Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Asgar", Sisi Lain Garut Selain Dodol dan Domba Adu

22 Oktober 2019   16:01 Diperbarui: 23 Oktober 2019   14:59 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Viva.co.id

"Tapi karena anggota keluarga semakin banyak dan tersebar di berbagai daerah di sekitar Garut, keahlian itu akhirnya menyebar," Ujar Ali seperti dilansir Tempo.co.

Begitu pula dengan Achmad Tossin, putra Muhammad Ero Saefulloh, asal Kampung Peuteuy, Garut, pemilik pangkas rambut Sawargi, Bandung. Ia mengisahkan bahwa orangtuanya telah menjadi pemangkas rambut sejak akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia dan mendapat skill memangkas rambut, ya, dari ayahnya sebagai mandat untuk meneruskan usaha keluarga (Koran Tempo).

Tulisan Soelastri Soekirno berjudul "Cerita Para 'Asgar' Merawat Tradisi Tukang Cukur Garut" memberikan gambaran yang cukup komprehensif terkait bagaimana upaya urang Garut melestarikan keahlian memangkas rambut di era modern.

Di tengah persaingan yang kian ketat, Abah Atrox, berinisiatif mendirikan sekolah cukur di Kampung Peundeuy, Desa Banyuresmi, Kecamatan Banyuresmi yang dikenal sebagai produsen maestro tukang cukur Indonesia sejak 2016.

Pria paruh baya bernama asli Rizal Fadillah itu, mengaku tujuan utama mendirikan sekolah tersebut tak lain, demi mengangkat harkat derajat profesi tukang cukur agar tidak dipandang sebelah mata.  Maklum, dekade 90-an dan 2000-an, profesi pemangkas rambut masih dianggap remeh. Karena jangankan punya tempat permanen yang menetap, dulu tukang cukur adalah profesi yang kental dengan plesetan "DPR" alias di "bawah pohon rindang." Ungkapan bernada olok-olok buat pemangkas rambut keliling.

"Abah Atrox" Sumber Gambar: Vice.com
"Abah Atrox" Sumber Gambar: Vice.com
Karena itu, untuk mengubah stigma ini, Barber School Abah Atrox memberi kurikulum berupa pelatihan skill dasar, mempelajari tren rambut terbaru, mengenal alat-alat potong, sampai teknik memijat. Bahkan, yang tak boleh dilupakan, menurut Ada Syuhada, salah satu pengajar di sana, adalah pelajaran etika.

"Menjadi tukang cukur itu tak hanya pintar mencukur, tapi juga harus punya sopan santun. Tidak boleh pakai baju sembarangan, harus bersih dan rapi. Harus sabar, terutama menghadapi tamu yang tidak puas dengan pekerjaan kita," paparnya seperti dilansir Kompas.com.

Karena itu, meski di kampung Peundeuy rata-rata anak-anak kecilnya jago memangkas rambut, belum tentu mereka bisa langsung terjun ke lapangan dan jadi profesional. Mereka masih perlu dilatih dari sisi etika, tambah Ada yang sudah menjalani profesinya sejak 1965.

Sumber gambar: Viva.co.id
Sumber gambar: Viva.co.id

"Skill saja belum cukup, butuh etika untuk jadi pemangkas rambut profesional" 

Asgar Sebagai Branding Alternatif? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun