Slamet baru saja membersihkan koleksi Wayang Kulitnya yang sedikit berdebu. Meski sedikit, namun Slamet berusaha untuk menyimpan Wayang Kulit miliknya sebaik mungkin. Saat sedang sibuk bersih-bersih, Wayan datang berkunjung.
"Rahajeng semeng, Slamet. Rajin sekali, pagi-pagi sudah bersih-bersih.." sapa Wayan
"Sugeng Enjang, Wayan.. Ini aku sedang bersih-bersih koleksi wayang kulit ku nih.."
"Oooo.. Kalau yang ini, wayang apa ya, Met? Kok bentuknya ga kaya manusia?" tanya Wayan sambil mengangkat wayang Gunungan
"Ini namanya Gunungan, Wayan. Fungsinya sebagai pembuka dan penutup, serta untuk latar cerita saat pertunjukan.." jelas Slamet
Siapa nih Sobat Minilemon yang belum tahu tentang Wayang Kulit? Jadi wayang kulit merupakan salah satu media kesenian tradisional dengan tokoh-tokohnya digambarkan dari boneka yang dibuat dari kulit hewan. Biasanya kulit yang digunakan merupakan kulit kerbau.
UNESCO bahkan telah menobatkan Wayang Kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity sejak 7 November 2003. Dalam hal ini, Wayang Kulit ditetapkan sebagai warisan budaya yang indah dan berharda melalui karya kebudayaan di bidang cerita narasi.
Zaman dahulu, wayang kulit digunakan sebagai media pertunjukan yang dipertontonkan ke banyak orang untuk hiburan maupun media dakwah atau penyebaran agama. Namun seiring berjalannya waktu, sudah sedikit orang yang masih mengenal kesenian ini.
Nah, untuk mengingat lagi serunya kesenian Wayang Kulit yuk, Sobat Minilemon, kita lihat sejarah Wayang Kulit di Indonesia dibawah ini...
Wayang, Boneka yang Meniru Orang
Kata 'Wayang' berasal dari Bahasa Jawa, yang memiliki pengertian bayangan. Sedangkan istilah Wayang berasal dari kata Ma Hyang yang berarti berjalan menuju tempat yang maha tinggi.
Oleh karena itu, Wayang memiliki filosofi sebagai bayangan atau cerminan sifat manusia secara spiritual. Sehingga watak penokohan dalam Wayang kerap mirip dengan cerminan sifat manusia serta menggambarkan watak dari Tuhan Yang Maha Esa.
Cerminan tokoh ini digambarkan berbeda-beda, dimana setiap tokoh diberikan detail kostum dan warna yang membedakan satu sama lain. Sehingga cerita wayang, kerap akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Perkembangan Wayang di Indonesia
Para ahli percaya bahwa Wayang sudah berkembang jauh sebelum agama dan budaya luar masuk ke Indonesia, sekitar 1500 SM.Â
Awalnya Wayang hanya berupa boneka yang terbuat dari rerumputan. Pertunjukan pada waktu itu juga masih sederhana, namun tak terlepas dari sisi spiritual yakni melalui kepercayaan animisme dan dinamisme yang memuja roh-roh nenek moyang.
Hingga masuknya agama Hindhu-Budha ke Nusantara, cerita dalam pertunjukan wayang pun berkembang menjadi menceritakan tentang kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Seperti yang tercatat dalam sebuah prasasti dari tahun 930 Masehi, dimana terdapat pertunjukan dalam upacara penting yang bercerita tentang Bima, salah satu ksatria dalam cerita Mahabharata.
Lalu masuknya agama Islam ke Indonesia juga menambah cerita dalam perjalanan Wayang Kulit di Indonesia. Wayang mulai akrab sebagai media dakwah yang dipopulerkan oleh Walisongo, khususnya Sunan Kalijaga. Wayang dipilih karena mencampurkan unsur entertain atau menghibur melalui cerita yang nanti akan dipadukan dengan unsur edukasi dengan ilmu-ilmu agama.
Masuk pada masa kolonial, dimana agama Kristen mulai masuk ke Indonesia, Wayang juga turut serta mewarnai sejarah perkembangan agama di Indonesia. Ialah Wayang Wahyu, yang merupakan pewayangan dengan latar cerita dari kisah-kisah dalam Alkitab.
Begitulah hingga sampai sekarang, Wayang Kulit turut serta dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Meski begitu, sekarang sudah sedikit masyarakat yang masih menonton pertunjukan Wayang Kulit.Â
Nah, untuk itu yuk kita terus lestarikan Warisan Budaya ini. Jangan sampai Wayang Kulit yang kental dengan perjalanan sejarah Indonesia ini mulai terlupakan.
Bagaimana Sobat Minilemon? Siap turut serta melestarikan kesenian Wayang Kulit?
Jangan lewatkan keseruan para Minilemon lainnya di instagram @minilemon_id atau cek di website : minilemon.id ya!
Source : Christella
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H