Mohon tunggu...
Indri Hapsari
Indri Hapsari Mohon Tunggu... Pengajar -

Perangkai aksara dalam ruang 3 x 3

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Lelaki

18 Januari 2014   12:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:43 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pelanggan itu, bisalah ia sebut malaikat, karena pelanggannya itu memberi Ibu uang untuk berobat Ayah ke rumah sakit. Hingga sembuh, katanya.

Sebelum uang itu di tangan sang Ibu. Pelanggan itu berbincang. Sayup terdengar kata libido dan tinggi. Istilah yang terlalu asing baginya, tapi Ibunya seakan mengerti.

Singkat cerita, gadis itu pun menikah bawah tangan dengan pelanggannya itu. Tak sedikit pun sedih tersemburat di hati dan wajah gadis itu. Ia senang karena menikah dengan malaikat. Lagi pula, umurnya telah cukup untuk memiliki anak. Demi sang Ayah pula yang berangsur membaik kondisinya.

Rumah tangganya tak pernah bercek-cok. Suaminya selalu terbuka padanya. Uang selalu cukup di kantungnya yang dulu tipis. Dan ia pun baru tahu arti libido itu. Mengapa suaminya tak malu berkata jujur pada Ibunya dulu? Apa karena suaminya memang orang yang terbuka.

Dua tahun setelah anak istri pertama suaminya lahir. Laki-laki. Anaknya sendiri pun lahir. Perempuan. Lengkaplah kebahagiaan suaminya.

Kamulah anak perempuan suaminya itu, Nak. Akulah gadis itu. Ibumu. Jadi, nak, Bapak tidak berselingkuh dengan wanita lain, justru Ibu yang hampir merusak pernikahan pertamanya.

Dan bukan salah Bapak jika akhirnya menceraikan Ibu karena istri pertamanya telah tahu dan mengamuk. Bapak pun tak ingin meninggalkan kita, Nak. Percayalah, Ibu bahagia memilikinya sebagai suami Ibu. Ibu mencintainya. Cinta yang tumbuh diam-diam selama pernikahan kami.

Kini kamu tahu yang sebenarnya, Nak. Bapak mungkin tak lagi membagi waktunya untuk kita. Tapi, lihatlah hidup kita, Nak. Semua pemberiannya. Jangan kamu bilang tak membutuhkan ini, Nak. Karena inilah wujud sayangnya kepada kita. Cintai ia seperti Ibu yang mencintainya, Nak.

-Penuh cinta, Ibumu.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun