Manajemen risiko sangat diperlukan guna mengatasi dan mencegah risiko-risiko yang bisa saja terjadi pada suatu perusahaan. Manajemen risiko sendiri adalah proses mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan ancaman terhadap modal dan pendapatan organisasi. Ada tiga hal yang penting terhadap stabilitas keuangan yaitu pengawasan terhadap profil risiko, modal dan disiplin pasar. Ada banyak jenis-jenis risiko yang dapat terjadi pada lembaga keuangan syariah, yaitu:
- Risiko Bisnis
Risiko bisns menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan non-bank. Risiko bisnis meliputi risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan risiko reputasi.
- Risiko Nonbinis
Risiko nonbisnis adalah jenis risiko yang tidak berada di bawah kendali perusahaan. Risiko nonbisnis ini biasanya dari eksternal perusahaan, seperti masalah politik dan ekonomi.
- Risiko KeuanganÂ
Risiko keuangan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah risiko yang dihadapi oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam menjalankan kegiatan usahanya yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan. OJK mewajibkan LJK untuk menerapkan manajemen risiko untuk mengelola risiko yang dihadapi.
- Risiko Pasar
Risiko pasar adalah jenis risiko yang terjadi disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar kendali perusahaan.
- Risiko Kredit
Risiko kredit adalah jenis risiko yang berkaitan dengan peluang kegagalan dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
- Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah risiko akibat ketidakmampuan Lembaga Jasa Keuangan Nonbank  (LJKNB) untuk memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas.
- Risiko Operasional
Risiko operasional menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah risiko kerugian akibat tidak memadainya atau gagalnya proses internal, faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dan sistem yang bersumber dari kejadian eksternal.
- Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan oleh tuntutan hukum. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), risiko hukum yakni sebagai akibat dari adanya tuntutan hukum dan/ atau kelemahan aspek yuridis.
Sesuai judul diatas maka pada artikel kali ini akan lebih menjelaskan tentang risiko kredit. Berdasarkan Pasal 1 Poin 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016, risiko kredit merupakan risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati, termasuk riisko kredit dari akibat kegagalan debitur, risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk. Berdasarkan Pasal 1 Poin 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44/POJK.05/2020, risiko kredit merupakan risiko sebagai akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Lembaga Jasa Keuangan Nonbank (LJKNB). Manajemen risiko kredit adalah aspek penting dalam industri keuangan syariah.Â
Dalam konteks ini, risiko kredit mengacu pada potensi kerugian yang timbul akibat gagalnya pihak yang meminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran. Agar lembaga keuangan syariah dapat beroperasi secara efektif dan mengelola risiko yang terkait dengan kredit, penerapan manajemen risiko kredit menjadi suatu keharusan. Manajemen risiko kredit melibatkan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan memonitor risiko yang terkait dengan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah.Â
Prosedur yang efektif dalam manajemen risiko kredit melibatkan evaluasi kualitas kredit, penetapan batasan kredit yang sesuai, pemantauan secara berkala, dan pengambilan tindakan yang diperlukan untuk mengurangi risiko kredit. Manajemen risiko kredit harus mematuhi prinsip-prinsip syariah yang melarang riba dan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah perlu mengembangkan kerangka kerja khusus yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam penerapan manajemen risiko kredit mereka. Faktor-faktor seperti kepatuhan terhadap prinsip syariah, evaluasi bisnis berdasarkan prinsip keadilan, dan perhatian terhadap risiko moral harus menjadi fokus utama dalam manajemen risiko kredit keuangan syariah.Â
Risiko kredit biasanya dibagi menjadi dua bagian: sistematis dan tidak sistematis. Risiko sistematik muncul dari fluktuasi kondisi ekonomi, sosial dan politik dan mempengaruhi semua pasar keuangan dan surat berharga yang diperdagangkan di pasar. Risiko kredit yang tidak sistematis bergantung pada karakteristik industri tempat perusahaan beroperasi. Ini terdiri dari unsur-unsur seperti manajemen yang lemah, inovasi baru, perkembangan teknologi dan perubahan konsumen. Risiko administratif, operasional, keuangan dan industri diidentifikasi sebagai risiko tidak sistematis.
Mitigasi risiko kredit juga diperlukan oleh lembaga keuangan syariah, mitigasi risiko kredit berguna untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi. Dalam setiap pemberian kredit dari lembaga keuangan syariah kepada nasabah tentu saja akan mengandung risiko, risiko dalam hal ini adalah kredit yang bermasalah. Kredit merupakan risiko aset bagi lembaga keuangan syariah, karena aset bank telah dimiliki oleh pihak luar yaitu nasabah. Â Kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah terkadang tidak dikembalikan oleh nasabah tepat waktu atau sesuai yang telah di perjanjikan sehingga hal ini yang disebut sebagai kredit bermasalah.Â
Resiko kredit tentunya perlu penanganan yang tepat, oleh karena itu lah mitigasi risiko kredit diperlukan. Sebelum memberikan pemberian kredit hendaknya lembaga keuangan syariah perlu melakukan analisis yang mendalam. Dengan cara mencari tau latar belakang ekonomi nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan kredit. Â Dengan begitu seharusnya lembaga keuangan syariah dapat menilai seberapa besar kemungkinan gagal bayar yang akan terjadi apabila nasabah tersebut mendapatkan pemberian kredit. Penilaian untuk memberikan suatu pemberian kredit dilakukan dengan berpedoman pada analisi prinsip 4P, 5C dan 3R. Adapun penjelasan dari 4C yaitu:
- Personality
Pihak lembaga keuangan syariah mencari tau data secara lengkap mengenai nasabah yang ingin mengajukan permohonan pemberian kredit.
- Purpose
Pihak lembaga keuangan syariah mencari tau tujuan dari nasabah dalam mengajukan permohonan pemberian kredit.
- Prospect
Pihak lembaga keuangan syariah mempelajari secara cermat tentang apa usaha yang akan dilakukan nasabah.
- Payment
Pihak lembaga keuangan syariah harus mengetahui kemampuan melunasi hutang dari nasabah yang mengajukan permohonan pemberian kredit.
Adapun penjelasan menganai 5C adalah sebagai berikut:
- Character
Lembaga keuangan syariaih harus yakin bahwa nasabah yang diberikan kredit dapat dipercaya.
- Capacity
Lembaga keuangan syariah melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnis.
- Capital
Lembaga keuangan syariah melihat penggunaan modal, dengan melihat laporan keuangan.
- Collateral
Jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
- Condition of economy
Lembaga keuangan syariah hendaknya menilai nasabah dari kondisi ekonomi.
Adapun penjelasan mengenai 3R adalah sebagai berikut:
- Returns
Hasil yang diperoleh debitur dalam hal ketika kredit telah dimanfaatkan dan dapat diantisiapsi oleh calon kreditur
- Repayment
Kemampuan bayar dari pihak debitur juga harus dipertimbangkan.
- Risk Bearing Ability
Sejauh mana terdapat kemampuan debitur untuk menanggung risiko.
Dengan demikian jika lembaga keuangan syariaih sudah melakukan mitigasi risiko kredit seperti diatas, maka risiko gagal bayar akan terminimalisir. Karena analisis yang mendalam kepada calon nasabah sangat penting sebelum lembaga keuangan syariah menyalurkan dana nya kepada nasabah pemohon. Mitigasi risiko ini memang harus dilakukan pada tahap awal guna mengetahui kesanggupan nasabah dalam melakukan pembayaran kepada lembaga keuangan syariah.Â
Pihak lembaga keuangan syariah juga harus teliti dan cermat dalam mencari data calon nasabah, agar pihak lembaga keuangan syariah dapat menilai dengan betul kesanggupan calon nasabah tersebut dalam melakukan pembayaran kepada lembaga keuangan syariah. Namun terkadang walaupun sudah dilakukan analisis yang sangat mendalam terhadap calon nasabah, potensi gagal bayar masih saja terjadi dalam lembaga keuangan syariah. Tetapi setidaknya lembaga keuangan syariah sudah melakukan usaha untuk meminimalisir risiko tersebut. Karena risiko kredit sendiri adalah risiko yang tidak dapat dihindari oleh lembaga keuangan syariah, karena pasti risiko kredit akan selalu ada dalam lembaga keuangan syariah maupun lembaga keuangan konvensional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H