Mohon tunggu...
Mira Rahmawati
Mira Rahmawati Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pemula

Belum tahu apa-apa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jemu, Sepi, dan Sedih

12 November 2020   15:34 Diperbarui: 12 November 2020   15:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lilin | pixabay by webandi

Suatu saat, merekat begitu saja

jemu, sepi, dan sedih

terasa kesal dan linu.

Tak ada kebaruan,

 termasuk kata-kata.

Orang-orang masih bicara

tentang hujan dan senja.

Hujan yang kering,

senja yang buram.

Berulang-ulang.

Satu, dua, tiga

satu dua tiga

hitungan diulang-ulang

seakan memulai hal baru.

Hidup lagi demikian.

Melarutkan jemu, sepi, dan sedih

dengan mengasihani orang lain

mendegar keluh kesah dan pertengkaran

sebagai pelipuran.

Kematian yang menjalar.

Saat jemu, sepi, dan sedih

bertambah

melipatlipatgandakan kegelapan

juga kata-kata usang.

Ia pun menyalakan lilin-lilin

sambil meratap-ratap

mengap-mengap susah payah,

lalu melihat lekat-lekat

gelas yang dijilat cahaya.

Terpaku, kosong dan samar-samar.

Sekali lagi, ia lawan

jemu, sepi, sedih itu

dengan kejemuan, kesepian, dan kesedihan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun