Penampakan gerbang kuil Sensoji bernama Kaminarimon
Pesawat terbang garuda yang telah mengangkut saya, keluarga dan juga ratusan penumpang lainnya akhirnya berhasil menjejakkan kaki di bandara Narita pada pukul 2 dini hari. Bandara Narita yang merupakan bandara penerbangan internasional tersebut tentunya dipadati orang-orang yang berlalu lalang. Terdapat banyak sekali orang-orang yang berasal dari negara lain seperti kami yang berada disana.
Karena pada siang hari nanti kami akan memulai perjalanan kami mengelilingi negeri sakura tersebut, ditambah bis yang beroperasi saat itu hanyalah bis malam membuat kami memutuskan untuk terlebih dahulu beristirahat di dalam bandara.
Mengingat di dalam bandara terdapat akses seperti café yang buka 24 jam, toilet yang lebih canggih dibanding toilet yang ada di rumah, tempat refill air minum dan juga lounge, kami memutuskan untuk menyewa satu lounge bandara untuk sejenak melepas penat yang disebabkan oleh harus duduk diam di dalam pesawat selama 7 jam.
Setelah beristirahat, kami sekeluarga dengan membawa koper dan tas pribadi masing-masing, memulai perjalanan kami. Tidak lupa sebelum kami pergi dari bandara, kami membeli akses wifi bernama ‘Ninja Wi-Fi’ di Jepang yang sudah kami pesan sebelum berangkat seharga 1.000.000 rupiah.
Kami pergi menuju daerah Asakusa dengan menggunakan kereta jalur JR lines yang memerlukan waktu dari 1 sampai 1,5 jam perjalanan. Berdua dengan kakak saya yang memiliki pengalaman dalam traveling ke luar negeri dan juga memiliki kemampuan berbicara bahasa Jepang yang cukup, bertanya kepada petugas kereta untuk meminta petunjuk arah.
Dengan pengalaman nyaris salah masuk kereta pada hari pertama di Jepang membuat saya selalu dipegangi oleh kakak kedua saya agar tidak kemana-mana. Akan tetapi, untungnya perjalanan berjalan lancar sesuai dengan rencana.
Ketika sampai di stasiun Asakusa, kami berjalan menuju pintu keluar. Begitu keluar dari stasiun saya melihat pemandangan yang terlihat berbeda dengan pemandangan yang ada di Indonesia. Waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi dan sudah terlihat orang-orang berlalu lalang di jalanan terutama kearah kereta. Dapat terlihat pegawai kantoran dan juga anak-anak sekolahan yang menggunakan seragam pelaut musim panas berjalan kaki menuju destinasi masing-masing. Pace berjalan mereka cepat dan juga mengambil langkah yang besar, menunjukkan gaya hidup mereka yang sibuk, hal ini sangat berbeda apabila dibandingkan dengan orang Indonesia yang biasanya terlihat santai.
Dengan bermodal google maps ditangan, kami berjalan menuju hotel traveling yang berada di dalam area pertokoan Asakusa. Tempat hotel nya sendiri cukup tersembunyi namun hal tersebut memberikan kesan tersendiri bagi kami. Setelah berbicara dengan resepsionis, kami menaruh barang barang kami di area lobby untuk ditinggal pergi menuju kuil Sensoji.
Kami dapat mencium bau makanan yang baru saja dimasak dari berbagai penjuru dalam perjalanan menuju kuil Sensoji. Namun dari semua bau wangi yang membuat cacing dalam perut kami yang belum sarapan tersebut seriosa, bau kacang merah dari snack khas Jepang bernama Taiyaki yang paling menarik perhatian kami. Dengan bermodalkan uang 500 yen, kami mendapatkan 5 buah Taiyaki, Kue khas Jepang berbentuk ikan yang biasa berisi pasta kacang merah tersebut dalam keadaan masih hangat. Wangi semerbak dari Taiyaki nya sebanding dengan rasanya. Rasa pasta kacang merah yang manis dibalut dengan tekstur roti yang lembut membuat kami langsung melahapnya habis.
Tidak jauh dari stand Taiyaki, kami dapat melihat sekumpulan turis berjalan kearah kuil Sensoji. Semakin dekat dengan daerah kuil Sensoji, semakin banyak pula kami melihat orang-orang di sekitaran jalan. didepan kuil terdapat gerbang raksasa berwarna merah mencolok dengan lentera yang sangat besar bertuliskan kanji ‘Kaminarimon’ atau berarti ‘gerbang halilintar’. Lampion yang tergantung pada gerbang tersebut menjadi ciri khas kuil Sensoji sehingga gerbang nya sendiri menjadi tempat favorit bagi para turis untuk mengabadikan momen berkunjung kesana.
Untuk masuk ke kuil Sensoji sendiri tidak dipungut biaya masuk jadi mudah saja untuk menjadikan kuil Sensoji sebagai destinasi wisata yang bersahabat dengan kondisi dompet.
 Setelah mensucikan diri menggunakan air dingin dari osuisha, kami pergi ke kuil utama. Untuk mencapai aula utama kuil kami harus melewati puluhan anak tangga. Sebelum sampai ke aula utama, kami melewati tempat yang bernama jokoro, yaitu sebuah tempat dupa yang diyakini oleh orang sekitar dapat menyembuhkan penyakit.
Di dalam aula terlihat sebuah kotak sumbangan besar dengan lonceng bertali di atas nya dan juga atung dewa Kannon-sama di belakang kotak sumbangan tersebut. Sebelum berdoa, mereka memasukkan uang ke dalam kotak sumbangan raksasa. Lalu mereka akan membungkuk dua kali sebelum kemudian menyatukan tangan di depan dada. Walaupun saya beragama islam, saya dan kakak saya ikut berdoa disana untuk menghormati tradisi orang Jepang. Toh merasakannya sendiri lebih seru dibandingkan hanya membaca atau menonton di acara tv pikir saya.
Matahari sudah berada tepat diatas kepala usai keluar dari kuil utama. Saya dan kakak saya memutuskan untuk pergi membeli makanan sedangkan ibu dan ayah saya pergi ke halaman depan kuil untuk mengikuti kelas menyeduh teh ala warga Jepang.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H