Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sang Penyelamat Reputasi Sepak Bola Inggris

3 Oktober 2017   17:24 Diperbarui: 4 Oktober 2017   10:56 2749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kevin Phillips, pemain Inggris terakhir yang berhasil jadi top skor liga Inggris.(Sumber foto: theScore.com)

Publik Inggris begitu haus akan prestasi. Maklum, meski liganya digadang-gadang sebagai liga terbaik di dunia, kenyataan berbanding terbalik dengan tim nasionalnya. Padahal kurang apa, Inggris tak pernah kekurangan talenta hebat, terutama di barisan penyerang sebagai pembobol gawang lawan.

Kita saksikan, pada era 60-an ada Bobby Charlton dan Geoff Hurst, 70-an ada nama Kevin Keegan dan Mick Channon, tahun 80-an pasti tak asing dengan nama striker maut Gary Lineker dan John Barnes, lalu tahun 90-an hingga 2000-an, kita tentu familiar dengan striker-striker hebat macam Alan Shearer, Les Ferdinand, Ian Wright, Michael Owen, Robbie Fowler, dan Kevin Philips untuk menyebut sejumlah nama. 

Tapi sekali lagi terkait prestasi? Nol. Inggris masih ketinggalan sangat jauh dibanding negara-negara elite sepakbola Eropa ataupun Amerika Latin. Pencapaian terbaik mereka pasca juara dunia di World Cup 1966, adalah menjadi semifinalis (peringkat 4) pada World Cup 1990 di Italia. Di Euro setali tiga uang, negeri Ratu Elizabeth ini belum pernah sekalipun juara. Pencapaian terbaiknya 'hanya' -- lagi-lagi -- menjadi semifinalis di edisi Euro 1996. Ironisnya, turnamen itu pun digelar di negeri mereka sendiri. 

Pencapaian Inggris terbaik sepanjang sejarah, juara dunia 1966 di tanah sendiri.(Sumber foto: Fifa.com)
Pencapaian Inggris terbaik sepanjang sejarah, juara dunia 1966 di tanah sendiri.(Sumber foto: Fifa.com)
Lebih ironis lagi, pada saat liganya diklaim sebagai yang terbaik di Eropa dalam skala komersial, gaji pemain, dan taburan pemain bintang, talenta-talenta Inggris justru seakan terpinggirkan. Mereka kalah pamor dengan pemain impor berstatus megabintang. Setelah era Frank Lampard dan Steven Gerard berakhir misalnya, nyaris tak ada tandingan untukmidfielder sekelas David Silva dan Cesc Fabregas (Spanyol) hingga  Mesut Ozil (Jerman).

Di sisi bek tak jauh beda. Publik Inggris masih menantikan siapa pengganti John Terry atau Gary Cahill pasca mereka pensiun nanti. Ada memang segelintir pemain muda menjanjikan seperti Michael Keane atau John Stones. Tapi itupun masih perlu diasah dan butuh pembuktian lebih di berbagai kompetisi.

Setali tiga uang dengan prestasi di aspek kepelatihan yang bisa semakin mengukuhkan persepakbolaan Inggris memang berada dalam 'dark era' atau era kegelapan. 

Coba saja telusuri faktanya, sejak pertama kali bergulir tahun 1992, Liga Primer Inggris tidak pernah dimenangkan oleh pelatih asli Inggris. Sir Alex Ferguson yang sangat sukses bersama Manchester United adalah orang Skotlandia. Arsene Wenger yang membawa Arsenal juara dan menjelma jadi klub papan atas, berkewarganegaraan Prancis. Hanya Kevin Keegan lah, yang cukup diperhitungkan. Itupun hanya jadi runner up bersama Newcastle United. Mana lagi? Nama-nama pelatih Inggris macam Steve McClaren, Roy Hodgson, Harry Redknapp, Alan Pardew, dan Sam Allerdyce  adalah pelatih-pelatih dengan prestasi medioker.

Pelatih asli Inggris tak pernah menjuarai Liga Primer Inggris sejak liga ini bergulir tahun 1992.Hanya Kevin Keegan yang bertaji, tapi itupun hanya membawa Newcastle jadi runner up musim 1995/1996 dan 1996/1997.(Sumber foto: Dailymail.co.uk)
Pelatih asli Inggris tak pernah menjuarai Liga Primer Inggris sejak liga ini bergulir tahun 1992.Hanya Kevin Keegan yang bertaji, tapi itupun hanya membawa Newcastle jadi runner up musim 1995/1996 dan 1996/1997.(Sumber foto: Dailymail.co.uk)
Apalagi setelah era komersialisasi besar-besaran saat Chelsea diakuisisi Roman Abramovich, dominasi pelatih asing kian menenggelamkan pelatih (asli) Inggris. Dekat-dekat ini kita bahkan bisa saksikan sendiri, betapa pelatih Italia sangat mendominasi tanah Britania. Ya Conte - si Italia - berhasil membawa Chelsea juara setelah musim sebelumnya, Ranieri yang juga orang Italia mengantarkan Leicester City ke puncak tertinggi liga. Mereka mengikuti jejak Roberto Mancini yang juara bersama Manchester City dan Carlo Ancelotti bersama Chelsea.

"Lalu apa yang tersisa dari sepak bola Inggris selain liganya yang glamor? Kalau boleh sarkastis, penulis akan berani bilang, tidak ada. Kalau ada yang punya pendapat lain, silakan diutarakan! Top skor liga pun tidak pernah diraih oleh pemain lokal sejak terakhir Kevin Phillips meraihnya pada musim 1999/2000."

Kevin Phillips, pemain Inggris terakhir yang berhasil jadi top skor liga Inggris.(Sumber foto: theScore.com)
Kevin Phillips, pemain Inggris terakhir yang berhasil jadi top skor liga Inggris.(Sumber foto: theScore.com)
Tapi di tengah keterpurukan akan prestasi, kondisi liga yang semakin komersil, dan meredupnya pemain-pemain lokal, munculah seorang pemuda yang lahir di Chingford, London seakan menyelamatkan muka Inggris. Sempat dianggap sebelah mata sebagai penyerang 'kebetulan' dan akan bernasib sebagai "One Session Wonder' atau sensasi semusim saja, pemuda ini membungkam pengkritiknya dengan menjadi top skor Liga Inggris dua kali berturut-turut (2015/2016 dan 2016/2017). Di musim ini pun, ia berpotensi ke jajaran elite penyerang tertajam setelah berhasil mencetak 6 gol dalam 7 pertandingandi liga.

Belum lagi di Tim Nasional Inggris. Keberadaanya seakan mengobati pensiunnya Wayne Rooney. Sejauh ini ia telah mencetak 10 gol dari 21 pertandingan. Cukup impresif bagi pemain yang baru dipanggil ke tim senior pada tahun 2015. Bahkan ia sudah diproyeksikan sebagai kapten masa depan the Three Lionsyang dibuktikan saat melawan Skotlandia dan Prancis pada Juni lalu. Siapakah dia?

Ya, dia adalah Harry Kane, penyerang Tottenham Hotspurs yang moncer di bawah asuhan Mauricio Pochettino. Tidak peduli suara-suara miring yang menganggap remeh, Kane tetap melaju. Mencetak gol demi gol bersama rekan setianya, Dele Alli, sehingga mampu membawa Lilywhite  ke dalam persaingan memperebutkan gelar juara. Meski ia harus menerima kenyataan gagal untuk kali kedua.  

Menjadi top skor dua kali berturut-turut, bukti bahwa pemain lokal belum habis. Sumber foto: (Goal.com)
Menjadi top skor dua kali berturut-turut, bukti bahwa pemain lokal belum habis. Sumber foto: (Goal.com)
Pencapaiannya ini sekaligus membuktikan bahwa penyerang Inggris masih layak diperhitungkan. Kane menegaskan pemain lokal belum mati dan mampu bersaing bahkan melewati pencapaian penyerang tajam Liga Inggris lain semacam Romelu Lukaku, Kun Aguerro, Gabriel Jesus, dan Alvaro Morata. Dengan demikian, tidaklah berlebihan kalau Harry Kane layak dianggap sang penyelamat reputasi dari sebuah negeri yang merupakan tempat lahirnya sepak bola: Inggris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun