Pada kasus Qatar, Reiche dan Tilnaz dalam Schulting (2019) mengungkapkan bahwa "kami (Qatar) mengidentifikasi atlet dan menawarkan mereka untuk berkompetisi di Qatar karena mereka tidak mendapatkan dukungan  yang memadai di negaranya" selain itu mereka juga menawarkan untuk berlatih di sebuah pusat pelatihan yang sangat mewah dan lengkap yang disebut dengan Aspire Academy sekaligus Qatar juga menawarkan diri mereka sebagai sebuah institusi pelatihan olahraga yang mewah ketika di negara asal atlet tersebut tidak dapat memenuhi fasilitas latihan mereka untuk mencapai performa terbaik (Schulting, 2019). Sehingga dapat dilihat bahwa alasan dari seorang atlet mau diajak untuk berpindah kewarganegaraan walaupun mereka tidak memiliki hubungan pertalian darah dengan negara tersebut adalah ketika dia menganggap negara yang ditujunya merupakan tempat yang lebih baik daripada tempat asalnya ataupun ataupun menganggap bahwa jika mereka sudah pernah bermain untuk sebuah tim nasional walaupun bukan dari negara asal mereka hal ini dapat memperbaiki portofolio karir mereka. Dan sekali lagi bermain untuk sebuah negara yang bukan negara aslinya mempunyai nilai yang seperti tentara bayaran. Mereka berperang untuk mereka yang membayar lebih mahal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H