpilih menjadi Kepala Daerah. 

Dalil yang diajukan Lembaga swadaya masyarakat lebih menitik beratkan pada fenomena dan pengalaman empiris yang dicatat sebagai pelanggaran atas integritas kandidat yang ditandai dengan operasi tangkap tangan maupun  status pejabat public yang statusnya menjadi terdakwa dalam beberpa kasus korupsi.

Pemilihan kepala daerah sedianya adalah pesta rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, calon kepala daerah berasal dari rakyat dan bertugas untuk melayani kepentingan rakyat, diatas kepentingan pribadi  atau golongan, atau kepentingan tertentu yang menciderai Amanah rakyat. 

Karena itu, penting untuk rekruitmen yang tidak lagi digembosi oleh niat buruk atau tersandra dengan  kepentingan elit dari kandidat, hal ini menjadi penting, karena menjadi pemimpin diharapkan tidak menjadi beban rakyat kelak sebagaimana di sebutkan dalam pertimbangan mahkamah konstitusi dalam Putusan 4/PUU-VII/2009, halaman 124. 

"Terhadap jabatan publik yang pengisiannya dilakukan dengan cara pemilihan oleh rakyat, Mahkamah berpendapat, hal  tersebut tidaklah dapat sepenuhnya diserahkan kepada rakyat tanpa persyaratan sama sekali dan semata-mata atas dasar alas an bahwa rakyatlah yang akan memikul sendiri risiko pilihannya. Sebab, jabatan demikian haruslah dipangku oleh orang yang kualitas dan integritas tinggi.

Namun demikian, peraturan perundang-undangan tidak pula membatasi itikad baik warga Negra yang ingin berperan aktif dalam pembangunan dan kemajuan suatu daerah melalui jabatan public, apalagi menjadi kepala daerah tentunya memiliki peran sentral dan strategis khusunya dalam penentuan keputusan dan kebijakan. 

Undang-undang sangat menghargai hak asasi manusia sepanjang diatur dalam meknissme peraturan perundang-undangan, inilah batasannya, sehngga, esensi pesta demokrsi menjadi jelas dan terukur untuk kemaslahatan orang banyak dan rakyat secara umum.

Ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah yang diatur dalam undang-undang yaitu Pertama, Seorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik; Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara; Ketiga, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai mantan narapidana (Napi); Keempat, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang (residivis). Konsep ini pada dasarya telah jelas dan pasti, namun dalam penafsirannya masih sangat rentan perdebatan.

Kepala Daerah merupakan jabatan yang terhormat dan mampu membawa masyarakat untuk menuju kesejahteraan dan keadilan yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Semoga pemilihan kepala daerah 2024 tercipta pemimpin daerah yang memiliki kompetensi dan mampu melayani masyarakat dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945khususnya dalam alinea keempatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun