Mereka mampu merasa, dan bertindak berdasarkan perasaannya tersebut. Mereka juga mampu merasakan kasih kepada manusia, makhluk hidup dan bahkan benda mati lainnya.Â
Perpaduan antara akal budi, emosi dan kerja sama menghasilkan peradaban manusia beserta segala kompleksitasnya. Martin Heidegger, filsuf Jerman, mencoba menanggapi secara kritis konsep "manusia" yang berkembang di dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.Â
Kata "manusia" sebenarnya mengandaikan adanya pemahaman tertentu sebagai latar belakangnya, yakni pemahaman yang khas tertanam di dalam filsafat Barat yang dipengaruhi filsafat Yunani dan agama-agama monoteis, sepereti Yahudi, Kristen dan Islam.Â
Bagi orang yang tidak lahir di dalam peradaban semacam ini, konsep "manusia" dipahami secara berbeda. Heidegger juga menyatakan bahwa satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah beradanya manusia.Â
Manusia tidak menciptakan dirinya, tetapi ia dilemparkan ke dalam keberadaan. Keberadaan manusia merupakan keterlemparan eksistensial. Artinya, manusia sejak awal dipaksa menerima nasibnya bahwa dia harus pasrah menerima nasib yang tak bisa dikalkulasikan sebelumnya.
Dalam tulisan-tulisan yang dibuat oleh Heidegger, dia lebih memilih menggunakan kata Dasein (ada di sana) daripada istilah yang lain seperti "manusia" atau "human being", karena istilah dasein bisa bermakna keumuman suatu spesies, sementara human being merujuk pada suatu benda objektif presence-at-hand.Â
Di dalam filsafat Jerman, ini disebut juga sebagai Destruksi Metafisika, yakni mencoba mengajukan ulang secara kritis dan mendalam pertanyaan tentang "Ada" (Sein).Â
Pola berpikir ini nantinya berkembang pasca modernitas, misalnya di dalam pandangan Jacques Derrida tentang Dekonstruksi yang mencoba menunda beragam kepastian pemahaman.Â
Filsafat Timur, yang berkembang di Nepal, India, Cina, Jepang dan Korea, memiliki pemahaman yang sama sekali berbeda tentang manusia. Manusia tidak dipandang sebagai makhluk istimewa, tetapi sebagi bagian tak terpisahkan dari segala hal yang ada di alam semesta ini.Â
Sama seperti segala hal lainnya, manusia adalah cerminan dari jiwa universal yang disebut sebagai Atman. Di dalam beberapa tradisi, seperti tradisi Zen, manusia tidak dijadikan konsep, dan bahkan tidak dibicarakan sama sekali.
Metafisika: https://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika