Sudah lewat seminggu acara ini diselenggarakan, namun kegembiraan (dan rasa lain) masih terus membayangi saya bagai seekor kutu di rambut; sulit dicerabut dan membuat gatal.
Ini adalah marathon pertama yang saya saksikan (kalau tidak salah ingat). Sebuah ajang lari yang tidak hanya berskala nasional namun juga international. Diikuti lebih dari 8.000 peserta dari berbagai negara.Â
Saya sengaja memilih menunggu mereka di garis finish, bukan hanya karena tempatnya rindang namun tujuan utamanya adalah melihat seperti apa wajah-wajah 8.000 peserta tersebut.
Pada mulanya saya tidak peduli siapa yang mendapat juara pertama, satu-satunya yang saya pedulikan adalah bagaimana nasib kawan-kawan (yang secara pribadi sangat kenal) dalam menaklukan garis finish secara saya bahkan kesusahan untuk menemukan sosok mereka di antara 8.000 pelari lainnya.Â
Namun pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pelari-pelari Kenya memang unggul di sini. Saya beruntung bisa melihat langsung di garis finish saat pelari tersebut menerobos pita sang juara.
![Dipandu oleh MC Nasional (Dokumentasi Pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/21/img-20180415-052413-5adaefabbde5751475295f13.jpg?t=o&v=770)
Ucapan terima kasih kepada kompasiana tentu saja sebab berkat kompasiana saya bisa menerobos masuk tempat acara dengan tanpa worry.
Terima kasih kepada penyelenggara acara yaitu Bank Mandiri dan BUMN.
Dalam wawancara, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmojo menyatakan harapan besarnya agar mandiri Jogja Marathon 2018 yang berpusat di Prambanan ini bisa juga sebagai ajang untuk promosi wisata. Berharap agar potensi wisata lokal Yogyakarta lebih dikenal lagi oleh mata dunia mengingat peserta tidak hanya berasal dari dalam  tapi juga luar negeri (Malaysia, Jepang, Kenya, Brunei Darussalam, Irlandia, India, China, Brazil, Singapura, Filipina dan Australia).
![Mandiri Jogja Marathon 2018 (Dokumentasi Pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/21/img-20180415-162643-5adae915dd0fa86ea0489ad2.jpg?t=o&v=770)
Geoffrey Birgen dan Peninah Jepkoech Kigen Sain Alim adalah peraih pertama pada kategori 42 KM putra dan putri.
Catatan waktu mereka kurang dari 3 jam untuk menaklukan 42 KM. Mendadak saya kepikiran seandainya punya kekasih yang bisa berlari secepat itu, mending lari saja saat ngapel daripada bawa mobil kehadang macet. #eh
Kalau dibuat urutan kira-kira seperti ini:
Juara Mandiri Jogja Marathon 2018 kategori 42KM open Putra :
1. Geoffrey Birgen (Kenya) dengan catatan waktu 2:21:55
2. Josphat Kiptanui Cheboi Too (Kenya) dengan catatan waktu 2:24:30
3. Elisha Kiprotich Sawe (Kenya) dengan catatan waktu 2:30:38
Juara Mandiri Jogja Marathon 2018 kategori 42KM open Putri:
1. Peninah Jepkoech Kigen Sain Alim (Kenya) dengan catatan waktu 2:53:35
2. Margaret Wangui Njuguna (Kenya) dengan catatan waktu 2:53:43
3. Bundotich Pamela Chepkoech (Malaysia) dengan catatan waktu 2:54:21
Bahkan selisih waktu mereka hanya sekian detik. Ini bagai saya terasa nyesek.
![pelari asal Kenya](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/21/img-20180415-090122-5adae9beab12ae4d4b48e3f5.jpg?t=o&v=770)
Pada mulanya semua hanyalah angan-angan; sesuatu yang ingin diraih tapi rasa-rasanya agak sulit.
Dua minggu lebih saya menanti acara 'lari-lari' di kawasan Prambanan. Mereka (kawan-kawan) menyebutnya Mandiri Jogja Marathon.Â
Bukan sesuatu yang baru pula bukan sesuatu yang biasa untuk saya. Sudah sering saya mendengar acar seperti ini, baik yang di Jogja mau pun luar kota. Banyak pula kawan (yang anggap saja dekat) tak pernah absen mengikuti acara ini.
Awalnya saya tidak terlalu tertarik atau tidak yakin bisa ikut untuk sekedar melihat keseruan acara marathon kali ini. Untuk ikut jadi peserta agaknya memang bukan target awal saya bahkan sampai tahun depan agak-agaknya mustahil meskin hanya sebatas 5k.Â
Saya bukan orang yang 'mau repot' dengan jadwal latihan yang ketat, bagi saya kalau pingin lari ya udah lari saja enggak usah ditarget. Karena pikiran ini saya tidak lagi diajakin latihan sama kawan yang rajin ikutan marathon.
Apa yang membuat saya akhirnya tertarik untuk sekedar berdiri di garis finish? Tidak lain karena obrolan-obrolan singkat saya dengan calon peserta marathon di sebuah ruang chat.
"Coba kamu ikutan liputan. Acaranya asyik kok. Kamu harus ikut lalu tunggu aku di garis finish. Beri aku semangat di garis finish."
Kurang kerjaan banget, pikir saya. Semakin kurang masuk akal begitu saya tahu ternyata peserta mau pun media atau semua yang ikut terlibat dalam acara diharuskan standby di waktu tahajud, sekitar pukul 02.00 dini hari, ketika pagi sedang bergeliat. Tapi pada akhirnya demi kesepakatan, saya pun ikut menjadi bagian saksi sejarah Mandiri Jogja Marathon 2018
![keseruan peserta Mandiri Jogja Marathon 2018 (Dokumentasi Pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/21/img-20180415-101809-5adaeaeadd0fa812fa456814.jpg?t=o&v=770)
Setiap kali dengar kata Marathon, bayangan saya langsung terbang ke sosok penulis legendaris yang terkenal seantero jagat raya; Haruki Murakami. Semua itu karena beliau sebagai penulis tersohor menceritakan kisah cintanya pada marathon melalui sebuah memoar. Saat itulah saya mulai tertarik untuk setidaknya merasakan semua perasaan para pelari marathon.
Diceritakan bahwa marathon dan menulis novel adalah dua kegiatan yang mempunyai kemiripan. Keduanya tidak bisa instan dan dibutuhkan napas panjang. Bukan sebuah kegiatan yang bisa dilakukan sekali jalan. Saya setuju dengan ini, apalagi setelah melihat langsung bagaimana hebohnya Prambanan minggu lalu (15/4) di mana lebih dari 8.000 peserta saling berjuang untuk menantang garis finish.
Marathon bukan hanya sebuah olahraga, setidaknya itu yang akhirnya dapat saya ambil usai melihat langsung betapa seru dan sakralnya acara ini. Marathon bagi sebagian orang juga merupakan sebuah kebutuhan layaknya nasi. Tidak heran jika hari itu saya bisa menyaksikan banyak manusia dari berbagai negara pula latarbelakang. Mereka semua adalah peserta dan mereka datang dengan tujuan yang berbeda, menurut saya.
Sebagai contoh seorang kawan, ia sengaja datang dari luar kota (menyewa penginapan) untuk ikut marathon semata-mata demi hobi dan hasrat untuk memuaskan diri (bersenang-senang).Â
Ada juga yang sengaja mendaftar demi untuk bisa berkumpul atau reuni denga teman-teman dari kota lain yang juga sering ikut marathon. Mungkin ada juga yang mendaftar sebagai pelari profesional alias memang mencari hadiah (baca; uang juara).Â
Bagi saya tidak masalah apa pun motivasi mereka, toh mereka yang menjalani. Seperti halnya saya yang datang ke tempat acara namun bukan sebagai peserta, setidaknya saya juga punya tujuan sendiri: menjadi saksi keseruan marathon.
![ragam ekspresi pada garis finish](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/21/img-20180415-071643-5adaec3adcad5b1dab7ecce3.jpg?t=o&v=770)
Tidak tahu dengan yang lain tapi saya sempat galau berat mengingat banyaknya  orang yang datang ke sekitaran Candi Prambanan. Okey memang setiap hari Candi Prambanan didatangi wisatawan sudah serupa butiran gula dikerumuni semut.Â
Mungkin sudah hal biasa. Tapi tidak untuk saya, saya was-was apalagi moment ini adalah moment lari-lari. Saya was-was kalau banyak kejahilan di sana sini. Misal banyak yang nyampah di sana sini, petakilan naik sana sini, nginjem rumput atau tanaman, dan lebih parah merusak segala tatanan. Sungguh saya menakutkan hal ini.
Tapi sekali lagi, saya ini seseorang yang tidak paham apa apa tentang marathon kecuali satu bahwa yang ikut biasanya punya bentuk tubuh bagus. Apa yang saya khawatirkan sejak berhari-hari lampau ternyata hanya sebatas ketakutan.Â
Peserta sangat tertib, tidak ada rusuh gaduh atau apalah namanya. Panggung hiburan berjalan meriah dan sangat menghibur. Panitia juga agaknya sigap dalam segala situasi.Â
Bayangan sampah yang tercecer dan menggunung langsung sirna setelah saya menyaksikan sendiri banyak panitia (relawan) yang langsung bertugas mengantongi sampah-sampah yang berserakan. Peserta juga banyak yang sadar menjaga kebersihan.
Ketakutan saya pun sirna dan tinggallah bahagia utamanya karena akhirnya bertemu dengan idola. Yeah acara Mandiri Jogja Marathon 2018 memang diikuti oleh beberapa artis, saya jumpa dengan seorang kawan pembawa berita yang dulu sempat lama nongol di layar Kompas TV; Kakak Hamdan Alkafi. Ya idola satu ini memang selalu ikut acara marathon di mana-mana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI