Mohon tunggu...
Mira Rahmawati
Mira Rahmawati Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pemula

Belum tahu apa-apa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mengenang Seseorang Tak Kukenal

6 April 2021   20:17 Diperbarui: 6 April 2021   20:24 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Buat Umbu Landu Paranggi)

Begitulah hari ini. Kian mengurangi rasa, kian menambah haus.
Duduk, lalu merebahkan diri, sambil tanya "ada apa hari ini?" di setiap jentikan suara jam.

Dunia ini sibuk hingga aku terus membiasakan diri
Seperti melemparkan diri ke satu dunia ke dunia lain.
Sampai tak jarang babak belur karena menabrak dinding, tercebur kolam, atau terbentur batu.
Zaman yang bisa melipat-lipat waktu dan tempat, katanya.
Bukan Malioboro tahun 70-an yang hanya sedikit kuintip dari teropong romantis dan nostalgia guruku.

Aku tak ingin kesepian, oleh karena itu harus membiasakan diri dengan waktu yang tak ramah.
Berseloroh dengan kata-kata dingin tanpa api.
Tak ada tungku,
atau api unggun.

Kau harus bersiap jika ada badai esok, tak ada sajak dalam angin.
Hanya, debu dan rasa kesal yang tertiup.

Aku terlelap di teras rumah, cafe, kantor.
Buka mata dengan berat dan ingat, "sebelumnya sampai mana?".

Kembali susuri sungai gosip dan hujatan, bersama para pencari ular dan keong lain yang saling sikut.

Aku terkesiap, senja tiba tanpa keindahan seperti yang pernah seorang Sukab culik dalam kantong celananya.

Musik tiba-tiba bertempo cepat, aku pun harus segera bereskan adegan ini.
Menerjang bagai kuda merah musim buru.

Tak ingat sejak kapan aku jadi wayang.
Tak ada lagi karangan kubuat.
Kau hanya melihatku mengunting dan mengelem sampai sebuah jentikan jari memintaku berhenti.

Sebenarnya, aku berusaha waras setelahnya.
Lalu balik khawatir jika esok, jika nanti, jika tua, dan jika lainnya.

Seperti itulah sekarang.
Kehilangan kata-kata untuk sekian kali kuingat.
Karena ingat sedang kehilangan.
Sedikit terusik,
Meski mungkin besok tak sempat lagi kupikirkan.

Aku menghayal sesuatu yang baru lepas, yang terjadi alami dan wajar.
Aku menghayal, ada kertas atau pena
Menggantung di langit kamar, seperti menunggu.

Si kertas melempar sapa. Si pena melempar tanya.
Seakan ragu menyebut nama yang jelas sedang kupikirkan.

Jika kau sudah lupa, aku ini sedang berhayal.
Ragu-ragu sembari terus merasa terusik
Waktu tak banyak, aku akan segera lupa.

Terus terang
Aku tak pernah kenal dengannya.

Hanya saja, (terus terang)
Andai, aku sempat bertemu dengannya.

6 April 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun