Mohon tunggu...
Mira Gustiani
Mira Gustiani Mohon Tunggu... Koki - Pelajar SMA Negeri 01 Padalarang

Hidupku bermanfaat hidupku menyala

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Kebersamaan Keluarga, Surga Nyata di Dunia

4 Februari 2020   12:13 Diperbarui: 4 Februari 2020   12:27 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di keadaan penuh kebersamaan itu memang indah, hari-hari menjadi berarti dengan kehadiran orang-orang yang penuh arti. Sepanjang hidup, aku mencintai yang namanya kebersamaan, kesetiaan dan kepedulian. Aku tidak mau kehilangan kebersamaan bahkan satu momen saja. Jadi lupa kenalan, namaku Mira. Orang-orang memanggilku Cahe, hanya orang rumah saja memanggilku dengan sebutan itu.

Memasuki usiaku yang ke-19, aku semakin tersadar akan pentingnya kebersamaan dengan keluarga. Bahkan yang aku tahu di usia ini dimana saat semua orang datang dan pergi, hanya keluargalah yang selalu ada. Bersyukur tiada henti selain diahadirkan sosok kedua orang tua yang luar biasa, akupun bisa memiliki banyak saudara yang usia kita tidak jauh berbeda.

Usia kita bertahap hanya aku yang paling muda. Mereka segalanya bagiku, dan mereka diantaranya bernama Dilla, Poppy, Yunita, Elfa, dan Intan. Sebenarnya masih banyak saudara yang usianya gak jauh beda juga, tapi hanya mereka yang paling dekat denganku. Terkadang kita hidup dengan nasib yang sama, dengan keaadan yang sama, terkadang pula kita jauh berbeda. Tetapi, itu bukanlah suatu masalah atau penghalang bagi kebersamaan dan kerukunan kami.

Keluh kesah kami rasakan bersama hingga kami tahu kebiasaan bahkan hal yang suka dan tak suka diantara kami. Masih teringat akan masa kecil kami yang selalu penuh dengan canda dan tawa, kami habiskan masa kecil kami dengan main, main, dan main hingga terbiasa sampai dewasa sekarang. Kebersamaan kita memang tidak memandang usia, dan aku sangat bahagia. Tak terbayang bagaimana nantinya aku, jika kehilangan mereka karena kita mempunyai keluarga kecil baru masing-masing. Entahlah, semoga semuanya bahagia.

12 tahun yang lalu, dimana saat masa kecil kami dihabiskan dengan main, dan main. Saat itupun aku duduk di bangku kelas 2 SD. Kita sama-sama menyukai sinetron yang ramai pada zamannya, yaitu 'Kepompong'. Kamipun memiliki idola kami masing-masing yang sampai sekarang masih kami ingat.

"pulang ngaji kita main ya di rumahku, kita nonton bareng" ucap Dilla, saudara tertuaku.

Jawabku, "so pastilah, yang lain gimana?"

"terserah deh ikut aja", jawab Intan saudaraku yang jutek

Ketika libur sekolah kami bermain tidak mengenal waktu, dan yang kami lakukan saat itu adalah main petak umpat, main rumah-rumahan, main bekel dan nonton sinetron. Saat usia kami mulai remaja, dan saat itu pula satu persatu dari kami mulai masuk Sekolah Menengah Pertama, kamipun mulai jarang bermain bersama.

Tapi ketika libur, kami selalu menyempatkan waktu untuk menginap bareng di rumah nenek untuk menemani nenek dan kakek yang sedang sakit. Saat itu aku belum bisa menginap sendiri, selalu dan harus ditemani mamah. Walaupun nenek sedang sakit, tapi tetap saja kita selalu tertawa saat menginap menemani nenek. Ya begitulah semuanya dianggap serba lucu.

Waktu terus berjalan, kebersamaan kamipun makin erat. Di saat aku libur sekolah dan mereka tidak, aku selalu bermain di rumah nenek bersama mamaku, dan yang aku rasa aku adalah cucu paling dekat dengan nenekku diantara mereka. Aku salah satu cucu yang paling berani meminta uang kepada nenek dan kakek. Kapanpun mereka kasih uang untukku asalkan aku memintanya. Rugi banget jadi saudara-saudaraku yang tidak bisa berani seperti aku.

Ada suatu kejadian yang sampai sekarang aku masih ingat dan terlalu ngakak untuk aku ceritakan. Saudaraku yang bernama Poppy Nurfauziah, dia termasuk orang pendiam kalo lagi dihadapan kakek dan nenek, pada saat itu dengan tumbennya dia ikut bapaknya bermain ke rumah nenekku dan dia duduk bersebelahan dekat dengan nenek yang sedang duduk di kursi roda. Kebetulan saat itu ada seorang nenek yang berjualan gula ke rumah nenekku.

Saat si penjual gula pergi, nenekku bilang kepada Poppy

"kamu gak pulang sama nenek kamu?". Poppy saudaraku hanya terdiam, entah bagaimana perasaan dia saat itu.

Karena saudaraku tidak menjawab pertanyaan nenekku, saat itu juga nenekku bertanya kepada bapaknya Poppy, "Nan, ini bukannya anak si nenek gula itu, kenapa masih diam di sini?"

Dengan terkejutnya bapaknya Poppy berbicara "lah nek ini anak aku, cucu nenek sendiri astaghfirulloh nenek masa gak ngenalin anak aku sendiri"
Nenekpun tertawa lepas "anak kamu? Dari tadi nunduk terus, ditanya gak dijawab. Kamu Opy ternyata, maafkan nenek Nak, kadang mata nenek suka salah"

Poppy pun berkata di dalam hati "alasan terus nih si nenek males deh, masa gak ngenalin cucunya sendiri, nyesel ikut bapak ke sini"

"iyaa nek aku Poppy" jawab Poppy dengan malas.

Keesokan harinya kamipun berkumpul di rumah kak Dilla, dan di situ saudaraku Poppy mengawali pembicaraan dengan bercerita masalah nenek kami yang tidak mengenali dia kemarin. Saat dia bercerita kami tertawa, merasa kasian tetapi sangat lucu.

"Makanya sering-sering main ke rumah nenek" ujarku

"Orang aku aja yang sama kaya Poppy gak pernah main ke rumah nenek, tapi ga gitu juga sampe gak dikenalin nenek sendiri ahahahhaha" jawab Elfa saudaraku yang tidak banyak bicara

"Terus kamu diam aja, nenek nganggep kamu anak si penjual gula itu?" saudaraku Dilla bertanya dengan ketawa

Poppy pun menjawab "enggalah, untung nenek bertanya kepada bapak, terus bapak jawab kalo aku anak dia dan cucu nenek"

Hari itupun kami habiskan dengan obrolan yang sangat lucu

Itu adalah salah satu momen dari sekian banyak yang aku ingat pada masa kecil kami. Walaupun saudara-saudaraku tidak begitu dekat dengan nenek dan kakek, tapi kami sangat menyayangi nenek dan kakek, kami gak mau kehilangan mereka. Tanpa mereka kelurga kami sulit berkumpul. Karena kakek dan nenek adalah alasan kami berkumpul setiap hari.

Waktu begitu cepat berlalu, saat saat dimana kesedihan dan dukapun datang. 2013 kami harus kehilangan sosok nenek luar biasa, air mata tak bisa dibendung dan rasa sakit hati kami yang saat itu dirasakan karena kehilangan sosok wanita tua yang amat kuat selama ini kami kenal.

Air mata yang keluar bukan hanya tangisan kami karena kehilangan nenek saja, tapi kami tidak tega melihat kakek kehilangan sosok nenek yang selama ini setia mendampingi kakek, walapun nenek sudah bertahun-tahun lumpuh dan harus duduk di kursi roda. Kamipun berusaha untuk selalu menghibur kakek dengan apapun caranya agar tidak memikirkan nenek terus-menerus. Saat nenek pergi meninggalkan kami semua, saat itu juga kakek sedang koma di rumah sakit, hingga menjadi sejarah bagi kami kalau meninggalnya nenek, tanpa kakek tahu.

Kakek mengetahui nenek meninggal itu setelah tiga hari kakek sadar dari koma. Hal yang paling sedih ketika kakek pulang dari  rumah sakit setelah kurang lebih 1 bulan berada di ruang ICU, lalu sesampainya di rumah harus disambut dengan tiadanya nenek di rumah untuk selama-lamanya. Begitulah kurang lebih perjuangan sosok nenek untuk mempertahankan hidupnya namun takdir berkata lain, kamipun kehilangan nenek. Tetapi kami tidak biarkan kesedihan ini berlarut-larut, banyak sekali kebahagiaan yang kita dapat dibalik dukanya kami kehilangan sosok nenek.

Peristiwa yang masih aku ingat saat dimana nenek masih ada, serta kakek dan nenek saat itu masih sehat. Kami semua berlibur ke Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur, dan itu adalah liburan terakhir kami bersama nenek dan kakek. Selebihnya kami lewatkan bersama kakek di rumah. Dibalik itu ada suatu kejadian dimana aku dan saudara saudaraku saat di TMII, kami bermain sewa sepeda gas.

Kamipun berboncengan berpasang-pasangan. Dilla bersama Intan, Poppy bersama Nadia, Elfa bersama Yunita, dan aku bersama maudi. Awalnya asik asik aja kami menikmati indahnya pemandangan dengan mengelilingi TMII, ketika itu kami berpencar lalu bertemu kembali, yang aku ingat hanya ketwa, dan ketawa yang bisa kami lakukan. Saat itu aku dibonceng oleh Maudi saudara paling mudaku.

"Mud, coba sekarang giliran aku deh yang ngendarain sepeda. Kamu di belakang" ucap aku

"yakin teh Mir??" maudi berkata dengan khawatir

"semoga bisa, ini gimana?" akupun masih bertanya soal pakai sepeda gas itu

Saudara aku Maudipun menjelaskan dan mewanti-wanti untuk hati-hati

"yuk Mud, nanti ketinggalan sama mereka" ujarku..

Tungguuuuu gaiss, liat sekarang giliran aku yang bawa sepeda. Dengan so jagonya akupun membawa sepeda dengan ngebut, hingga saudaraku yang lain teriak-teriak "awasss Cahe hati-hati, liat kanan kiri"

"Mud kita ngebut yah, pegangan" kataku

Huuuuuuuuuuuuu seru sekali....

Tiba-tiba karena saking cepetnya aku mengendarai sepeda gas, hingga lupa untuk mengerem dan gak tau cara mengerem. Di depanpun ada tempat sampah besar, dan saat itu juga sepeda yang aku kendarai kehilangan arah, bingung cara memberhentikan sepeda, dan rasanya ngegas itu adalah mengerem"

"mud mud ini gimana, kok ga berhenti" ujarku dengan ketakutan

"teh Mir rem, rem" jawab Maudi dengan teriak ketakutan

"mana Mud gak bisa"

Waktupun terasa cepat hingga sepeda yang aku kendarai menabrak tempat sampah gede dekat toko baju yang bersebelahan dengan tempat sampah tersebut hingga kami terjatuh ke toko baju tersebut sampai baju baju yang berdiri tegak dipapan berdiri semua beraantakan jatuh tertimpa oleh aku dansepeda, yang aku ingat saat itu aku terjatuh sendiri. Ternyata saudara yang kau bonceng dia lompat saat saat tiba akan terjatuh dan aku dibiarkan terjatuh sendirian. Roda sepedapun berputar cepat, padahal sepeda ikut jatuh bersamaku.

Di situ aku mencari saudaraku yang aku bonceng, lah ternyata ada di belakang jauh dari tempat terjatuhnya aku. Semua saudara akupun tertawa dari kejauhan tapi dengan rasa kaget karena melihat aku yang jatuh hingga berbaring. Merekapun menghampiri saat aku berteriak

"teh Dillaaaaaaa, tolongin"(dengan rasa ingin menangis ketakutan)

Di situ hanya ada bapak bapak jutek yang ternaya pemilik toko baju itu

Ketakutan, rasa malu, rasa sakit, rasa bersalah semua campur aduk. Akupun bingung harus berbuat apa selain ketakutan dan berusaha meminta maaf ke si pedagang itu.

"pak maapkan saudaraku ya pak" ucap Yunita yang memulai untuk meminta maaf

Sudah berpikir apakah aku harus ganti rugi dengan semua ini.

"teh Dilla ini gimana, bantuin" ucapku

Kamipun membereskan semua baju yang tergelatak karena ulahku

"pak saya benar-benar minta maaf, untung ini semua baju pada masih utuh" ujarku ke si bapak pedagang itu dengan melihat baju satu persatu karena takut robek

Bapak pedagagpun baru menjawab "iya gapapa, tapi lain kali hati-hati ya. Soalnya ini bahaya"

"kami permisi ya pak, sekali lagi minta maaf, terimakasih juga ya pak" kamipun meninggalkan tempat toko baju tersebut masih dengan ledekan saudara-saudara yang tiada henti menertawakanku. Saat itu aku hanay bisa terdiam karena trauma dan masih ketakutan gitu.

"ya udah gausah dipikiran, gak apa-apa kan kata si bapak tadi" ujar Poppy si orang yang punya sikap bodo amat.

Udah ah gak mau lagi main sepeda gas di sini, trauma berat" masih dengan ucapan gemeteranku. Kepergian kami dari tempat kejadian itu memang meninggalkan cerita indah mungkin untuk dikenang sekarang. Namun entahlah apakah si bapak penjual baju itu masih mengingat kami terutama aku si orang yang menabrak tempat sampah hingga baju yang dijualnya tergelatak berantakan.

Kamipun menghampiri orang tua kami masing-masing dan aku sudah mengingatkan ke semua saudaraku untuk tidak menceritakan hal ini ke siapapun terutama kedua orang tuaku. Hingga mereka berjanji, dan sampai sekarang tragedi itu hanya punya aku dan saudaraku dimana hanya kami yang tahu hal itu, hingga detik ini.

Sepanjang jalan pulang, akupun tidak berhenti memikirkan tragedi siang tadi. Namun aku berusaha untuk melupakan hal itu. Semua aku jadikan pelajaran untuk kedepannya.

Keesokan harinya seperti biasa kami bermain dan yang pasti kami masih mengungkit ungkit kejadian di TMII.

"udahlah gausah diingat-ingat lagi" ucapku

"cahe kamu mah ada  ada aja sih, ngakak tau"

"kalian gak tau apa yang aku rasakan saat itu, campur aduk rasanya serba salah pula"

Singkat cerita, dibalik semua kebahagiaan dan canda tawa. Kamipun harus mengikhlaskan kembali karena kepergian kakek yang harus meninggalkan kami untuk selama-selamanya. Tepat 1 tahun kepergian nenek, kakekpun meninggal di tahun 2014. Duka kembali menghampiri keluarga kami, tapi yang kami lakukakn adalah bagaimana kami bisa berusaha ikhlas merelakan kepergian kakek, sosok laki laki tua yang amat sayang anak dan cucunya. Teguran sapaan yang hingga kini masih terbayang.

Tahun 2013-2014 merupakan tahun yang menjadi kesedihan kami karena harus kehilangan sosok laki-laki dan wanita luar biasa yaitu kakek dan nenek tersayang untuk selama-lamanya. Kebersamaan kami seketika hilang, sejak nenek dan kakek tiada. Semua tidak seperti dulu, berkumpul bersama menyajikan makanan bersama. Namun hanya takdir Allah lah berupa kematian yang hanya bisa memisahkan kita. Rasa kebersamaan yang dulu sering aku rasakan kini semuanya berubah.

Hidup tanpa nenek dan kakek semua terasa kurang. Namun mau sampai kapan kami kehilangan kebersaman ini. Lalu kami berusaha bangkit, dan memulai semuanya dengan hal baru tanpa merubah kebiasaan kami dulu.

Kini aku dan saudara-saudaraku hidup tanpa seorang kakek dan nenek. Namun kini juga itu bukan lagi menjadi sebuah masalah.

Ternyata semakin sadar kebersamaan akan muncul jika ada hasrat keinginan dari diri kita masing-masing. Kalo bukan kita yang membangkitkan kebersamaan untuk kembali, lantas siapa? Kalo bukan dari keluarga kita sendiri.

Hampir semua orang memiliki harapan yang sama tentang keluarga, yaitu keluarga yang tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera. Namun untuk menciptakan kebersamaan keluarga yang bahagia langgeng semua itu merupakan hal yang tidak mudah.

Jika kita sadar dan selalu berusah ikhlas atas takdir yang Allah tetapkan maka Sang pencipta akan memudahkan dan menunjukkan jalan. Kini aku tahu bahwa keluarga adalah tempat untuk kita belajar tentang sebuah pengorbanan. Percayalah keluarga adalah surga yang nyata untuk kami dengan kebersamaan yang kami punya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun