Mohon tunggu...
Miratul Ismiyah Sileuw
Miratul Ismiyah Sileuw Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adanya Kesamaan Perilaku antar Anggota Keluarga (Gen atau Pengasuhan?)

30 Juni 2021   10:00 Diperbarui: 30 Juni 2021   14:55 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti di antara kita, pernah terbesit pertanyaan tentang mengapa kita memiliki perilaku yang sama dengan anggota keluarga kita? Bahkan, meskipun kita mencoba untuk mengelak, tetap saja, tanpa sadar ada beberapa perilaku kita yang setidaknya memiliki kesamaan dengan anggota keluarga, sebagian atau salah satu dari mereka. Ada sebuah pepatah yang dapat menggambarkan tentang persoalan ini, 'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Siapa yang tidak asing dengan pepatah seperti ini, pepatah yang cukup menjelaskan bahwa sebenarnya antara diri kita dengan anggota keluarga pasti memiliki kesamaan, meskipun tidak semua yang ada pada diri anggota keluarga sama dengan diri kita. Salah satunya yaitu fisik yang kita miliki, tentu saja ada beberapa kesamaan, dan jelas hal tersebut karena adanya gen dari orangtua. Bagaimana jika perilaku yang memiliki kesamaan? Apa perilaku kita merupakan warisan gen dari orangtua ataukah ada penyebab lainnya? Sebenarnya ada yang berpendapat bahwa hal itu disebabkan karena pewarisan gen dari orangtua terhadap anak dan keturunan selanjutnya. Tapi, ada juga yang berpendapat bahwa perilaku tersebut bisa memiliki kesamaan karena pengaruh lingkungan atau interaksi kita dengan anggota keluarga, yang kemungkinan menjadikan perilaku tersebut bisa juga ada pada diri kita. Untuk itu, agar dapat memahami secara jelas, berikut ini akan dijelaskan sebab akibat dari persoalan tersebut.

Dari sudut pandang Psikologi, secara umum ada dua identifikasi terkait mengapa perilaku memiliki kesamaan antar anggota keluarga. Identifikasi yang pertama, yaitu dari genetika perilaku (behavioral genetics) yang merupakan golongan nativisme, menyatakan bahwa kesamaan perilaku manusia ditekankan pada gen dan karakteristik dasar (bawaan sejak lahir) atau disebut nature (Wade Tavris, 2016: 79). Dalam buku yang sama, seorang tokoh Psikolog, Edward L Thorndike (1903), menekanan bahwa faktor hereditas merupakan penentu yang penting dalam kehidupan manusia (Wade Tavris, 2016: 79). Oleh karena itu, para golongan nativisme ini meyakini bahwa kesamaan perilaku kita dengan anggota keluarga adalah karena faktor gen atau bawaan, apa yang diwariskan dari gen tersebutlah yang membentuk diri kita, termasuk di dalamnya perilaku yang kita miliki. Namun, apakah jika pewaris memiliki perilaku yang jahat sepanjang hidupnya akan menjadikan keturunannya juga memiliki perilaku yang serupa? Jika kita memegang pada identifikasi dari golongan nativisme ini, mungkin masih terdapat keraguan untuk bisa menjelaskan secara lebih jelas perihal kesamaan perilaku antar anggota keluarga, sebab bisa saja apa yang diwariskan tersebut bisa berubah seiring perkembangan manusia.

Selanjutnya, terdapat identifikasi yang kedua, dari psikologi evolusi (evolutionary psychology) yang merupakan golongan empiricist, menyatakan bahwa kesamaan perilaku antar anggota keluarga itu karena faktor pengasuhan (nurture), pengalaman, dan proses belajar (Wade Tavris, 2016: 79). Penjelasan tersebut juga didukung oleh pernyataan dari seorang tokoh behaviorisme, John B Watson (1925) mengungkapkan bahwa manusia itu bagaikan tabula rasa atau lembaran yang putih bersih, kemudian pengalaman sepanjang hidup manusia yang akan mengisi lembaran tersebut dalam segala pesan, menjadikannya berupa sifat dasar manusia yang diperoleh dari pengasuhan (nurture), pengalaman, dan juga proses belajar (Wade Tavris, 2016: 79). Namun, identifikasi kedua ini juga tidak serta-merta dapat dijadikan patokan untuk menjelaskan perihal kesamaan perilaku yang ada di antara anggota keluarga, karena golongan empiricist ini menyampingkan faktor gen atau bawaan yang sejatinya juga merupakan faktor penting dalam hidup manusia. Sehingga, tidak bisa jika hanya fokus pada salah satu dari dua identifikasi itu untuk menjelaskan perihal bagaimana perilaku terbentuk pada manusia.

Kemudian, ada juga pendapat lain mengenai perkembangan perilaku manusia. Menurut Zainal Arifin tahun 2017, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku manusia. Faktor pertama dan kedua sama dengan identifikasi dari sudut pandang psikologi, yaitu faktor bawaan atau gen dari aliran nativisme, dan faktor lingkungan (pengalaman) dari aliran empirisme.Namun, selain kedua faktor tersebut, ada faktor ketiga yaitu faktor dari aliran konvergensi, yang menyatakan bahwa perkembangan manusia termasuk perilaku dan hal terkait lainnya merupakan gabungan antara faktor bawaan (hereditas) dan faktor lingkungan (pengalaman dan pengasuhan) (Zainal Arifin, 2017). Tokoh dalam aliran konvergensi yang merupakan seorang filsuf dan psikolog Jerman, Louis William Stren (1871-1938), mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut tidak hanya dari faktor lingkungan (pengalaman), juga tidak sepenuhnya dari faktor bawaan (hereditas), melainkan karena dari dua faktor tersebut (Zainal Arifin, 2017:56). Berdasarkan penjelasan ini, bahwa perilaku yang memiliki kesamaan dengan sebagian atau salah satu dari anggota keluarga kita tidak sepenuhnya berasal dari gen atau bawaan sejak lahir, tetapi juga karena pengasuhan dan pengalaman dari lingkungan yang terjadi disepanjang hidup manusia. Kemudian, antara faktor bawaan dan lingkungan terhadap perilaku saling mempengaruhi satu sama lain, tidak ada di antara keduanya yang berjalan masing-masing, tetapi saling memberikan kontribusi dalam membentuk perilaku. Dengan kata lain, faktor bawaan tidak berarti apa-apa dalam membentuk perilaku tanpa adanya dukungan dari faktor lingkungan (pengalaman). Sehingga, karena hal tersebutlah yang menjadi penjelasan dari pertanyaan mengapa perilaku yang kita miliki bisa sama dengan sebagian atau salah satu dari anggota keluarga kita. Lantas, bagaimana contoh dari hasil identifikasi terkait adanya kesamaan perilaku di antara anggota keluarga? Agar dapat mengetahui secara lebih jelas lagi, berikut akan dijelaskan contoh dari hasil identifikasi terkait dengan adanya kesamaan perilaku antara anak dan orangtua atau anggota keluarga lainnya. Untuk contoh kali ini, akan dipakai permisalan, karena lebih terfokus pada bagaimana gen dan lingkungan (pengasuhan) merupakan faktor adanya perilaku yang memiliki kesamaan di antara anggota keluarga.

Seorang anak yang berada pada masa dewasa muda memiliki perilaku emosional, yang mana perilaku emosional ini juga sama dengan perilaku salah satu dari kedua orangtuanya. Kemudian selain itu juga, salah satu dari kedua orangtuanya memiliki riwayat hipertensi. Siapa yang tidak tahu perihal hipertensi? Atau biasa kita sebut dengan darah tinggi. Mungkin sebagian dari kita ada yang sudah tahu bahwa hipertensi bisa terjadi pada siapa saja terutama diusia dewasa karena faktor pola hidup yang tidak sehat, umur, dan juga lingkungan. Selain karena faktor tersebut, hipertensi juga bisa terjadi karena faktor keturunan. Bahkan, hipertensi karena faktor keturunan ini mempunyai risiko dua kali lebih besar daripada orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi dikeluarganya (Suparta dan Rasmi, 2018: 118). Gen yang mengatur tekanan darah berjumlah sekitar dua puluh sampai lima puluh, salah satu dari gen tersebut mengkode angiotensinogen yang merupakan protein yang jumlahnya sangat tinggi pada penderita hipertensi dan memiliki fungsi dalam sistem pembuluh darah serta keseimbangan cairan tubuh (Victoria, Yuliati, dan Latifah, 2011: 244).

Karena sang anak muda tadi memiliki riwayat hipertensi, sehingga perilaku yang muncul juga sama dengan orangtuanya yang juga memiliki riwayat hipertensi, yaitu perilaku yang emosional. Apakah benar hipertensi dapat mempengaruhi sang penderita memiliki perilaku yang emosional? Hipertensi dapat menyebabkan adanya perubahan pada pembuluh darah, perubahan ini berdampak pada Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) yang kemudian terjadi penstimulasian padakorteks adrenal untuk melepas kortisol, sehingga mendorong hipotalamus dan amigdala di dalamnya yang berfungsi sebagai pengatur kecerdasan emosional (EI) untuk diarahkan pada potensial yang lebih sensitif seperti amarah dan emosionalitas (Muhammad dan Rina, 2019: 2). Selain mendapatkan gen hipertensi, sang anak muda ini juga sejak kecil mendapatkan pengasuhan yang keras, sehingga secara tidak langsung pengasuhan tersebut memancing perilaku emosional. Dari hal tersebut, kita bisa pahami bahwa antara gen dan pengasuhan saling mempengaruhi satu sama lain. Sang anak muda tersebut memiliki perilaku emosional sama seperti orangtuanya, kemudian karena adanya gen hipertensi yang diturunkan oleh sang orangtua menyebabkan adanya perilaku emosional. Namun, sebelum perilaku itu terdeteksi, pengasuhan yang diberikan orangtuanya sejak kecil sangatlah keras, hal inilah yang memunculkan adanya perilaku emosional. Dalam artian, berarti pengasuhan mempengaruhi gen hipertensi, sehingga menimbulkan adanya perilaku emosional yang tentu saja memiliki kesamaan dengan salah satu dari kedua orangtua sang anak muda tersebut. Kemudian, selain pengasuhan yang keras, keadaan lingkungan dan juga pengasuhan  yang lainnya juga dapat mempengaruhi gen lainnya yang diturunkan oleh kedua orangtuanya, sehingga memunculkan lagi perilaku yang sama dengan orangtua.

Berdasarkanbeberapa penjelasan dan contoh di atas, kemudian hal tersebut dapat dipertegas dengan penjelasan biologis terkait munculnya perilaku yang sama dengan orangtua atau keluarga terdekat. Penjelasan biologis tersebut terbagi menjadi empat kategori, yaitu penjelasan fisiologis, ontogenetik, evolusioner, dan fungsional. Namun, dari keempat penjelasan biologis tersebut, berdasarkan hasil dari identifikasi munculnya perilaku yang sama dan juga didukung dengan penjelasan dari bidang psikologi, penjelasan yang sesuai dan mendukung dengan topik tersebut yaitu penjelasan ontogenetik. Penjelasan ontogenetik memberikan penjelasan perihal bagaimana perilaku dapat muncul dan berkembang serta dipengaruhi oleh gen, nutrisi, pengalaman, dan interaksi antar ketiganya, sehingga karena adanya interaksi tersebut dapat memunculkan perilaku yang sama dengan orangtua atau keluarga terdekat (Kalat, 2020: 8). Jika dikaitkan dengan penjelasan di atas, bahwa antara gen dan pengalaman (pengasuhan) saling berinteraksi untuk membentuk suatu perilaku. Bahkan ilmuwan dewasa saat ini memahami dan mengungkapkan bahwa antara keturunan (gen) dan lingkungan (pengasuhan) selalu berinteraksi dan menghasilkan bukan hanya trait psikologis seseorang, tetapi juga sebagian besar ciri-ciri fisik seseorang, kemudian interaksi antara gen dan pengasuhan bekerja dalam dua arah, di mana gen dapat mempengaruhi pengalaman dan pengasuhan, kemudian pengalaman dan pengasuhan juga turut mempengaruhi gen yang kita bawa sejak lahir (Wade Tavris, 2016: 109).

Selain terdapat penjelasan dari beberapa bidang seperti psikologi dan biologis, lantas bagaimana pandangan islam tentang hal tersebut? Berdasarkan dengan penjelasan sebelumnya, ternyata ajaran Islam memiliki keterkaitan dengan aliran konvergensi, yang mana menurut ajaran Islam dijelaskan bahwa anak yang memiliki kesamaan perilaku dengan orangtuanya tersebut telah memiliki pembawaan, selain berupa gen, pembawaan tersebut juga untuk beragama yang dikenal dengan "Fithrah" (Zuhairini, Abdul, dan Slamet, 1981: 28). Maksud dari kata "Fithrah" itu adalah potensi yang dimiliki, seperti diberikan akal dan hati, yang tentu saja kedua potensi tersebut digunakan untuk berubah dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Kaitannya dengan perilaku seorang anak memiliki kesamaan dengan orangtuanya, sejatinya berawal dari "Fithrah", yaitu bahwa secara sadar anak tersebut telah mampu mempelajari apa yang orangtuanya ajarkan disamping anak tersebut mendapatkan gen yang akan mendukung pengasuhan yang diberikan oleh orangtuanya. Sebagaimana yang terdapat di dalam surah Ar-Rum:30 (Zuhairini, Abdul, dan Slamet, 1981: 29):

                                                 فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

Artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (Ar-Rum: 30).

Kemudian, ayat di atas dipertegas lagi dengan hadis Nabi SAW (Zuhairini, Abdul, dan Slamet, 1981: 29):

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ (روامسلم)

Artinya: "Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fithrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi" (H.R. Muslim). 

Maksud dari ayat dan hadist tersebut yaitu bahwa pada dasarnya anak lahir dengan membawa fithrah beragama, kemudian seiring dengan berjalannya waktu tergantung dengan bagaimana pendidikan yang didapatkan dari kedua orangtuanya (Zuhairini, Abdul, dan Slamet, 1981: 29). Sama halnya dengan seorang anak yang memang sejak lahir telah membawa gen dari kedua orangtuanya, tapi bukan berarti gen tersebut terus mendominasi, melainkan tergantung juga dari bagaimana lingkungan dan pengasuhan yang diberikan orangtuanya juga. Kesimpulannya yaitu bahwa faktor gen dan pengasuhan yang saling berinteraksi dan memberikan pengaruh terhadap adanya kesamaan perilaku antara anak dengan orangtuanya atau dengan anggota keluarga lainnya.

 

                                                                                                      ...

REFERENSI

Arifin, H. Z. (2017). PerubahanPerilakuManusia Karena Belajar. Sabillarasyad: Jurnal Pendidikan dan IlmuKependidikan, 2(1), 53-79. http://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/sabilarrasyad/article/view/116.

Garry, W.T. (2016).  Psikologi, Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Henuhili, V., Yuliati, Rahayu, T., &Nurkhasanah, L. (2011). Pola Pewarisan PenyakitHipertensi Dalam Keluarga Sebagai Sumber Belajar Genetika.Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 242-247. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ir.%20Victoria%20Henuhili,%20%20M.Si./Pola%20Pewarisan%20Penyakit%20Hipertensi%20dalam%20Keluarga%20sebagai%20Sumber%20Belajar%20Genetika.pdf.

Kalat, J.W. (2020). Biopsikologi. Jakarta: SalembaHumanika.

Nurmansyah, M. &Kundre, R. (2019). HubunganKecerdasanEmosionalDenganDerajatHipertensi Pada Lansia Di PuskesmasRanotanaWaru. e-Kp: e-Journal KeperawatanProgram Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Univeristas Sam Ratulangi, 7(1), 1-8. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/25229/24926.

Suparta, & Rasmi. (2018). HubunganGenetik Dan Stress DenganKejadianHipertensi. JIKP:JurnalIlmiah Kesehatan Pencerah, 7(2), 117-125. https://stikesmu-sidrap.e-journal.id/JIKP/article/view/38.

Zuhairin, H., Ghofir, A., Yusuf, S.A. (1981). MethodikKhusus Pendidikan Agama. BiroIlmiahFakultasTarbiyah IAIN SunanAmpel Malang. Surabaya: Usana Offset Printing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun