Sokola rimba kini telah berganti nama Sakola Institute. Menurut Butet Manurung, alasan perubahan itu karena mereka ingin apa yang sudah dilakukan selama 15 tahun ini dan metode yang sudah mereka lakukan terhadap orang rimba mereka ingin sumbangankah kepada negara. Â Siapapun yang ingin belajar pada Sokola mereka akan menerima dengan tangan terbuka.
Sedangkan menurut Handry Satriago selaku Ketua Sokola Institut, alasan dirinya ingin terlibat karena ini adalah keberagaman. Keberagaman adalah manusia. Yang dilakukan oleh Butet Manurung dan kawan-kawan adalah sebuah proses keberagaman pendidikan yang manusiawi.
Seperti yang diceritakan oleh Pengendum Tampung salah seorang Anak Rimba yang 18 tahun lalu belajar di Sakola Rimba bahwa budaya orang rimba bukan tidak mampu mengatasi berbagai persoalan tetapi untuk saat ini karena dihadapkan oleh berbagai persoalan baik besar maupun kecil seperti pihak lain yang selalu membodohi  orang rimba pada saat proses jual beli di pasar maupun jual beli tanah maupun persoalan besar seperti orang rimba yang sudah banyak terancam oleh ekspansi perkebunan yang selalu menekan hidup orang rimba apalagi saat ini ruang hidup orang rimba sudah diklaim sebagai Taman nasional yang belum sepenuhnya mengakomodir hak-hak orang rimba. Karena itulah gunanya pendidikan. Pendidikan untuk melawan persoalan-persoalan dari luar.
Dan kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sudah saatnya membantu mereka dengan cara yang kita bisa. Hal yang simpel adalah membantu merawat dan menjaga tempat mereka hidup yaitu alam dan hutan. Tidak mengotori dan merusak alam dan berusaha sebisa mungkin untuk membantu mereka mencegah dari orang-orang yang ingin mengeksploitasi hutan tempat mereka tinggal.
Yuk bantu dan support mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H