Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

15 Tahun Sokola Rimba: Merayakan Keberagaman Pendidikan dan Pelajaran Berharga dari Orang Rimba

27 September 2018   12:13 Diperbarui: 27 September 2018   12:44 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya datang dengan niat mengajar tapi kemudian lebih banyak belajarnya.

Itulah sepenggal kalimat penuh makna yang dilontarkan oleh Saur Marlina Manurung atau yang lebih dikenal dengan nama Butet Manurung pada perayaan 15 tahun Sokola Rimba di Goethe Institut tanggal 26 September 2018 kemarin.

Butet Manurung merupakan salah seorang aktivitas pendidikan negeri ini yang menghabiskan waktu selama 19 tahun untuk mengajar kaum rimba dan 15 tahun lalu bersama keempat sahabatnya mendirikan Sokola Rimba. Sekolah yang awalnya dibangun untuk suku Anak Dalam (orang rimba) di TNBD Jambi.

Menurut Butet Manurung, anggapan masyarakat umum bahwa orang rimba itu bodoh, miskin, harus ditolong dan seolah-olah kehidupan kita itu lebih baik dari orang rimba itu salah. Justru banyak yang dipelajari dari orang rimba atau orang pedalaman. Pengetahuan, cerita-cerita, skill mereka dalam bertahan hidup.

Karena itulah dalam rangka merayakan 15 tahun Sokola Rimba, bersama Sakolah Institut, organisasi yang sekarang menaungi Sokola Rimba mengadakan acara "Merayakan Keberagaman Pendidikan" agar masyarakat mengenal kekhasan sistem, metode dan pendekatan transfer pendidikan yang diterapkan masyarakat adat di beberapa tempat di Indonesia. 

Acara yang berdurasi selama kurang lebih 2 jam dan dipandu oleh Venna Anisa ini terbagi menjadi 3 sesi narasi yaitu narasi tentang tradisi orang rimba dalam  hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungan alam dan hubungan manusia dengan manusia.

Narasi yang dibacakan oleh beberapa orang selebritis dan tokoh publik seperti Maudy Koesnaedi, Prisia Nasution, Reza Rahardian, Riri Riza, Mira Lesmana, Handry Satriago, dll membawa penonton terhayut dalam rasa takjub akan orang rimba apalagi setiap narasi diiringi oleh alunan petikan gitar yang membuat pembacaan narasi menjadi semakin menarik dan kesannya syahdu.

Belum lagi maestro musik Indonesia, Ananda Sukarlan yang memainkan dua lagu dengan piano dan Tulus yang menyanyikan dua lagunya membuat penonton tidak hanya terinspirasi tapi juga sangat terhibur dengan acara ini.

Banyak sekali cerita menarik penuh tradisi. Seperti narasi yang dibacakan oleh Riri Riza tentang rumah masyarakat rimba yang dibangun secara gotong royong oleh semua keluarga dan tetangga yang bentuk dan artinya sudah diatur dalam pesan leluhur mereka. Bahwa di kampung orang rimba, semakin tinggi jabatan seseorang dalam adat maka rumahnya akan semakin sederhana. Tak heran pemimpin adatnya rumahnya menggunakan bambu daripada kayu.

Tulus yang membawakan narasi tentang hutan yang merupakan tempat asal muasal leluhur orang rimba yang harus dijaga karena tanpa hutan, mereka bukan siapa-siapa dan akan menjadi sekelompok orang tanpa identitas. Tanpa hutan mereka tidak punya sejarah dan masa lalu karena di hutanlah leluhur mereka berada.

Tanpanya hutan, orang rimba seperti masa depan karena disanalah anak cucu kami akan mengagantungkan masa hidup. Pasang Rikajang, pesan leluhur anak rimba yang mengibarkan hutan seperti tubuh manusia, pepohonannya seperti paru-paru yang menyaring udara, dedaunannya seperti mulut yang memanggil hujan.

Akarnya seperti kaki yang menahan air dan tanah. Dan sungainya seperti pagar menjadi yang membatasi wilayah. Hutan adalah hidup dan mati mereka. Benar-benar sarat makna.

Maudy Koesnaedi yang menceritakan tentang bagaimana orang rimba tentang adat istiadat ketika proses kelahiran orang rimba.  Tanah Peranaon adalah bagian dari hutan yang orang rimba jadikan tempat untuk sang ibu memberi kelahiran.

Di tanah ini bersemayam dewa-dewa yang akan menemani proses kelahiran.  Di tanah ini terdapat sumber air, sinar matahari yang baik, sumber makanan serta dedaunan dan pohon-pohon tertentu untuk menyambut kelahiran.

Handry Satriago dengan narasi tentang ritual adat orang rimba saat memaneh madu di pohon. Bahwa memanen madu adalah puncak keahlian lelaki rimba karena tidak semua lelaki rimba mampu melakukannya karena bukan pekerjaan mudah dan berbahaya. Sejak kecil orang rimba dilatih berburu dan menaklukan hutan setahap demi setahap.

Prisia Nasution dalam narasinya menceritakan tentang kedudukan kaum perempuan rimba yang mempunyai kemewahan. Adat yang melindung dan mengistimewaan kaum perempuan.

Bahwa perempuan hampir selalu dimenangkan dalam setiap perkara adat dengan laki-laki karena itu perempuan diumpamakan dengan  durian dan laki-laki dengan mentimun. Jarang sekali lelaki rimba memarahi istrinya. Hukum adat orang rimba menempatkan perempuan dibagian paling penting yang harus dilindungi.

Pelanggaran akan perlindungan perempuan akan mendapatkan hukuman berat yang tidak dapat ditawar. Perempuan rimba adalah benteng dan penjaga adat.

Reza Rahardian yang menceritakan tentang cara berkomunikasi orang rimba dengan alam antara bumi dengan surga savanna. Dan narasi-narasi lain yang dibacakan oleh para tokoh publik dan selebritis mengandung penuh makna dan sarat akan pelajaran yang bisa kita ambil dari orang rimba.

Buat saya pribadi yang bekerja di dunia pendidikan, acara ini sangat menginspirasi sekali. Bahwa adakalanya orang rimba lebih baik dari kita. Disaat orang rimba mempunyai semangat untuk belajar tapi disisi lain masih banyak pelajar di negeri ini yang menyepelekan pendidikan.

Sokola Rimba telah berjalan selama 15 tahun , dengan 60 relawan yang terlibat, 16 lokasi di 10 provinsi dengan 10.500 anak rimba yang mengikuti sekolah. Luar biasa banyak sekali orang rimba yang mau belajar. Sokola Rimba sendiri pernah dibuat dalam bentuk visual film tahun 2013 silam oleh Riri Riza dan Mira Lesmana dengan Prisia Nasution sebagai aktris yang memerankan sosok Butet Manurung. 

Sokola rimba kini telah berganti nama Sakola Institute. Menurut Butet Manurung, alasan perubahan itu karena mereka ingin apa yang sudah dilakukan selama 15 tahun ini dan metode yang sudah mereka lakukan terhadap orang rimba mereka ingin sumbangankah kepada negara.  Siapapun yang ingin belajar pada Sokola mereka akan menerima dengan tangan terbuka.

Sedangkan menurut Handry Satriago selaku Ketua Sokola Institut, alasan dirinya ingin terlibat karena ini adalah keberagaman. Keberagaman adalah manusia. Yang dilakukan oleh Butet Manurung dan kawan-kawan adalah sebuah proses keberagaman pendidikan yang manusiawi.

Seperti yang diceritakan oleh Pengendum Tampung salah seorang Anak Rimba yang 18 tahun lalu belajar di Sakola Rimba bahwa budaya orang rimba bukan tidak mampu mengatasi berbagai persoalan tetapi untuk saat ini karena dihadapkan oleh berbagai persoalan baik besar maupun kecil seperti pihak lain yang selalu membodohi  orang rimba pada saat proses jual beli di pasar maupun jual beli tanah maupun persoalan besar seperti orang rimba yang sudah banyak terancam oleh ekspansi perkebunan yang selalu menekan hidup orang rimba apalagi saat ini ruang hidup orang rimba sudah diklaim sebagai Taman nasional yang belum sepenuhnya mengakomodir hak-hak orang rimba. Karena itulah gunanya pendidikan. Pendidikan untuk melawan persoalan-persoalan dari luar.

Dan kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sudah saatnya membantu mereka dengan cara yang kita bisa. Hal yang simpel adalah membantu merawat dan menjaga tempat mereka hidup yaitu alam dan hutan. Tidak mengotori dan merusak alam dan berusaha sebisa mungkin untuk membantu mereka mencegah dari orang-orang yang ingin mengeksploitasi hutan tempat mereka tinggal.

Yuk bantu dan support mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun