Mohon tunggu...
Minten Ayu Larassati
Minten Ayu Larassati Mohon Tunggu... -

Study: Univ.Muhammadiyah Surakarta. Menjadi pribadi yang bersemagat dan senag menemukan hal baru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Metode Penelitian Naratif

24 September 2014   23:34 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 10744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai Cara dalam Menelusur dan Menguak Cerita dari Hasil Penelitian Menjadi Sesuatu Yang Bersifat Ilmiyah.

Disampaikan dalam Diskusi Pasca-Sarjan UMS Metode Penelitian dalam Pendidikan Islam.

Oleh: Minten Ayu Larassati

A.Pengantar

Manusia adalah  makhluk Storying. Memahami dunia dan hal-hal yang terjadi adalah dengan membangun narasi untuk menjelaskan dan menginterpretasikan kejadian baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Struktur narasi dan kosa kata yang kita gunakan ketika kita berinteraksi dan bercerita mengenai kisah dan pengalaman hidup kita secara detail dan signifikan, akan memberikan informasi tentang posisi sosial dan budaya. Dalam arti ini cerita bukan hanya menjadi cerita saja, melainkan menjadi bagian dari penelitian untuk memahami manusia dan dunianya.

Identitas manusia dibentuk dan berkembang seturut dengan cerita yang diajarkan kepadanya, sekaligus cerita yang dituturkan di dalam hidupnya, dengan demikian narasi atua cerita bisa mempengaruhi/memberikan opini tersendiri bagi penikmat narasi. Metode naratif hendak memahami kehidupan manusia yang memang penuh dengan ‘cerita’. Pendekatan ini lebih bersifat holistik, detil, dan sangat kualitatif guna memahami kehidupan manusia yang terus berubah sejalan dengan perubahan waktu.

Di dalam bukunya Wabster dan Metrova mengajukan tiga hal yang kiranya perlu untuk memahami inti dari metode naratif. Tiga hal itu dirumuskannya dalam tiga pertanyaan. Mengapa naratif? Mengapa cerita yang dijadikan sebagai titik tolak penelitian? dan aspek-aspek apa sajakah yang perlu dikuasai di dalam model penelitian naratif?.  Dengan menjawab tiga pertanyaan itu, maka metode penelitian naratif dapatlah dirumuskan sebagai metode penelitian yang sifatnya koheren dan integral. Di dalam tulisannya Wabster dan Metrova menyatakan dua kontribusi metode naratif di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, yaitu satu, metode naratif membantu menegaskan sejarah dari kesadaran manusia. Metode naratif mau menganalisis cerita yang dituturkan maupun yang didengarkan orang sedari ia kecil, dengan demikian cerita tidak hanya membentuk manusia individual, tetapi juga manusia sebagai keseluruhan, yakni manusia sebagai spesies. Yang kedua pada level individual, menurut Wabster dan Metrova , cerita adalah cerminan dari pribadi personal setiap orang. Di dalam cerita terkandung sejarah dan ingatan tentang masa kecil, remaja, dewasa, sampai masa tua seseorang.

Di dalam filsafat pendidikannya, John Dewey menggunakan narasi (cerita) sebagai titik tolaknya. Baginya cerita memiliki pengaruh besar di dalam perkembangan kesadaran diri manusia. Tidak hanya itu baginya, masyarakat manusia pada umumnya berkembang dengan berpijak pada tradisi oral (tutur cerita) yang sangat mengedepankan pendidikan melalui cerita. Maka dari itu cerita memiliki peran yang sangat penting di dalam pembentukan cara berpikir dan karakter manusia. Jika narasi memang memiliki peran yang begitu penting di dalam kehidupan, maka penelitian atasnya juga membantu kita untuk memperoleh pengertian lebih tentang iklim pendidikan di suatu masyarakat, baik pendidikan dalam bentuk keterampilan teknis, ataupun pendidikan yang sifatnya lebih teoritis yang sifatnya lebih membentuk pemikiran dan pandangan dunia (world view).

Dalam makalah ini akan membahas mengenai narasi yang di gunakan dalam penelitian yang kemudian di sebut sebagai metode penelitian naratif.

B.Sejarah Narasi

Sejarah narasi (bahasa Inggris: oral history) para ilmuwan Eropa sejak dua abad berselang sangat memandang tinggi penggunaan dokumen sebagai dasar penelitian karena dokumen dianggap dapat mengungkapkan keabadian serta kekinian yang dapat dirangkul, diinterpretasi dan dieksplanasi sehingga timbul pameo no documents, no history sikap pandangan ini berangsur-angsur mulai berubah karena sebetulnya sikap yang demikian merupakan penutup pintu terhadap sejarah mayoritas penduduk dunia yang tidak terdokumentasi, yang lahir, yang hidup, dan yang kematinya pun tidak pernah tercatat dalam dokumen apapun. kebanyakan berasal dari sejarah masyarakat yang terjajah, yang tidak berdaya, buruh, wanita, anak-anak, dan etnis minoritas, jarang muncul dalam sumber tertulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun