Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Mira Ramadini Fitriah Passabbi, ingin menyampaikan opini saya yang bertema Penyelenggaraan Pilkada Bebas Korupsi.
Bagaimana menghilangkan korupsi? Apakah korupsi itu noda yang sangat susah dihilangkan.
Korupsi atau rasuah adalah tindakan pejabat publik baik politisi maupun pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan yang secara tidak wajar adapun legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang di kuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Korupsi itu sangat meresahkan layaknya kutu di kepala. jika orang tua dulu mengatakan matikan induknya terlebih dahulu kutu akan hilang.
Korupsi itu sangat meresahkan, tidak ada senjata ampuh untuk memberantas korupsi. Berbagai upaya untuk menghapuskan koruptor tetapi layaknya belut para koruptor tetap mampu mencari jalan untuk korupsi. Apa yang dibutuhkan saat ini? Kerjasama lah yang sangat dibutuhkan saat ini.
Pernah mendengar mantan narapidana bisa mencalonkan diri lagi? Ketika mendengar dari Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon wakil rakyat, tentu kita sebagai masyarakat merespon negatif terkait keputusan tersebut. Apalagi yang mencalon kan diri menjadi wakil rakyat yang berstatus mantan narapidana korupsi. Sosok yang telah berkhianat pada rakyat dan negara. Uang dari rakyat yang harus nya bisa di pakai untuk negara ini, malah di pergunakan untuk kepentingan pribadi.
Untuk apa mantan narapidana maju, padahal masih banyak Warga negara Indonesia (WNI) yang lebih berhak maju sebagai calon wakil rakyat.
Negara ini sebenarnya banyak orang yang pintar, hanya saja kita kekurangan orang yang jujur. Gaji sudah besar, fasilitas sudah di berikan tapi kenapa  mereka masih memakan uang rakyat. Jika dilihat dari berita televisi, rata-rata yang berkorupsi ialah para pejabat tinggi.
Padahal tanpa rakyat, mereka tidak mungkin bisa maju sampai disitu.
9 Desember 2020, akan diadakan pilkada serentak. Pilkada adalah pemilihan kepala daerah yang di lakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif ke tempat yang memenuhi syarat.
Bagaimana dengan kalian? Sudah mempersiapkan siapa yang akan dipilih? Visi misi mereka sudah terlihat jelas atau amplop coklat/putih sampai di tangan?
Saya sedikit cerita, di saat saya berumur sekitar 15 tahun, saya mendengar jika ada seseorang memberikan bingkisan untuk memilih nomor nya, saat itu saya tidak tau menau untuk apa itu semua. Tapi ketika umur saya 18 tahun, saya sedikit mengerti tentang itu, tetapi tidak bisa untuk langsung menyalahkan mereka. Apakah mereka membeli suara rakyat? Suap menyuap? Atau ciri-ciri orang  yang akan berkorupsi.
Di saat itu saya tidak mungkin berpikir mereka memberi karena hanya ingin suara rakyat, bisa jadi mereka ingin membantu masyarakat di sini. Bukan begitu?
Tetapi ketika melihat berita penangkapan para korupsi, saya sedikit heran. Kenapa mereka harus korupsi? Dan kenapa rata-rata para pejabat tinggi yang melakukan korupsi? Apakah gaji mereka tidak mencukupi kebutuhan mereka atau mereka terlalu menginginkan uang?
Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Tetapi bukan dengan merampas uang rakyat. Uang dari rakyat yang harusnya bisa di pergunakan untuk hal-hal yang ada di negara ini, malah di pergunakan untuk keperluan pribadi mereka. Miris sekali bukan?
Ini bukannya sudah masuk Politik uang? Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalahkan haknya dengan cara berbentuk pada saat pemilihan umum.
Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:
"Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."
Â
Jika politik uang telah dijalankan untuk masyarakat. Siapa yang salah? Dua-duanya salah, di saat mencoblos, kalian memilih orang yang memberikan kalian uang tanpa mengetahui apakah mereka orang yang bertanggung jawab. Jika para pasangan calon memberi satu orang Rp 100.000 maka sepuluh orang sudah mencapai satu juta. Tentu mereka tidak hanya ingin 10 suara saja, mungkin lebih dari 100 suara yang mereka inginkan supaya menang. Dari mana kah uang mereka? Â Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang timbul di pikiran kita.
Jika sudah dipilih nanti timbul berita mereka korupsi, siapa yang di salahkan? Pasti pemerintah.
Ketika mantan narapidana korupsi mencalonkan diri, Apa yang harus kita lakukan saat ini? Keputusan telah di buat dan kita sebagai masyarakat berhak untuk tidak memilih mereka. Negara di khianat, rakyat di khianat lalu untuk apa di pilih lagi?
Saya buka menghasut, hanya saja apa pantas seorang mantan korupsi mencalon kan diri lagi? bagaimana negara bisa terbebas dari korupsi jika wakil rakyat kita di isi dengan mantan narapidana korupsi.
Ayo bersama, kita dukung bebas korupsi, supaya negara kita lebih aman. Jauhkan korupsi yang ada, bangkitkan kejujuran, hapus kecurangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H