Mohon tunggu...
Chen Die
Chen Die Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S3 Linguistik

Seorang mahasiswa S3 di UPI dengan program studi Linguistik

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tantangan Semiotik Budaya Numerik Tiongkok dalam Penerjemahan Subtitle dan Karya Televisi Serta Strategi Penerjemahan Subtitle Ke Bahasa Indonesia

12 Desember 2024   20:31 Diperbarui: 12 Desember 2024   20:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pendahuluan

Dengan latar belakang globalisasi, karya film dan televisi, sebagai wahana penting untuk pertukaran budaya, mengemban tanggung jawab komunikasi lintas budaya. Seiring meluasnya pengaruh film dan drama televisi Tiongkok di pasar internasional, semakin banyak penonton yang tertarik pada karya-karya tersebut. Secara khusus, genre seperti drama sejarah, drama modern, dan serial web telah menarik perhatian penonton global karena teknik naratifnya yang khas, representasi visual, dan elemen budaya yang kaya. Untuk menyebarluaskan karya-karya ini di antara penonton dengan latar belakang bahasa yang beragam, penerjemahan teks terjemahan muncul sebagai jembatan penting. Meskipun demikian, penerjemahan teks terjemahan untuk film dan drama televisi melampaui sekadar konversi bahasa; penerjemahan teks terjemahan memerlukan transmisi konotasi budaya dan ekspresi makna simbolis yang tepat.

Dalam budaya Tiongkok, angka sering kali melampaui fungsi utilitariannya sebagai alat hitung belaka, dengan asumsi makna budaya dan simbolis yang kaya. Misalnya, angka "empat" (四) dianggap sial karena asosiasi homofoniknya dengan "kematian" (死). Sebaliknya, "delapan" (八) melambangkan kekayaan dan keberuntungan, khususnya penting dalam budaya bisnis dan feng shui. Makna simbolis angka ini tidak hanya lazim dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tertanam dalam narasi dan ekspresi karya film dan televisi. Sebaliknya, dalam budaya Indonesia, angka tidak memiliki bobot simbolis yang sama seperti dalam bahasa Mandarin, sehingga menimbulkan tantangan signifikan bagi penerjemah teks terjemahan dalam menyampaikan simbol-simbol budaya ini secara akurat kepada khalayak Indonesia.

Makalah ini, yang mengadopsi perspektif semiotik linguistik, menganalisis tantangan yang ditimbulkan oleh budaya numerik Tiongkok dalam penerjemahan teks terjemahan film dan drama televisi. Makalah ini selanjutnya mengeksplorasi berbagai strategi untuk mengatasi masalah semiotik lintas budaya ini dalam penerjemahan teks terjemahan bahasa Indonesia. Melalui studi kasus, kami membahas cara melestarikan konotasi budaya asli sambil memastikan bahwa teks terjemahan dapat dipahami oleh khalayak sasaran, khususnya mengingat keterbatasan waktu dan ruang yang melekat pada teks terjemahan.

I. Budaya Numerik dan Relevansi Kontekstual dalam Semiotika Linguistik

Studi semiotika menyatakan bahwa makna simbol secara inheren terkait dengan konteks budayanya. Dengan kata lain, bahasa bukan sekadar sistem ekspresi abstrak; bahasa selalu tertanam dalam latar belakang sosial dan budaya tertentu. Untuk simbol numerik dalam film dan drama televisi Tiongkok, signifikansinya melampaui nilai kuantitatif yang diwakilinya dan mencakup konotasi budayanya. Misalnya, angka "delapan" (八) sering dikaitkan dengan kemakmuran dan kekayaan dalam banyak drama Tiongkok, sedangkan angka "empat" (四) sering kali mengisyaratkan kematian atau kemalangan. Simbolisme budaya ini sangat memengaruhi struktur naratif cerita Tiongkok.

Namun, penonton Indonesia mungkin tidak memiliki pengetahuan latar belakang budaya yang sesuai saat dihadapkan dengan simbol numerik ini. Misalnya, budaya Indonesia tidak memiliki simbolisme yang sama yang dikaitkan dengan angka "empat" maupun hubungan langsung antara angka "delapan" dan kekayaan. Akibatnya, penerjemahan langsung simbol-simbol angka ini ke dalam bahasa Indonesia sering kali gagal menyampaikan makna budaya yang terkandung dalam teks aslinya. Penerjemah tidak hanya harus mengubah bahasanya, tetapi juga mempertimbangkan cara menyampaikan konotasi budaya di balik simbol-simbol ini, yang menyentuh hubungan "tanda-konteks" dalam semiotika linguistik.

(1) Simbol Budaya Angka dan Latar Belakang Sejarah

Simbol budaya angka dalam bahasa Mandarin tidak terbentuk secara acak, tetapi telah berevolusi dan diperkuat selama ribuan tahun melalui akumulasi budaya. Misalnya, hubungan antara angka "delapan" dan kekayaan dapat ditelusuri kembali ke budaya feng shui tradisional Tiongkok. Menurut teori feng shui, angka "delapan" dianggap sebagai angka keberuntungan karena kemiripan fonetiknya dengan kata "fa" (发), yang menandakan kemakmuran dan keberuntungan. Kepercayaan ini tidak hanya lazim dalam kepercayaan rakyat, tetapi juga diterapkan secara luas dalam keputusan bisnis dan interaksi sosial.

Dalam karya film dan televisi, angka "delapan" sering muncul sebagai simbol metaforis dalam narasi, yang meningkatkan makna simbolis alur cerita. Misalnya, dalam beberapa drama bertema bisnis, angka "delapan" mungkin terwujud melalui nama perusahaan, nomor telepon, atau jumlah transaksi, yang menunjukkan hubungan dengan kekayaan. Namun, makna simbolis ini tidak ada dalam budaya Indonesia. Jika penerjemah langsung menerjemahkan simbol-simbol angka ini ke dalam ekspresi numerik Indonesia, penonton mungkin gagal memahami simbolisme kekayaan yang terkandung di dalamnya.

(2) Ketidakmampuan Menerjemahkan Tanda dan Konteks

Tanda-tanda tertentu, karena keterkaitannya yang erat dengan budaya tertentu, menunjukkan tingkat ketidakmampuan menerjemahkan yang kuat dalam penerjemahan lintas budaya. Misalnya, simbolisme yang tidak menyenangkan dari angka "empat" (四) dalam budaya Tiongkok berasal dari kedekatan fonetiknya dengan kata "kematian" (死). Dalam banyak karya film dan televisi Tiongkok, angka "empat" sering digunakan untuk mengungkapkan kemalangan atau pertanda buruk. Meskipun simbolisme ini diterima secara luas dalam budaya Tiongkok, tidak ada makna yang serupa dalam budaya Indonesia. Jika penerjemah hanya mengubah simbol ini menjadi angka "empat" dalam bahasa Indonesia, konteks budayanya akan hilang sama sekali. Dengan demikian, penerjemah harus menyusun strategi untuk melestarikan atau menjelaskan signifikansi budaya dari simbol-simbol tersebut.

II. Kendala Waktu dan Ruang dalam Penerjemahan Subtitel Film dan Televisi

Penerjemahan subtitel film dan televisi memiliki tantangan yang unik, terutama dalam hal kendala waktu dan ruang yang ketat. Subtitel harus sinkron dengan visual sekaligus mempertimbangkan kecepatan baca dan pemahaman alur cerita oleh audiens. Akibatnya, penerjemah harus menyampaikan informasi seakurat mungkin dalam ruang subtitel yang terbatas, sehingga menimbulkan tantangan yang signifikan bagi simbol-simbol budaya yang kompleks.

(1) Keterbatasan Waktu dalam Subtitel

Saat penonton menonton film atau drama televisi, subtitel biasanya ditampilkan hanya selama beberapa detik, khususnya selama dialog cepat atau perkembangan alur cerita yang cepat, saat waktu tampilan mungkin lebih terbatas. Ini berarti penerjemah harus menyampaikan informasi sebanyak mungkin dalam bahasa yang ringkas dan mudah dipahami dalam waktu yang singkat. Bagi budaya numerik Tiongkok, makna simbolis dari angka-angka tertentu mungkin memerlukan penjelasan terperinci agar dapat dipahami oleh audiens, tetapi dalam penerjemahan subtitel, penjelasan yang diperluas seperti itu sering kali tidak memungkinkan.

Misalnya, dalam baris yang berisi simbolisme numerik, penjelasan tentang makna budaya di balik angka-angka tertentu mungkin diperlukan. Namun, karena keterbatasan waktu, penerjemah tidak dapat menguraikan konotasi budaya ini dalam waktu tampilan subtitel yang terbatas. Oleh karena itu, menyampaikan informasi yang paling penting dalam batasan tersebut menjadi tantangan yang signifikan.

(2) Batasan Ruang dalam Subtitel

Selain batasan waktu, ruang subtitel juga dibatasi oleh ukuran layar dan persepsi visual. Saat penonton menonton film atau drama, subtitel biasanya terbatas pada area kecil di bagian bawah layar. Jika subtitel terlalu panjang atau rumit, penonton mungkin kesulitan membaca dan memahaminya dalam waktu yang ditentukan. Akibatnya, penerjemah harus menyeimbangkan antara akurasi semantik dan keringkasan subtitel.

Menghadapi keterbatasan ruang ini, penerjemah sering kali perlu menyederhanakan atau menghilangkan penjelasan simbol budaya tertentu saat berhadapan dengan budaya numerik Tiongkok. Misalnya, angka seperti "delapan" (八) yang melambangkan kekayaan atau "empat" (四) yang menunjukkan kemalangan dapat langsung diterjemahkan ke dalam padanannya dalam bahasa Indonesia. Namun, penyederhanaan tersebut dapat menghalangi penonton untuk memahami latar belakang budaya dalam teks asli, yang pada akhirnya memengaruhi pemahaman mereka terhadap alur cerita.

III. Penerimaan Penonton Indonesia terhadap Budaya Numerik Tiongkok dan Kelayakan Transplantasi Budaya

Meskipun minat penonton Indonesia terhadap film dan drama televisi Tiongkok semakin meningkat, pemahaman mereka terhadap simbol budaya Tiongkok masih relatif terbatas. Sebagai fenomena budaya yang kompleks, budaya numerik, khususnya dalam komunikasi lintas budaya, sering kali memerlukan transformasi melalui transplantasi atau lokalisasi budaya. Dengan mempelajari pemahaman dan reaksi penonton Indonesia terhadap budaya numerik Tiongkok, penerjemah dapat lebih memastikan simbol mana yang cocok untuk transplantasi budaya dan mana yang memerlukan strategi penerjemahan alternatif.

(1) Latar Belakang Budaya dan Penerimaan Penonton

Dalam penerjemahan subtitel, latar belakang budaya dan tingkat penerimaan audiens sasaran menjadi pertimbangan penting untuk memilih strategi penerjemahan. Meskipun penonton Indonesia menunjukkan minat yang besar terhadap film dan drama televisi Tiongkok, tidak adanya sistem simbolisme numerik yang serupa dalam budaya Indonesia dapat menghambat pemahaman mereka terhadap makna simbolis dalam budaya numerik Tiongkok. Misalnya, hubungan antara angka "delapan" (八) dan kekayaan mungkin tidak memiliki padanan langsung dalam budaya Indonesia. Akibatnya, jika penerjemah gagal menangani simbol-simbol budaya tersebut dengan tepat dalam subtitel, khalayak Indonesia dapat salah menafsirkan makna tersirat tertentu dalam alur cerita.

(2) Kelayakan Transplantasi Budaya

Transplantasi budaya merupakan strategi yang efektif dalam penerjemahan subtitel untuk menangani simbol-simbol lintas budaya, yang melibatkan transformasi simbol-simbol dari budaya bahasa sumber ke simbol-simbol yang memiliki makna serupa dalam budaya bahasa sasaran. Ketika berhadapan dengan budaya numerik Tiongkok, penerjemah dapat memanfaatkan transplantasi budaya untuk meningkatkan pemahaman khalayak sasaran terhadap alur cerita. Misalnya, menerjemahkan simbolisme kekayaan "delapan" ke dalam ungkapan-ungkapan bahasa Indonesia yang terkait dengan kekayaan dapat memudahkan pemahaman khalayak terhadap makna yang mendasari alur cerita.

Namun, transplantasi budaya tidak selalu memungkinkan. Simbol-simbol budaya tertentu, khususnya yang terkait erat dengan budaya bahasa sumber, dapat sulit ditemukan padanannya dalam budaya sasaran. Misalnya, simbolisme angka "empat" (四) yang tidak menyenangkan tidak memiliki ungkapan serupa dalam budaya Indonesia. Dalam kasus seperti itu, penerjemah mungkin perlu mengadopsi strategi penerjemahan alternatif, seperti penerjemahan penjelasan atau substitusi simbolik, untuk menyampaikan konotasi budaya ini.

IV. Strategi Penerjemahan dan Keseimbangan Antara Konotasi Budaya dan Adaptasi

Menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh budaya numerik Tiongkok dalam penerjemahan teks terjemahan untuk film dan drama televisi, penerjemah biasanya memiliki beberapa strategi untuk dipilih. Strategi-strategi ini bervariasi dalam kemampuannya untuk melestarikan simbol-simbol budaya sambil memenuhi pemahaman audiens target. Ketika memilih strategi penerjemahan, penerjemah harus menyeimbangkan retensi konotasi budaya dengan kebutuhan akan keringkasan teks terjemahan, dengan mempertimbangkan konteks spesifik.

(1) Strategi Penerjemahan Harfiah

Strategi penerjemahan harfiah melibatkan konversi langsung simbol-simbol numerik dari bahasa sumber ke dalam ekspresi yang sesuai dalam bahasa target. Strategi ini efektif ketika berhadapan dengan informasi numerik murni tetapi sering gagal menyampaikan konotasi budaya penuh dari simbol-simbol tersebut ketika simbolisme budaya terlibat. Misalnya, jika angka "delapan" (八) muncul dalam film atau drama Tiongkok, dan penerjemah memilih untuk menerjemahkannya secara harfiah sebagai "delapan" (padanan bahasa Indonesia untuk "delapan"), audiens mungkin gagal memahami hubungan simbolisnya dengan kekayaan. Dalam kasus seperti itu, penerjemahan harfiah dapat menyebabkan hilangnya informasi budaya, sehingga menghalangi pemahaman audiens secara menyeluruh tentang makna yang lebih dalam dari alur cerita.

(2) Strategi Penerjemahan Bebas

Strategi penerjemahan bebas, di sisi lain, melibatkan penerjemahan makna simbolis angka ke dalam simbol-simbol yang serupa dalam budaya Indonesia. Metode ini dapat membantu pemirsa memahami latar belakang budaya sampai batas tertentu. Misalnya, menerjemahkan simbolisme "kekayaan" dari "delapan" ke dalam ungkapan-ungkapan bahasa Indonesia yang terkait dengan kekayaan, seperti "kekayaan" atau "keberuntungan," dapat memperlancar pemahaman audiens terhadap alur cerita.

Namun, strategi penerjemahan bebas juga menghadirkan tantangan. Penerjemah memerlukan pemahaman yang mendalam tentang budaya target untuk memilih ungkapan yang tepat. Selain itu, strategi ini dapat mengorbankan kesetiaan tekstual, yang berpotensi menyebabkan pemirsa menyimpang dari maksud penulis asli. Oleh karena itu, ketika mengadopsi strategi penerjemahan bebas, penerjemah harus berhati-hati untuk menghindari gangguan terhadap koherensi dan kontinuitas narasi secara keseluruhan.

(3) Strategi Penjelasan Tambahan

Strategi penjelasan tambahan mengacu pada penggunaan anotasi atau bentuk lain di luar subtitel untuk membantu penonton memahami konotasi budaya di balik angka. Metode ini sangat cocok untuk simbol numerik dengan signifikansi budaya yang signifikan. Misalnya, jika implikasi sial terkait angka "empat" muncul dalam sebuah adegan, penerjemah dapat memilih untuk menambahkan penjelasan singkat di bawah subtitel untuk mendorong penonton memahami konotasi budayanya.

Namun, karena keterbatasan waktu dan ruang dari subtitel film dan televisi, metode ini menghadapi kesulitan dalam praktiknya. Penonton mungkin tidak punya waktu untuk membaca penjelasan tambahan selama menonton cepat, yang mengakibatkan komunikasi penjelasan menjadi tidak efektif. Selain itu, penjelasan tambahan yang berlebihan dapat membuat subtitel tampak berantakan, sehingga memengaruhi pengalaman menonton penonton. Oleh karena itu, penerjemah perlu berhati-hati saat mengadopsi strategi penjelasan tambahan untuk memastikan efektivitas dan kebutuhannya.

V. Analisis Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapat lebih jauh mengeksplorasi beberapa pertanyaan penelitian utama untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang tantangan dan strategi penanggulangan dalam penerjemahan teks terjemahan untuk film dan drama televisi Tiongkok yang melibatkan budaya numerik.

(1) Bagaimana simbol budaya numerik dalam teks terjemahan film dan drama televisi Tiongkok memengaruhi pemahaman penonton Indonesia terhadap alur cerita?

Penelitian menunjukkan bahwa simbol budaya numerik memengaruhi pemahaman penonton secara signifikan. Terutama ketika alur cerita utama atau ekspresi emosional terlibat, makna budaya dari simbol numerik dapat secara langsung memengaruhi pemahaman penonton terhadap perkembangan alur cerita. Misalnya, ketika karakter tertentu menyebutkan "delapan" atau "empat" pada saat-saat penting, penonton dapat menafsirkan emosi atau situasi karakter berdasarkan simbolisme budaya angka-angka ini. Oleh karena itu, penerjemah harus mempertimbangkan secara menyeluruh dampak simbol-simbol ini pada pemahaman alur cerita saat menanganinya, memastikan bahwa penonton dapat menafsirkan alur cerita secara akurat dalam konteks budaya.

(2) Strategi penerjemahan apa yang terutama digunakan penerjemah saat menangani budaya numerik Tiongkok, dan seberapa efektifkah strategi tersebut?

Melalui analisis subtitel dalam berbagai film dan drama televisi Tiongkok, penerjemah umumnya mengadopsi strategi seperti penerjemahan harfiah, penerjemahan bebas, dan penjelasan tambahan. Strategi-strategi ini menunjukkan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam konteks yang berbeda. Misalnya, penerjemahan harfiah efisien dan ringkas dalam menyampaikan informasi dasar tetapi dapat menyebabkan hilangnya konotasi budaya. Penerjemahan bebas meningkatkan pemahaman audiens tetapi dapat menyimpang dari kesetiaan teks asli. Strategi penjelasan tambahan membantu memperdalam pemahaman audiens tentang latar belakang budaya tetapi menghadapi kendala waktu dan ruang. Oleh karena itu, penerjemah perlu menerapkan strategi ini secara fleksibel berdasarkan situasi tertentu untuk mencapai efek penerjemahan yang optimal.

(3) Bagaimana tingkat penerimaan audiens Indonesia terhadap budaya numerik Tiongkok, dan apakah ada bukti yang menunjukkan bahwa penonton mengalami kesulitan atau kesalahpahaman dalam memahami simbol-simbol numerik ini?

Penelitian telah menemukan bahwa audiens Indonesia umumnya menghadapi kesulitan tertentu dalam memahami budaya numerik Tiongkok, terutama dalam hal angka dengan makna simbolis yang kuat. Melalui survei dan umpan balik dari penonton, banyak penonton yang menyatakan pengetahuan mereka terbatas tentang makna budaya dari angka seperti "delapan" atau "empat," yang menyebabkan penyimpangan dalam pemahaman mereka tentang perkembangan alur cerita selama menonton. Oleh karena itu, penerjemah perlu lebih berhati-hati dalam memilih strategi penerjemahan untuk meningkatkan penerimaan budaya penonton.

(4) Dalam penerjemahan subtitel untuk film dan drama televisi, bagaimana makna simbolis angka dapat dipertahankan sambil memastikan bahwa penonton Indonesia dapat memahami latar belakang budaya di baliknya?

Selama penerjemahan subtitel, penerjemah harus memprioritaskan penyampaian latar belakang budaya untuk memastikan bahwa penonton dapat memahami alur cerita sambil menyadari makna simbolis budaya yang terkandung dalam angka. Hal ini dapat dicapai dengan memilih strategi penerjemahan yang tepat, menyediakan anotasi budaya yang diperlukan, atau mengadopsi terjemahan bebas yang tepat. Lebih jauh, penerjemah dapat menyesuaikan strategi mereka berdasarkan umpan balik dari penonton untuk lebih memenuhi kebutuhan budaya dari target penonton.

(5) Dapatkah transplantasi atau pelokalan budaya digunakan untuk mengubah budaya numerik Tiongkok menjadi ekspresi yang serupa dalam budaya Indonesia? Jika demikian, pendekatan mana yang paling efektif?

Transplantasi dan lokalisasi budaya merupakan strategi yang efektif untuk mengatasi perbedaan budaya dalam penerjemahan lintas budaya. Untuk penerjemahan budaya numerik Tiongkok, penerjemah dapat mencoba mengubah simbol-simbol yang signifikan secara numerik menjadi ekspresi yang relevan dalam budaya Indonesia untuk membantu pemahaman audiens terhadap perkembangan alur cerita. Dalam memilih ekspresi yang sesuai, penerjemah harus mempertimbangkan secara menyeluruh kognisi budaya audiens Indonesia, memilih ekspresi yang secara efektif menyampaikan makna yang dimaksudkan dari teks asli. Selain itu, melalui pengumpulan dan analisis umpan balik audiens, penerjemah dapat terus menyempurnakan strategi penerjemahan mereka untuk meningkatkan efektivitas penerjemahan.

Kesimpulan dan Prospek

Melalui studi semiotik budaya numerik Tiongkok dalam penerjemahan teks terjemahan untuk film dan drama televisi, kami telah menyelidiki tantangan dan pilihan strategis dalam penerjemahan lintas budaya. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa perbedaan dalam pemahaman simbol budaya numerik lintas latar belakang budaya berdampak signifikan pada efektivitas penerjemahan teks terjemahan. Ketika dihadapkan dengan tantangan penerjemahan budaya numerik Tiongkok, penerjemah perlu secara fleksibel menggunakan berbagai strategi penerjemahan untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara transplantasi budaya dan kesetiaan pada teks asli.

Penelitian di masa mendatang dapat lebih jauh mengeksplorasi bagaimana teknologi yang muncul, seperti penerjemahan kecerdasan buatan dan penerjemahan mesin, dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas penerjemahan teks terjemahan. Selain itu, karena semakin banyak film dan drama televisi Tiongkok yang mendapatkan eksposur global, studi semiotik budaya dalam komunikasi lintas budaya akan terus berkembang, memberikan dukungan teoritis yang lebih kaya dan panduan praktis untuk bidang penerjemahan audiovisual.

Dalam konteks globalisasi yang sedang berlangsung, penerjemahan audiovisual, sebagai komponen penting dari pertukaran budaya, akan menjadi semakin penting dalam penelitian dan praktik. Kami mengantisipasi bahwa studi masa depan akan lebih memperdalam pemahaman simbol budaya numerik, menawarkan panduan dan referensi yang lebih efektif untuk penerjemahan lintas budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun