Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pledoi Buat "Mesiah" yang Katanya “Terkutuk”

27 Juni 2016   15:13 Diperbarui: 28 Juni 2016   10:41 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iya, karena permainan Messi di final saat mewakili negaranya seakan selalu di bawah standar. Berbeda di semua final Liga Champion Eropa bersama Barcelona, ia selalu menjadi pemain kunci. Jika tidak mencetak gol, ia memberi assist. Jika tidak keduanya, Messi akan menjadi roh permainan dengan pergerakannya yang mengganggu pemain lawan sehingga mereka kehilangan konsentrasi. Dan memberikan pemain lain – rekannya di Barcelona – mencetak gol. Hasilnya excellent, semua final Liga Champion berhasil ia menangkan.

lionel-messi-champions-league-trophy-3312566-5770cb220523bdc504a7860c.jpg
lionel-messi-champions-league-trophy-3312566-5770cb220523bdc504a7860c.jpg
Messi tak pernah kalah di 3 final Liga Champion Eropa yang dilaluinya.

Sumber Gambar: Skysport

Tapi ketika tampil final saat mewakili  timnas Argentina? Seperti yang sudah kita saksikan. Messi seakan kehilangan daya magis. Tembakannya banyak yang meleset, gagal mengeksekusi tendangan bebas sebagai salah satu signature-nya,  kehilangan kontrol emosi, dan juga tak maksimal membaca permainan. Bisa jadi hal ini terjadi lantaran ekspektasi rakyat Argentina yang terlampau besar. Memosisikannya sebagai messiah atau juru selamat pasca periode Maradona yang miskin gelar, dituntut mengembalikan harga diri Argentina sebagai salah satu kekuatan sepakbola dunia. Sehingga dengan sendirinya harapan-harapan tersebut memengaruhi sisi psikologis la pulga, saat selangkah lagi hendak mewujudkannya. 

Lalu apa argumen di balik  jawaban “tidak” tentang apakah Messi pantas dikambinghitamkan atas segala kegagalan Argentina? 

Lagi-lagi jawaban ini tak jauh subjektifnya dengan jawaban "ia" di atas. Persepektifnya akan lebih tertuju ke filosofi sepak bola modern. 

Maafkan penulis jika, analisisnya hanya menggunakan ilmu "kira-kira". 

Sepak bola modern lebih mementingkan permainan kolektif. Jika ada 11 pemain berada di atas lapangan, dengan segala peran yang diwakilinya: kiper sebagai palang pintu terakhir penghalau terjadinya gol, bek berfungsi menghalau serangan lawan, midfielder mengorganisasi penyerangan, dan striker  sebagai ujung tombak mencetak gol. Maka semua posisi itu menyerupai sebuah organ yang harus saling terhubung satu sama lain. Tak boleh ada yang menonjol di antara yang satu dengan yang lain. Team, more essential than individual skill, itu kata pengamat sepakbola terkemuka kita Bung Kusnaeni. 

Karena itu, jika kemudian tipe-tipe pemain "dewa" semacam Diego Maradona, Michel Platini, Johan Cruyf, Pele, ataupun Ferenc Puskas sebagai satu-satunya individu yang mengerakkan tim, key player yang tak tergantikan, dan juru selamat karena keberadaannya bisa memberikan perbedaan pada hasil pertandingan, kemudian sulit ditemukan pada masa ini, itu tak mengherankan. Karena itu, jika kemudian Messi menjadi satu-satunya pribadi yang dipersalahkan sebagai biang kerok kegagalan Argentina, itu sangat terbuka untuk bahan perdebatan. 

Karena ia berada dalam situasi paradoksal. Di satu sisi ia mewarisi darah "dewa" tersebut, tapi di sisi lain pelatih-pelatih seperti Jose Mourinho, Fabio Capello, Louis van Gaal, Sir Alex Ferguson, Pep Guardiola, Frank Rijkaard, dan Marcelo Bielsa, bahkan Gerardo Martino untuk menyebut beberapa nama, mengurangi ketergantungan tim terhadap seorang pemain. Dengan kata lain, pemain oleh meraka diberikan porsi yang rata, sesuai dengan posisi dan tanggung jawabnya. Jika kemudian ada pemain yang lebih menonjol seperti Messi dan Ronaldo dalam sebuah tim, itu tak muncul hanya karena mereka diberikan peran lebih oleh pelatih dan rekan-rekannya. Melainkan lebih berasal dari support dan organisasi yang baik, mulai dari manajemen, pemandu bakat, hubungan internal antara pemain, manajemen ego, dan semua elemen di dalam tim serta taktik yang berjalan di lapangan. Dan satu lagi, jangan lupakan aspek bakat! 

Messi harus berjuang dalam jiwa zaman seperti itu. Karena seberapa hebat pun ia, jelas ia tak bisa bermain maksimal tanpa dukungan pemain lain. Di Barcelona, dukungan pemain sebut saja Xavi, Iniesta, Mascherano, atau pemain fenomenal di awal mula kariernya di Barcelona yaitu Ronaldinho sangat vital dalam perkembangan permainan Messi.  Merekalah plus pelatih macam Rijkaard dan Guardiola yang mampu menjadi katalisator berkembangnya bakat Messi secara optimal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun