Tidak lama kemudian sampailah kami di daerah kompleks perumahan wartawan serta berhenti dimuka pintu rumah. Begitu masuk rumah saya disambut oleh ibu saya yang usianya sudah senja, lantas saya memeluknya sambil mengucapkan beribu-ribu terimakasih karena beliaulah yang selama 13 tahun melindungi dan membesarkan anak-anakku. Begitu pula saya memeluk anak-anakku dan tanpa terasa airmataku berlinang karena gembira dan terharu. Si bungsu yang ku tinggalkan 13 tahun lalu di usia 5 bulan, sudah kelas satu SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pertemuan kami berlangsung dalam suasana akrap dengan tangisan dan tawa karena gembira. Tiba saat makan bersama sekeluarga dalam suasana penuh cinta kasih. Mulailah masing-masing dari anak-anakku menceritakan pengalaman, dan ada pula yang sifatnya bertanya. Malam pertama penuh kenangan sangat indah, berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.
Sekembali saya di rumah memang disambut sangat hangat oleh anak-anak yang telah dewasa. Anak tertua saya umurnya sudah mencapai 28 tahun, sedangkan ibu saya kelihatan mulai sakitan. Saya baru menyadarinya bahwa sudah sekian lama kami dipisahkan, dimana dalam proses perpisahan selama 13 tahun lamanya ternyata anak tertua dipaksakan oleh situasi dan kondisinya untuk dibebani tanggung jawab besar. Beban berat tidak hanya dipaksa untuk perperan sebagai Ayah maupun Ibu, tapi pula untuk membiayai hidup keluarga, serta membesarkan adik-adiknya. Ibu saya dengan setia mendampingi, melindungi dan mendidik anak-anakku. Saya sangat terharu dan bangga terhadap anak-anak yang pada akhirnya dapat berhasil melindungi, mendidik dan membesarkan dirinya dalam pendampingan Ibuku.
Di rumah saya mencoba membiasakan diri untuk membaca koran harian yang memakai huruf latin karena selama di dalam penjara, saya terbiasa membaca huruf Arab. Usaha mengenal anak-anakku, para tetangga dan lingkungan terdekat berjalan lancar, bahkan dalam waktu singkat saya sudah ikut serta kegiatan seperti arisan para Ibu-ibu di Kompleks kami. Yang paling terpenting buat saya ialah secara intensif belajar mengenal anak-anakku yang sudah besar dan mendewasa.
Kartu Penduduk
Esok harinya saya pergi ke KODIM (Komando Disrik Militer) karena sebelumnya telah disarankan oleh militer dari KODAM-Jakarta untuk mengunjungi Kantor KODIM. Sesampainya saya di kantor KODIM suasana ruangan sangat sepi; saya satu-satunya tamu ketika itu, dan disitu yang bertugas hanya seorang Bapak Militer. Sebenarnya saya tidak mengetahui maksud dari kunjungan wajib saya ke Kantor KODIM karena sebelumya tidak ada penjelasan. Ternyata kedatangan saya dimaksudkan untuk diberi Kartu Penduduk, yang rupanya segala sesuatunya telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diatur rapi.
Bapak Militer tersebut tidak memerlukan keterangan-keterangan lebih lanjut mengenai diri saya, maka tidak lama kemudian Kartu Penduduk sudah diberikan kepada saya. Dengan senang hati saya pulang kerumah, tapi setelah sampai dirumah saya perhatikan kartu penduduk tersebut terlihat tanda kode dengan huruf ET. Hanya seketika saya kaget dan heran sekali mengenai pencantuman kode ET, yang adalah singkatan dari Ex- TAPOL. Saya langsung merasa serta berpikir mengenai status baru saya sebagai seorang warga negara Republik Indonesia, yang mana status sipilnya di diskriminasi oleh pemerintah Orde Baru. Hal ini karena pengalaman saya pernah dihukum penjara selama 13 tahun tanpa proses pengadilan. Tapi setelah itu saya mencoba untuk langsung menutup pikiran dan perasaan saya, serta melihat kemasa depan, bagaimana pengalaman hidup nantinya dalam masyarakat bangsa Indonesia periode Orde Baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H