Mural Itu Seni
Semua orang pasti menyukai seni. Bebas memilih sendiri. Mural itu seni. Kok, sekarang bikin takut, sih?
KBBI bilang, seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu, kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa). Cerita seni mural bukan hal baru di tengah masyarakat.
Dan makin berkembang pesat, meskipun pandemi Covid-19 masih ada. Dulu, saya bekerja di Jakarta, melihat dan menemukan beberapa mural-mural di ibukota.
Beberapa tahun lalu, ketika berlibur dan ada acara bersepeda dengan komunitas sepeda di Solo. Saya berfoto di kawasan pertokoan jalan Gatot Subroto. Banyak seni mural yang keren dan menarik. Kami pun berfoto berlatar belakang mural-mural indah itu. Banyak makna, inspirasi dan "reminder" di sana… (saya jadi rindu kota Solo-Yogya).
Lantas, mengapa seni mural mulai lagi dan menjadi viral? Seakan mural-mural yang ada menjadi sesuatu yang butuh penanganan? Ada apa sih, dengan "si mural?”
Mural Apa yang Trending Topic?
Seperti mural "Dibungkam” di kota Yogyakarta, “Wabah Sebenarnya Adalah Kelaparan” di Banjarmasin, lalu “Jokowi 401:Not Found” di Batuceper, kota Tangerang. Mural lain “Gabalin 504 Eror”, dan mural “Hapus Korupsi Boekan Muralnya” juga di kota Tangerang. Heboh dan makin menarik. Mengundang banyak komentar dari netizen.
Ada lagi mural di kolong fly over Taman Cibodas Tangerang, “Dipenjara Karena Lapar”. Mural-mural ini memicu timbulnya pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan para politikus. Saking hebohnya pula, mural itu dihapus oleh pihak tertentu. Mengapa?
Apakah mural-mural itu terkesan agak menganggu? Atau, bisa membuat orang lain menjadi takut? Seperti mural “Hapus Korupsi Boekan Muralnya” oleh seniman Edi Bonetski.
Baru sehari saja mural dilukiskan, petugas satpol PP sudah menghapusnya. Dianggap meresahkan? Jika iya, meresahkan siapakah? Bukannya mural itu seni jalanan? Atau jika ada mural, mungkin akan disebut vandalisme? Kalau muralnya berisi pernyataan kritik, lantas disebut provokasi?
Akhirnya, ada pernyataan dari pemerintah setempat terkait kehebohan yang ada. Mengakui kalau mural itu bentuk kreativitas yang bagus. Tetapi, penempatan dari mural kurang sesuai, kurang pas. Wacananya, akan disediakan ruang buat para seniman mural di masa mendatang.
Tujuannya agar lebih tertib, tidak sembarangan dilukiskan, dan tidak meresahkan. Seniman mural tersebut tidak diproses secara hukum. Sama dengan mural-mural yang sudah dihapus dan ditindaklanjuti pemerintah.
Apa sih Mural itu?
Karya seni dari kekuatan visual adalah seni rupa. Berdasarkan ukurannya ada dua jenis, seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Contoh seni dua dimensi seni graffiti dan mural. Media seni ditempatkan di dinding.
Ada perbedaanya, mural itu dengan gambar yang dibuat lebih bebas dan luas, sedangkan graffiti berupa gambar berisikan kata-kata, kalimat atau tulisan. Mural memakai cat minyak atau tembok. Dulu graffiti memakai cat dengan kuas/kapur. Sekarang memakai cat semprot.
Seni grafitti dan mural adalah bentuk seni jalanan. Istilah lain dikenal street art. Kembali "si mural" sedang heboh. Apalagi kalau berisikan "kritik". Disebut seni jalanan karena ditampilkan di depan publik, di dinding. Biasanya di tembok gedung-gedung, pertokoan, dinding jalanan, tembok stasiun, di kereta api, bus, tembok fly over (Jabodetabek).
Sekarang ini bisa di dinding toilet mall, di dinding cafe/warung kopi. Gambar yang indah, karya mural yang luar biasa. Dari warna-warni coretan mengundang orang untuk melihatnya. Ketika kita melihatnya, sejenak kita diajak untuk “berpikir” pesan atau kreativitas gambar. Apalagi bila berupa tulisan. Artinya ngga hanya sekedar corat-coret semata.
Memang awalnya seni adalah ekspresi dari seniman untuk mengungkapkan dirinya, pernyataan pribadinya. Kemudian, menjadikan seni bergerilya untuk pernyataan/ekspresi tentang isu-isu sosial.
Seniman mural biasanya tinggal dekat seni muralnya. Ada yang beranggapan kalau mural salah satu bentuk vandalisme. Dianggap tindakan yang merusak atau menghancurkan.
Ada juga seniman memakai “vandalisme cerdas”. Menjadi cara yang “tepat” untuk meningkatkan kesadaran, perasaan, pernyataan terhadap isu-isu sosial, ekonomi, dan politik.
Pertama kali seni mural ditemukan dinding gua di Chauvet, Perancis, zaman sebelum masehi. Seni mural terus bermunculan dan berkembang sangat pesat. Baik di Amerika, Autralia, Athena, Jepang, Uganda, dan negara-negara lainnya.
Alasan seniman karena:
1) Perkembangan street art yang pesat bisa menjadi sebuah platform untuk negosiasi dan dialog.
2) Seni mural bentuknya sebuah seni. Seni dinilai dari ketrampilan artistik dan sikap.
3) Pergeseran seni visual menjadikan seni berisikan kondisi sosial yang terjadi—wacana yang perlu dilihat dan didengar.
4) Ruang publik yang sebagian bisa membentuk apa yang bisa tampak.
5) Bukan sebagai aksi perlawanan, karena dinding-dinding yang menjadi gambar seni masih tetap berdiri, tidak hancur.
6) Pengaturan ruang publik sebagai cara menentukan apa yang riil dan apa yang tidak.
7) Sebagai permukaan untuk interaksi dan komunikasi seniman.
8) Menjadi seniman tidak dibedakan oleh ras, jenis kelamin, kelas sosial, dan usia.
9) Seni jalanan adalah desentralisasi dan adanya kontrol nyata dari produsen ke konsumen secara sosial
10) Bisa menjadi kota utama seni jalanan, atau kota terdepan dari berbagai tren seni.
Idealnya Mural
Kalau seni mural bisa menjadi "wadah-wadah" perwujudan dan pengungkapan hasrat, angan-angan, ketakutan, dan aspirasi manusia—para penjelajah kreativitas ingin menawarkan pertanggungjawaban atas sisi-sisi terbaik dan terburuk manusia. Ruang inilah yang juga menjadi tempat hak asasi manusia (Gilmore 2006: 190).
Lalu apa yang dilakukan pemerintah atas mural-mural yang ada dan akan berkembang terus?
Baiknya pemerintah memberikan perhatian untuk berbuat lebih. Salah satunya dengan menjembatani dan merespon "wadah-wadah" atas seni graffiti dan mural. Memahami dan mengerti timbulnya pergeseran visual dari seni mural. Pemerintah mengatur dan berperan secara bijak dan nyata. Artinya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia.
Tindakan pemerintah berupa kebijakan-kebijakan nasional dan memberikan ruang baru untuk merespon pernyataan-pernyataan lain. Memfasilitasi ruang publik untuk menciptakan negosiasi dan dialog dan sebagai interaksi dan komunikasi ke seniman.
Sebab, sebenarnya... dari seni jalanan inilah membantu menunjukkan kesenjangan kaum urban dan kisah-kisah yang tak tersampaikan. Dan memberi sebuah platform untuk mempertanyakan peraturan-peraturan yang masih berbentuk teori dan tidak dipraktikkan.
Semoga mural-mural mendatang bisa berkembang baik dan pesat, dan pemerintah ada hadir dalam ruang publik yang berisikan dialog, komunikasi, kebijakan-kebijakan nasional untuk menjawab kondisi sosial, karena seni jalanan memiliki andil dalam perlindungan hak-hak: menuntut ‘…keadilan bagi semua’
Referensi:
1. Tsilimpounidi, M & Walsh, A (2010). Painting Human Rights: Mapping Street Art in Athens. Vol.2 No.2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H