Mohon tunggu...
MiRa Kusuma
MiRa Kusuma Mohon Tunggu... -

Hobby menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wawancara dengan Ibu Rusiyati

1 Oktober 2010   01:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

D. Pengontrolan dan interogasi
Kehidupan didalam penjara tidak lepas dari pengontrolan ketat dan interogasi. Pengontrolan dilakukan oleh satuan militer angkatan darat dalam jumlah banyak, yang datang dari luar penjara. Mereka menginstruksi para TAPOL keluar dari sel-kamar masing-masing untuk berbaris dan kemudian disuruh berhitung. Sementara itu sebagian dari rombongan kesatuan militer lainnya masuk  ke dalam tiap sel-kamar dan memeriksa semua isi dalam sel-kamar tersebut. Suatu kali mereka menemui kertas-kertas tua didalam buku agama. Memang kehidupan kami dipenjara tanpa secarik kertas, bolpoin ataupun alat tulis lainnya. Buku bacaan yang diperbolehkan hanya terbatas pada buku-buku agama. Karena saya beragama islam maka buku bacaan kitab Al qur'an.  Pengontrolan dilakukan cukup sering jadi didalam penjarapun masih ada penggeledahan.

Interogasi dilakukan dengan cara satu persatu dipanggil untuk menghadap. Biasanya dilakukan pada malam hari sewaktu kami sedang tidur nyenyak. Dalam interogasi pertama terhadap saya ditangani oleh seorang kapten dari Angkatan Darat. Pertanyaan pertama yang diajukan a.l. " Apakah anda sudah mengetahui bahwa anda termasuk golongan A?" Lantas saya menjawab: " Saya belum mengetahui hal itu, lagi pula saya belum mengerti mengenai pembedaan kategori antara golongan A, B dan seterusnya."  Rupanya pertanyaan saya dianggap sebagai pertanyaan lucu lalu dia menerangkan bahwa golongan A termasuk kategori berat untuk dihadapkan ke proses pengadilan dengan vonis hukuman seumur hidup atau hukuman mati, sedangkan golongan C termasuk kategori paling ringan serta tidak perlu melalui proses pengadilan. Selanjutnya saya bertanya kembali mengenai diri saya yang termasuk kategori berat dengan golongan A. Penjelasannya adalah bahwa D.P Karim (Ketua PWI Pusat, Persatuan  Wartawan Indonesia) juga termasuk kategori berat dengan golongan A. Lantas saya menjelaskan mengenai diri saya yang bekerja sebagai wartawan di ANTARA serta hubungannya dengan PWI sebagai organisasi Persatuan Wartawan yang berfungsi melindungi hak kerja wartawan. Untuk itu bagi orang bekerja sebagai wartawan dengan sendirinya ingin juga menjadi anggota PWI. Jadi saya di PWI hanya sebagai anggota biasa karena status pekerjaan saya sebagai wartawan dengan demikian hubungannya dengan pekerjaan dalam organisasi persatuan Wartawan sama sekali tidak ada. Kemudian Bapak kapten menyatakan bahwa saya memang tergolong dalam kategori B dan kedatangannya khusus untuk mengecek segala sesuatu yang diperlukan.

Interogasi ke dua saya berhadapan dengan seorang Letnan dari ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia). Rupanya dia pernah juga menginterogasi saya sewaktu saya masih berada di LIDIKUS. Setelah interogasi kedua, saya tidak tahu lagi sampai berapa kali saya musti berhadapan dengan Letnan tersebut dan yang jelas prosesnya cukup lama serta  pertanyaannyapun sangat teliti. Tini juga untuk beberapa kali di interogasi tapi ditangani oleh militer dari Angkatan Darat. Berapa lama kemudian Tini dibebaskan karena ternyata yang dicari bukannya dia yaitu seorang gadis lain bernama Hartinah bekerja sebagai sekretaris Direksi.

Sekitar tahun 1966 saya dipanggil kembali untuk datang keruang interogasi. Kali ini saya tidak berhadapan dengan Letnan-ALRI melainkan dengan beberapa ibu-ibu cantik berpakaian bagus, kemudian saya dipersilahkan untuk duduk. Dengan ramah mereka secara bergantian mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dikemudian hari saya dengar bahwa mereka itu adalah para ahli Psychology yang bekerja men-screaning para TAPOL untuk menilai sampai seberapa jauh tahanan politik kena pengaruh ideologi Komunis.

E. Golongan C dan keputusan mendadak
Masa interogasi saya rupanya sudah selesai sama sekali karena menurut petugas militer saya termasuk kategori golongan C dan diberitakan bahwa tidak lama lagi akan dibebaskan.  Akhir tahun 1968 suasana penjara Bukit Duri mengalami ketegangan dan sebab dari perubahan suasana tersebut tidak saya ketahui secara jelas. Kami mengalami pengontrolan ketat dan kesempatan secara bergantian untuk pergi belanja ke luar penjara ditiadakan. Pertemuan dengan keluarga untuk sementara tidak diijinkan jadi kami hanya bisa menerima kiriman makanan dari keluarga.

Sekitar tahun 70 an ada berita lain mengabarkan bahwa TAPOL-laki laki golongan B akan diberangkatkan ke pulau Buru. Tidak lama kemudian diberitakan kembali bahwa TAPOL-Perempuan golongan B juga akan diberangkatkan ke Plantungan. Dijelaskan bahwa Plantungan merupakan tempat di pegunungan, letaknya tidak jauh dari kota Semarang. Plantungan dinilai sebagai tempat penjara terbuka dan lebih baik dari penjara Bukit Duri.  Sementera itu saya tetap sibuk mempersiapkan diri untuk menunggu waktu pembebasan saya.  Biarpun suasana ketegangan dalam penjara masih belum pulih tapi saya tetap coba untuk mempunyai rasa kegembiraan serta pengharapan besar untuk bisa berkumpul kembali bersama anak-anakku.

Suatu kali kami dikunjungi oleh komandan dari penjara Salemba. Saya mempertanyakan diri mengenai kedatangan komandan tersebut ke penjara Bukit Duri. Tidak berapa lama kemudian keputusan untuk diberangkatkan ke Plantungan tiba waktunya. Ternyata saya beserta  2 orang golongan C lainnya juga diikut sertakan bersama golongan B. Kami diberangkatkan pada subuh pagi jam 4.

Plantungan periode 1971 – 1975

A. Berkenalan dengan lokasi pengasingan
Perjalanan cukup melelahkan, akhirnya kami sampai juga di Plantungan dimana tempat jaman pendudukan Kolonial Belanda dipakai sebagai tempat pengasingan orang-orang berpenyakit lepra. Memang letaknya sangat terpencil dan dikelilingi pegunungan.

Kedatangan kami diterima oleh Komandan Prayogo bersama stafnya di kantor komandan. Setelah itu kami dibawa ke salah satu tempat tidak berjauhan dengan kantor tersebut. Kesan pertama ketika kami datang, yaitu udara sejuk bisa memberikan rasa nyaman. Tapi sa'at itu perasaan saya hanya tertuju pada anak-anakku yang belum mengetahui keberadaan ibunya di pengasingan Plantungan. Akhirnya saya merasa lelah dan tertidur pulas.

Esok pagi harinya kami mulai berkenalan dengan lokasi dimana sebelumnya tidak pernah disentuh oleh kehidupan lingkungan manusia. Kami yang didatangkan dari Jawa tengah dan Jakarta merupakan rombongan pertama sebagai penghuni lokasi Pelantungan. Memang sejak berakhirnya penjajahan Belanda lokasi tersebut menjadi tempat penghuni binatang liar seperti ular berbisa, kelabang dan binatang berbisa lainnya. Dikatakannya bahwa dalam kompleks Blok sebelum kedatangan kami sudah dibersihkan oleh ahli pengusir ular tapi ternyata masih ditemukan satu ular.  Begitu juga dengan lokasi sekitarnya masih ditemukan beberapa binatang berbisa lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun