Sebelum cerita lebih lanjut, tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi yang terjadi di tempat saya bekerja dan belum tentu di alami di sekolah lain.
Sudah lima bulan tepatnya selama pandemi ini pembelajaran di sekolah ditiadakan dan diganti menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pelajaran online. Artinya aktivitas di sekolah benar-benar tidak ada lagi. Yang datang di awal-awal pandemi adalah yang ditugaskan piket entah itu guru ataupun staff dan itupun dibatasi.
Setiap hari yang biasanya jam 06.00 WIB pagi anak-anak sudah masuk lalu melakukan kegiatan pagi di lapangan kemudian jam 07.00 WIB anak masuk kelas dan memulai pembelajaran.
Ketika istirahat, lapangan dan kantin ramai. Begitu juga masyarakat yang berjualan di luar sekolah selalu diserbu anak yang jajan walaupun itu harus dibatasi oleh pagar sekolah yang memang tidak diizinkan dibuka untuk anak di jam istirahat.
Namun selama lima bulan ini sekolah benar-benar sepi.
Setiap pagi jam 08.00 WIB saya dan beberapa kawan tiba di sekolah, hanya ada kami saja dan tidak ada satupun murid yang datang.
Ulangan, ujian akhir, termasuk pendaftaran ke sekolah menengah atas dilakukan secara online dan membatasi murid yang berkunjung  untuk memberikan berkas pendaftaran. Untuk pendaftaran masuk  pun hanya di wakilkan oleh satu orang dari sekolah asalnya dan itupun setiap hari dibatasi untuk beberapa sekolah saja. Â
Tidak ada lagi anak baru memakai seragam SD-nya yang berkumpul di lapangan untuk melakukan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Tidak ada lagi orang tua yang mengantarkan anaknya ketika hari pertama sekolah. Karena kegiatan itu dilakukan secara online.
Bahkan ada beberapa anak yang sengaja datang ke sekolah memakai seragam karena katanya mereka rindu sekolah, rindu belajar bersama teman-teman, rindu guru-gurunya dan rindu memakai seragam sekolah.Â
Sebagai pekerja di lingkungan sekolah kita bisa memaklumi akan kerinduan mereka. Bukan hanya mereka para murid yang rindu aktivitas sekolah, kami pun pekerja di sekolah baik itu guru maupun staf Tata Usaha pun rindu akan keceriaan dan aktivitas murid-murid kami dengan segala perbedaan kelakuan, tingkat kepintaran maupun cerita-cerita mereka di sekolah.
Lalu apa yang terjadi dengan kondisi sekolah di masa pandemi terutama dari lingkungan dan kondisi bangunan sekolahnya?
Ruangan kelas otomatis kosong tidak terisi oleh murid. Begitu juga dengan ruang perpustakaan, ruang ekstrakurikuler dan ruangan-ruangan penunjang pembelajaran. Yang biasanya di isi oleh para murid dari pagi sampai sore (karena sekolah kami dua shift pagi - siang) kini benar-benar tak terisi sama sekali.
Ruangan kelas pun selalu tertutup, dikunci dan gelap. Ruangan kelas yang setiap harinya dibersihkan oleh piket siswa, kini benar-benar kotor. Petugas kebersihan sekolah pun karena hanya ada 2 orang. Mereka ditugaskan hanya untuk menjaga kebersihan ruang guru, kepala sekolah dan staff dan petugas kebersihan yang satu lagi untuk lingkungan sekolah dan toilet siswa. Mereka berdua tidak sanggup bekerja ekstra untuk membersihkan ruang kelas yang jumlahnya sekitar 15 ruang kelas. Banyak ruangan dan bangunan yang rusak karena kosong tak terisi.
Dari mulai melihat salah satu kursi ruang Bimbingan Konseling yang tetiba pindah tempat, teman yang ditepuk ketika jalan dari gerbang hingga kantor, suara-suara aneh dan suara tawa dari lantai dua hingga teman yang menemukan badannya dengan dua telapak tangan di punggung dan di lehernya sesuai dari  di ruangan dekat kantor guru. Padahal itu terjadi di siang hari.
Sejak adanya kejadian itu, saya dan beberapa kawan tidak ada yang berani sendirian di kantor. Kami sering janjian untuk jam datang dan barengan ketika pulang.Â
Apalagi terjadi pembatasan yang datang ke sekolah selama new normal ini. Kantor staff yang biasa berisi 6 orang pekerja, kini di kegiatan sekolah online, setiap hari hanya 3 orang yang selalu ada di sekolah (kecuali staf PNS harus datang setiap hari).
Begitu juga para guru, yang datang ke sekolah sesuai jam pelajaran mengajar mereka. Ruang guru yang biasa penuh, kini hanya beberapa guru saja yang mengisi ruang guru. Saya pun karena pada dasarnya penakut, baru berani masuk ruang kantor setelah rekan yang lain berada di kantor.
Selain itu akhirnya kami pun setiap berada di ruangan selalu membaca ayat-ayat al-quran dan juga memasang lantunan suara orang mengaji dari youtube. Itu dilakukan agar ruangan tempat kerja kami tidak terlalu sepi banget. Sementara di kegiatan sekolah normal, para siswa lah bersama guru yang mengajar jam pertama, setiap pagi hari melakukan pengajian bersama-sama.
Sekolah sepi tanpa aktivitas karena kegiatan pembelajaran jarak jauh tidak hanya berdampak pada murid tapi juga berdampak pada bangunan dan lingkungan sekolah. Selain itu berdampak pula pada banyaknya biaya yang harus dikeluarkan sekolah untuk perawatan maupun mengganti bagian dari prasarana sekolah yang rusak karena jarang digunakan.
Di era new normal ini aktivitas belajar di sekolah belum diizinkan sementara tempat wisata maupun mall-mall sudah dibuka kembali. Padahal di era new normal ini sebaiknya sekolah di buka kembali meskipun hanya seminggu dua kali ataupun seminggu sekali tentunya dengan pembatasan jumlah siswa dan protokol kesehatan yang harus dilakukan.Â
Seperti yang biasanya satu meja dua orang, kini sendirian. Jam pembelajaran dikurangi dan istirahat ditiadakan, siswa memakai masker dan wajib mencuci tangan dan jarak meja yang dibatasi lebih dari satu meter.Â
Apalagi banyak sekali keluhan siswa, orang tua maupun guru selama pembelajaran jarak jauh entah itu keluhan tidak punya handphone yang mumpuni, boros kuota internet maupun orang tua yang kerepotan membagi waktu antara pekerjaan rumah maupun membantu anak-anaknya belajar online.
Saya yang setiap hari bekerja di depan komputer dan juga sering menggunakan handphone sering merasakan langsung efek dari radiasi layar hp maupun komputer. Apalagi siswa yang setiap hari harus belajar dengan menggunakan handphone yang kemudian setelah belajar kembali menggunakan handphone untuk main game karena bermain dengan teman dilarang oleh orang tuanya.
Begitu pula dengan kerepotan para guru yang tidak hanya harus memberikan pengajaran online untuk murid-muridnya tapi juga harus membantu anak-anaknya belajar online juga di rumah. Kerja mereka menjadi lebih extra lagi. Saya percaya rekan-rekan guru rindu mengajar di kelas, rindu menerangkan materi, menulis materi di papan tulis dan aktivitas-aktivitas lainnya.
Biarkan siswa walaupun hanya seminggu sekali merasakan suasana belajar langsung di sekolah dan bertemu dengan teman-temannya meskipun tetap dibatasi interaksi langsung antar siswa.Â
Jangan biarkan bangunan dan lingkungan sekolah selalu kosong tak terisi olah canda tawa, tingkah laku maupun semangat anak-anak belajar di kelas.
Semoga pemerintah segera menemukan solusi yang lebih tepat lagi. Jangan biarkan anak-anak kehilangan moment seru selama belajar langsung di sekolah dan jangan biarkan bangunan sekolah rusak karena kosong tak terisi.
Semangat terus untuk para pendidik dan para siswa mesikpun harus belajar di rumah. Lekas pulih negeri ini dan juga semua penjuru negeri di bumi. Karena kami semua rindu akan aktivitas yang normal bukan new normal.
Tetap patuhi protokol kesehatan dan stay safe semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H