Mohon tunggu...
Mini GK
Mini GK Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Muda Yogyakarta

Mini GK; perempuan teman perjalanan buku dan kamu ^^ Penerima penghargaan karya sastra remaja terbaik 2015 Penulis novel #Abnormal #StandByMe #LeMannequin #PameranPatahHati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiupan Mimpi (Bagian 1)

22 September 2017   12:39 Diperbarui: 22 September 2017   12:49 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gady.... Gady...."

Suara itu membahana di ruangan yang tak seberapa luas itu. Seorang anak laki-laki dengan perawakan sedang dan muka agak sedikit kotak, berteriak-teriak dengan lantangnya.

"Gady... apa yang terjadi denganmu?"

Kini anak laki-laki yang kira-kira berumur dua belas tahunan itu mendekati sesosok yang hamper mirip dengan dirinya tengah duduk kaku, dengan dua tangan memeluk lutut dengan kuatnya.

"Gady...." Nama itu disebutnya lagi.

Tak ada jawaban dari anak yang bernama Gady itu. Gady, anak laki-laki yang memiliki rambut panjang sebahu dan dikepang dengan cantik, juga pemilik mata dengan lensa kuning terang itu diam. Diam namun mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu sebab terlihat komat-kamit seperti merapalkan mantra-mantra.

Sementara di ujung ruangan, ada sebuah layar besar berukuran satu meter kali satu meter. Layar sejenis sebuah komputer mungkin. Terlihat ada beberapa tulisan yang sangat mengejutkan jika dibaca oleh seseorang.

"Gerhana bulan akan datang. Sebuah bencana akan datang melanda. Banya mahkluk tak mengenali mahkluk sejenisnya. Pertumpahan darah terjadi di mana-mana. Sang penguasa banyak yang mengingkari pengikut setianya. Akan ada kelaparan yang berkepanjangan disusul dengan airbah yang menelan berjuta nyawa...."

Begitu kiranya tulisan yang terpampang di layar sebesar satu kali satu meter tersebut.

"Atlas...." Suara Gady kini sudah mulai pecah. Suaranya sudah dapat didengar dengan tajam oleh telinga laki-laki bermuka kotak yang tak lain ternyata adalah Atlas.

"Kamu kenapa Gady?"

"Aku tak mau menulis lagi. Tulisanku adalah sebuah ancaman bahaya. Aku tak bisa menulis lagi. Semua yang aku tuliskan akan menjadi sebuah kenyataan. Dan kamu tahu, semua yang aku tuliskan di layar itu." Ucapnya panjang dengan menunjuk ke layar, "itu adalah tulisan kutukan. Jiwaku tak mau menulis seperti itu tapi ada kekuatan yang lain, yang mencoba mempengaruhiku hingga aku menulis seperti itu."

"Apa maksudmu Gady?" tanya Atlas penasaran dengan tak hentinya menatap layar dan juga mata sahabatnya yang kini berubah menjadi biru bila sebelumnya merah menyala.

Lagi-lagi diam. Tak ada suara dari keduanya.

Namun sesaat sesudahnya, sebuah kotak kecil di atas mereka berbunyi semanuanya saja. "Kerusakan besar telah terjadi di satu wilayah di suatu planet yang bernyawa. Planet itu hanya menunggu waktu untuk mencapai tarap kehancuran. Kehancuran planet itu, akan berpengaruh besar kepada peradaban planet-planet lain."

Berhenti. Suara itu kini menghilang lagi. Kotak kecil di atas mereka bukanlah kotak yang bernyawa. Tapi itu hanyalah semacam radio alternative yang akan berbunyi sewaktu-waktu semaunya jika ada sesuatu hal yang terjadi. Bagaikan radio yang secara live menyiarkan suatu peristiwa kejadian.

"Tidaakk..." teriak Gady memenuhi ruangan.

"Ini semua sesuai dengan ramalan dalam layar itu. Itu ramalan, itu bukan sebuah tulisan biasa. Dan penulis ramalan itu bukan aku."

"Tolong.... Tolong aku, Atlas."

"Aku bingung. Aku tak tahu maksudmu. Di ruangan bahkan di wilayah ini, hanya tinggal aku dan kamu. Orang tuamu mewariskan satu ruangan ini untuk kita. Ruangan ini sengaja diciptakan tersembunyi untuk tempat kita. Orang tuamu sudah tahu kalau wilayah kita akan hancur, musnah. Karena itu mereka menciptakan ruangan ini untuk kita berdua. Setelah semua hancur, tinggal kita berdua yang tersisa. Dan sekarang kamu teriak-teriak tentang sesuatu yang aku tak tahu maksudmu."

Gady bingung, dia memegangi kepalanya. Sebentar-sebentar menjambak kepang rambutnya. Sedang Atlas, dia diam. Tak tahu apa yang mesti dia kerjakan. Kekuatannya berbeda dengan kekuatan Gady. Jika Gady adalah seorang penulis yang terbiasa menuliskan kejadian-kejadian yang pernah terjadi di antero jagad tanpa ada kebohongan, lain halnya dengan Atlas, yang kekuatannya adalah mengambarkan kejadian-kejadian yang terjadi di seanatero jagad. Adalah tugasnya menggambar matahari pagi yang bersinar menerangi alam dengan warna keemasarannya. Mereka hanya menulis dan menggambar apa yang telah terjadi, bukan apa yang akan terjadi. Bukan sebuah kuasa mereka mengambar apa yang akan terjadi. Dalam ajaran turun temurun yang pernah mereka ketahui, ada Zat lain yang lebih dahsyat dan mengatur apa yang akan terjadi. Bukan tugas dan bukan kekuasan bagi pengikut untuk mencoba menggambarkan atau menuliskan apa yang terjadi.

Namun yang menjadi masalah sekarang, Gady ternyata menulis sesuatu yang belum terjadi dan akibatnya tulisannya itu menjadi sebuah kenyataan yang tak diinginkan. Bisa jadi Zat yang dahsyat itu tadi murka kepada dirinya. Tak pernah ada sesuatu hal yang mengusik ketenangan Gady juga Atlas di ruangan tersembunyi tersebut. Namun belakangan keberadaan mereka mulai tidak aman, sejak Gady dengan tanpa sadar menulis sesuatu yang belum pernah terjadi. Jiwanya seakan digelayuti kekuatan lain. Boleh jadi sebuah kutukan dari pelanggaran aturan keturunannya, "Tak boleh ada yang mencoba menuliskan yang belum pernah terjadi. Atau bencana akan datang menyapa siapa saja, seantero jagad."

"Aku sudah melanggarnya Atlas."

"Apa maksudmu?" dengan sigap tangan Atlas yang kekar menopang tubuh Gady yang hendak rebah tak bergairah.

"Aku menuliskan sesuatu yang tidak seharusnya aku tulis."

"Kamu menuliskan kejadian mengerikan itu? Dan kejadian itu belum pernah terjadi?"

Anggukan kepala lemah dari Gady adalah jawaban dari keputus asaan dirinya.

"Baiklah. Aku akan mencoba membantumu. Tapi aku mohon kamu kuat."

"Tak ada yang bisa kamu bantu, ini semua sudah terjadi. Kehancuran tinggal menunggu waktu."

"Kamu tidak boleh bicara yang tidak pernah terjadi. Dan kamu tahu, kehancuran itu belum pernah terjadi. Kalau kamu mengucapkan kehancuran itu sekarang, maka kamu akan melanggar aturan yang telah ada."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun