Mohon tunggu...
LADY MIRACLE AGNES
LADY MIRACLE AGNES Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Jurusan Hubungan Internasional

Mahasiswi S1 Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekuasaan Media Baru dalam Membentuk Opini Politik Publik

18 Agustus 2023   22:57 Diperbarui: 18 Agustus 2023   23:09 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital yang di mana semua orang dapat memperoleh informasi dari mana saja terutama media sosial atau media baru  Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube dan wadah berita lainnya), dapat menjadi peluang yang dapat digunakan oleh para aktor politik untuk menyebarkan berita dan konten-konten politik. Penyebaran yang di lakukan ini, disebut dengan komunikasi politik. Komunikasi politik adalah proses di mana para aktor politik berkomunikasi dengan publik untuk mempengaruhi opini publik dan mendapatkan dukungan politik, untuk mempertahankan kekuasaan partai politik atau untuk memenangkan pemilihan umum. 

Saat ini komunikasi politik dan teknologi merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Penggunaan media baru dilihat lebih efektif dibandingkan menggunakan koran, majalah dan sebagainya. Selain itu media baru juga bisa menjadi alat untuk masyarakat  berkomunikasi dengan aktor politik dengan saluran yang diberikan oleh media baru ini. Saluran yang diberikan oleh media baru juga mempunyai kekuatan yang dapat mempersuasi masyarakat. Dan tidak banyak juga yang memanfaatkan saluran yang ada di media baru ini, untuk menggiring opini publik, yang dianggap sangat penting dalam proses komunikasi politik ini. 

Di Indonesia, terdapat beberapa kebijakan yang mengatur komunikasi politik. Beberapa contoh kebijakan komunikasi di Indonesia yaitu UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, PP No. 53 Tahun 2000, Keppres No.153 Tahun 1999, juga Inpres No.6 Tahun 2001.

Media sosial adalah sebuah jaringan komunikasi dalam bentuk diskusi online sederhana berupa teks, video, blog, foto, update status di Facebook, MySpace, LinkedIn, dan situs-situs lainnya (Alejandro, 2010:1). Dibandingkan dengan media konvensional seperti koran, majalah, dan pemberitaan yang biasa dilakukan melalui televisi maupun radio, saat ini masyarakat akan memilih menggunakan media sosial yang di rasa lebih mudah untuk berinteraksi maupun menyebarkan berita. 

Terutama dalam menyampaikan opini yang dimiliki dan akhirnya banyak para aktor politik yang menggunakan media sosial ini untuk menarik perhatian masyarakat yang bertujuan untuk, mengumpulkan opini dari masyarakat maupun membentuk opini baru di masyarakat. Dalam negara demokrasi adanya proses komunikasi politik, opini dapat dipublikasikan sesuai dengan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut.(Indrawan, R. M. J, 2017:179)

Bagaimana media baru bisa mempengaruhi opini publik tentenng politik?

Opini publik adalah hasil dari proses mengkomunikasikan informasi yang dikumpulkan atau disediakan untuk publik, dengan kepentingan yang sama terhadap isi informasi yang dikomunikasikan. Opini politik publik adalah pemikiran tentang isu-isu politik, pemimpin, institusi, dan peristiwa yang mempengaruhi kepentingan publik. Opini politik publik dapat mempengaruhi preferensi, kepercayaan, sikap, dan nilai masyarakat terhadap berbagai isu politik. 

Opini politik publik juga dapat mempengaruhi kebijakan, keputusan, dan tindakan pemerintah dan lembaga politik lainnya. Opini politik publik mengacu pada persamaan dan perbedaan antara pandangan individu atau sekelompok orang dalam masyarakat, dan tekanan atau dukungan bagi pemerintah atau aktor politik lainnya untuk mengadopsi kebijakan atau praktik yang memenuhi kebutuhan atau keinginan masyarakat.

Bicara media dan pembentukkan opini publik, menurut Shoemaker dan Reese, akses ke jejaring sosial (media sosial) seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan situs media sosial lainnya merupakan pelaporan publik dan interaksi untuk pencari informasi dan pengguna. Opini publik yang dibentuk oleh media baru ini, dan membuat masyarakat cenderung lebih memilih media sosial daripada media konvensional, termasuk komunikasi sebagai sarana untuk mengekspresikan emosinya, karena media sosial tidak memiliki batas atau larangan untuk menyampaikan opini maupun kritik yang ingin disampaikan (Shoemaker dan Reese, 1996: 121). 

Dari berkembangnya sistem informasi saat ini, media baru merupakan cara baru untuk merubah sistem demokrasi dalam berkomunikasi politik. dikarenakan memiliki  perbedaan yang cukup mencolok baik dari cara penyajian informasi dan akses ke publik dibandingkan dengan media konvensional. karena itu, media baru mempunyai peran penting dalam membentuk opini publik dalam proses komunikasi politik. 

Biasanya untuk menarik perhatian masyarakat para aktor politik menggunakan media sosial untuk berkampanye. Karena jangkauan yang dimiliki oleh media sosial cukup besar yang akhirnya masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya secara terbuka. Inilah yang menyebabkan komunikasi politik menjadi dua arah yang akhirnya opini masyarakat yang didapatkan menjadi jawaban dari sebuah masalah politik yang dimana, masyarakat memiliki peran penting untuk membangun opini publik. 

Para aktor politik akan melakukan apa saja untuk menggiring opini publik agar tujuannya tercapai. Kehadiran media sosial menjadi sarana utama dan paling tepat, untuk para aktor politik  menyebarkan konten-konten yang terkait dengan politik. 

Apa sudah berjalan efektifkah komunikasi politik di Indonesia?

Masyarakat Indonesia tertarik dengan Internet dan berita politik lebih mudah didapat, menghasilkan hasil yang lebih baik dari komunikasi politik melalui media digital. Sementara tuntutan Revolusi Industri 4.0 telah memusatkan perhatian masyarakat Indonesia pada internet, yang juga memberikan peluang bagi para aktor politik untuk beralih ke media digital untuk komunikasi politik. Akses internet bukan lagi hal baru bagi masyarakat Indonesia, dengan jumlah masyarakat Indonesia yang online diperkirakan mencapai 272.682 pada tahun 2021, menurut data  APJII. 4.444.600 dari 210.062.769 orang tinggal di Indonesia (Arif, 2022). 

Ada beberapa hal menarik tentang penggunaan internet di Indonesia Per januari 2021. Pada dasarnya, pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 8 jam 52 menit per hari untuk mengakses internet di berbagai perangkat. Saat ini, pengguna internet di Indonesia menghabiskan rata-rata 3 jam 14 menit per hari di media sosial. Ini lebih lama dari rata-rata orang Indonesia yang hanya menonton TV selama 2 jam 50 menit per hari.

Dari data tersebut menunjukan komunikasi politik cukup efektif  karena yang sukses adalah sarana untuk memfasilitasi komunikasi antara negara dan rakyatnya, maupun sebaliknya. Membuat masyarakat bebas untuk menyampaikan pendapat maupun keresahan yang di alami. Disini penuis mengambil contoh tokoh politik yang menggunakan metode personal branding dalam membagun komunikasi politiknya adalah Ganjar Pranowo. Ganjar memanfaatkan media baru seperti instagram untuk membangun personal brandingnya. Ganjar merespon semua kejadian di masyarakat melalui media sosial yang memiliki jangkauan yang cukup luas, dalam memberikan respon atas konflik yang terjadi antara aparat dan masyarakat yang menolak penambangan batu andesit di Desa Wadas.

Sistem komunikasi politik melalui media baru ini, dapat di hubungkan dengan Teori politik David Easton yang menjelaskan bagaimana akses ke lingkungan politik berarti perubahan. Dalam konteks komunikasi politik, teori dapat membantu kita memahami bagaimana informasi politik dan kata-kata (input) diolah dan dikomunikasikan kepada publik (output) melalui proses komunikasi politik. Proses komunikasi politik melibatkan interaksi berbagai aktor dan media untuk menciptakan pesan yang lebih efektif. 

References

Alam, S. (2021,, Juni). Penggunaan Media Sosial Sebagai Alat Komunikasi Politik, VOL. 09(NO. 01,), 68-78.

Budiyono. (2016, Oktober). Media Sosial dan Komunikasi Politik: Media Sosial sebagai Komunikasi Politik Menjelang PILKADA DKI JAKARTA 2017, Volume 11(Nomor 1), 47-62.

Indrawan, R. M. J. (2017, Desember). DAMPAK KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK TERHADAP PERILAKU MASYARAKA, Volume 16(No. 2), 175-177.

Santana, A. M. (n.d.). Pengaruh Media Baru dalam Membentuk Opini Publik sebagai Proses Komunikasi Politik. Retrieved August 13, 2023, from https://www.kompasiana.com/anandamiras/63b5c5dc43b73e3c37608e32/pengaruh-media-baru-dalam-membentuk-opini-publik-sebagai-proses-komunikasi-politik?page=all#section2 

Shoemaker, P. J., & Reese, S. D. (1996). Mediating the Message: Theories of Influences on Mass Media Content. Longman.

Susanto, E. H. (2017, Juli). MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENDUKUNG JARINGAN KOMUNIKASI POLITIK, Volume 3(Nomor 3), hlm 379-398.

Alejandro,Jennifer.(2010). Journalism In The Age Of Social Media, University of Oxford, Reuters Institute for the study of Journalism : Hilary and Trinity Terms & Thomson Reuters Foundation 

Arif, M. (2022, October 20). Survei Profil Internet Indonesia 2022. APJII. https://apjii.or.id/survei

Nofiard, F., & Universitas Lambung Mangkurat. (2022, Desember). Komunikasi Politik Digital di Indonesia, Vol. 10(No. 2), Halaman: 31-40.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun