Mohon tunggu...
Muhammad Ali
Muhammad Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Berdaulat Atas Diri Sendiri

AKU MENULIS, MAKA AKU ADA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tentang Manusia dan Kehidupannya

30 Agustus 2023   16:19 Diperbarui: 30 Agustus 2023   16:25 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa bulan saya sudah tidak pernah menulis sebuah artikel lagi. Terakhir kali saya menulis sebuah artikel yang berjudul "Enigma Pikiran" (kategori : filsafat) pada bulan Juni 2023 lalu telah dilihat sebanyak 203 views (Alhamdulillah). 

Kini, dimulainya kembali menulis artikel membuat saya merasakan hal yang sangat menyenangkan. Terlebih lagi tulisan ini akan saya dedikasikan untuk kedua orangtua saya. 

Sebagai seorang anak, terkadang saya merasa kecewa dengan diri saya sendiri karena masih belum mampu untuk membuat mereka bahagia. 

Setidaknya, hal yang saya lakukan ini dengan menulis sebuah artikel dapat menjadikan booster bagi saya untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua saya. Besar harapan, semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Terimakasih :)

Tak bisa terbantahkan lagi, bahwa manusia merupakan makhluk dominan yang ada di Bumi. Pengertian manusia menurut para ahli seperti Ludwing Binswanger salah satu psikolog eksistensial berkebangsaan Swiss: Manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk mengada, suatu kesadaran bahwa ia ada dan mampu mempertahankan adanya di dunia. 

Sedangkan menurut Thomas Aquinas seorang frater Dominikan Italia, Imam Katolik, dan Pujangga Gereja: Manusia adalah suatu substansi yang komplit yang terdiri dari badan dan jiwa. 

Mereka (manusia) adalah individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial. Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya. Ini semua menjadi mungkin, karena manusia mampu bekerja sama dengan bertumpu pada prinsip-prinsip yang rasional. 

Sumber: https://gambartop10.blogspot.com
Sumber: https://gambartop10.blogspot.com

Tentang manusia dan kehidupannya, filsafat dan ilmu pengetahuan telah menggunakan berbagai metode untuk memahaminya. Dalam hal ini, manusia dipahami sebagai makhluk yang berakal budi. 

Dengan akal budinya, manusia mampu bekerja sama, dan kemudian mewujudkan visi hidup mereka menjadi kenyataan. Namun tidak hanya akal budi saja, manusia juga merupakan makhluk emosional. 

Mereka mampu merasa, dan bertindak berdasarkan perasaannya tersebut. Mereka juga mampu merasakan kasih kepada manusia, makhluk hidup dan bahkan benda mati lainnya. 

Perpaduan antara akal budi, emosi dan kerja sama menghasilkan peradaban manusia beserta segala kompleksitasnya. Martin Heidegger, filsuf Jerman, mencoba menanggapi secara kritis konsep "manusia" yang berkembang di dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. 

Kata "manusia" sebenarnya mengandaikan adanya pemahaman tertentu sebagai latar belakangnya, yakni pemahaman yang khas tertanam di dalam filsafat Barat yang dipengaruhi filsafat Yunani dan agama-agama monoteis, sepereti Yahudi, Kristen dan Islam. 

Bagi orang yang tidak lahir di dalam peradaban semacam ini, konsep "manusia" dipahami secara berbeda. Heidegger juga menyatakan bahwa satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah beradanya manusia. 

Manusia tidak menciptakan dirinya, tetapi ia dilemparkan ke dalam keberadaan. Keberadaan manusia merupakan keterlemparan eksistensial. Artinya, manusia sejak awal dipaksa menerima nasibnya bahwa dia harus pasrah menerima nasib yang tak bisa dikalkulasikan sebelumnya.

Dalam tulisan-tulisan yang dibuat oleh Heidegger, dia lebih memilih menggunakan kata Dasein (ada di sana) daripada istilah yang lain seperti "manusia" atau "human being", karena istilah dasein bisa bermakna keumuman suatu spesies, sementara human being merujuk pada suatu benda objektif presence-at-hand. 

Di dalam filsafat Jerman, ini disebut juga sebagai Destruksi Metafisika, yakni mencoba mengajukan ulang secara kritis dan mendalam pertanyaan tentang "Ada" (Sein). 

Pola berpikir ini nantinya berkembang pasca modernitas, misalnya di dalam pandangan Jacques Derrida tentang Dekonstruksi yang mencoba menunda beragam kepastian pemahaman. 

Filsafat Timur, yang berkembang di Nepal, India, Cina, Jepang dan Korea, memiliki pemahaman yang sama sekali berbeda tentang manusia. Manusia tidak dipandang sebagai makhluk istimewa, tetapi sebagi bagian tak terpisahkan dari segala hal yang ada di alam semesta ini. 

Sama seperti segala hal lainnya, manusia adalah cerminan dari jiwa universal yang disebut sebagai Atman. Di dalam beberapa tradisi, seperti tradisi Zen, manusia tidak dijadikan konsep, dan bahkan tidak dibicarakan sama sekali.

Metafisika: https://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika

Dasein: https://id.wikipedia.org/wiki/Dasein

Dekonstruksi: https://id.wikipedia.org/wiki/Dekonstruksi

Atman: https://id.wikipedia.org/wiki/Atman

Zen: https://id.wikipedia.org/wiki/Zazen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun