Dia terbang dari ketinggian. Mengikuti gravitasi, tanpa menunggu hitungan menit, ia tiba dalam pelukan Bumi. Terdiam. Seolah-olah inilah takdir yang harus ia jalani sebelum mulai kehidupan selanjutnya.mSaya melihatnya, sejenak saja, lantas kembali khusyuk menilik kata perkata dalam lembaran kertas buah karya Ajahn Brahm.
Ia masih terkulai di dekat bangku sebelum angin senja membawanya menjauh, berikut teman-temannya. Saya tidak peduli. Secangkir teh dingin tanpa gula sudah cukup menemani saya melahap rangkain cerita konyol penuh motivasi yang diceritakan Ajahn Brahm, Sang biksu.
Konon buku yang saya pegang ini merupakan hasil perenungan, pungutan kisah sehari-hari sepanjang 35 tahun Sang Biksu sebagai petapa. Sebanyak 108 kisah penuh bumbu bumbu nikmat yang membuat syaraf saya bekerja dengan sesuai fungsinya. Ajahn Brahm berhasil meramu racikan yang begitu lezat. Menggabungkan unsur pemaafan, pembebasan dari rasa takut dan pelepasan duka lara.
Saya setuju jika buku setebal 307+++ dengan cover bergambar cacing dan kotoran sapi ini memuat sekaligus menimbulkan ajaran kearifan, welas asih dan semacam gambaran menuju kebahagiaan. Yang terakhir sedang coba saya renungkan.
"Miss, sekarang kamu bijak. Pasti gara-gara si cacing dan kotoran kesayangannya itu. Aku boleh pinjem?" Celoteh teman nongkrong yang membuat saya ingin memaki-maki namun gagal dan justru berakhir dengan tawa lepas.
Tentang Ajahn Brahm Sang Penulis
Saya sedang tidak ingin buru-buru browsing mencari tahu siapa biksu arif bijaksana yang sudah menulis buku fenomenal "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya". Sependek yang saya tahu dari buku yang saya pegang ini, beliau ini kelahiran London tahun 1951. Jangan tanya tanggal, saya belum sempat cari tahu. Yang penting saya bahagia sudah berhasil menemukan buku ini.
Menurut bacaan (yang sedikit banget ini) beliau meraih gelar Sarjana Fisika Teori di Cambridge University. Beliau adalah seorang ilmuwan fisika yang semasa mudanya begitu gigih dan suka perjalanan. Penerima Medali John Curtin dari Curtin University atas visi, kepemimpinan dan pelayanannya bagi masyarakat Australia.
Beliau memulai pertapaan sejak menginjak usia 23 tahun. Angka yang sangat saya sukai sekaligus usia yang sudah jauh saya tinggalkan. Beliau juga pendiri sebuah biara/wihara di Perth, Australia. Wihara itu beliau dirikan bersama teman-temannya pada tahun 1983 dengan keringat bersama, berkeringat dalam arti sebenarnya. Sebab saat itu keuangan mereka sedang dalam masa paceklik, jadi dibutuhkan tenaga sendiri untuk menyusun bata hingga menjadi bangunan.
Kisah pembangunan wihara ini juga beliau tulis dalam buku dengan judul "Dua Bata Jelek". "Kita sering kali fokus merutuki sedikit kesalahan yang kita punya dibanding mensyukuri banyak hal besar yang sudah kita peroleh. Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di kejauhan begitu nyata wujudnya."
Ajaran Kebaikan di Alam Semesta
Seberapa sering kita menangis dan merutuki hidup yang seolah-olah begitu suram? Alhamdulillah saya sudah terhindar jauh dari hal-hal ini. Dulu sering saya mengeluh dan beranggapan bahwa kehidupan ini penuh dengan ujian dan hanya ujian tanpa ada kebahagiaan.
Ternyata saya salah. Bahkan secangkir teh gigil tanpa gula pun sebenarnya adalah salah satu kebahagiaan hidup. Saya tidak bermaksud ingin menyamai Ajahn Brahm, tapi bolehlah sesekali saya berkata mengikuti beliau sebab pikiran kami sudah sejalan. Level saja yang jauh dari mendekati.
"Komunikasi dan cinta, hanya dapat dibagi tatkala seseorang yang bersama Anda, tak peduli siapa pun mereka, adalah orang yang paling penting sedunia bagi Anda, pada saat itu. Mereka merasakannya. Mereka mengetahuinya. Mereka menanggapinya." (Hal.152)
Ajaran tentang; kapan waktu yang paling penting, siapakah orang yang paling penting, dan apakah hal yang paling penting untuk dilakukan!
"Segala masalah manusia disebabkan oleh ketidaktahuannya tentang bagaimana untuk duduk tenang....." (Kata filsuf Perancis)
"---dan tidak tahu kapan saatnya duduk tenang!" (Tambahan dari Ajahn Brahm) "Berapa banyak waktu dalam hidup yang kita sia-siakan karena mengkhawatirkan sesuatu yang, pada saat itu, tak memiliki solusi, dan karena itu, bukanlah sebuah masalah?"
"Apa ada masalah?" (Hal.144-145) menjelaskan kepada kita bahwa yang namanya masalah pasti ada solusi. Jika tidak ada solusi maka itu bukan masalah (lalu disebut apa? Saya juga harus mendalami kata-kata Sang Biksu). Masih banyak kutipan (dan saya rasa hampir semuanya itu bisa jadi kutipan) yang tersebar dalam buku terbitan Awarenes Publication ini, tapi agaknya licik dan kerugian bagi kamu jika tidak membacanya sendiri.
Jika belum berkesempatan membelinya (saya tidak bilang kamu tidak mampu membelinya) bisa pinjam buku yang juga direkomendasikan oleh Duta Baca kita Andy F. Noya ini di perpustakaan. Tolong baca buku aslinya. Jangan sampai mendukung pembajakan. "Kebahagiaan itu nyata. Kesedihan itu ada. Tak diragukan lagi bahwa keduanya memang eksis." (Hal.202)
"Kebijaksanaan bukanlah pembelajaran, tetapi melihat dengan jernih apa yang tidak dapat diajarkan.....Bukanlah mata Anda, tetapi pikiran Andalah yang merupakan hal terbesar di dunia. (200-201).
Masih banyak lembar, masih banyak teh dalam cangkir, namun hari telah beranjak menghampiri petang. Dia yang tadi terkulai di Bumi kini telah hilang, pindah ke dalam tempat sampah, ia akan menjalani takdir selanjutnya; menjadi debu yang kelak akan menyuburkan tanaman.Â
Dia adalah daun mangga yang sabar dengan semua proses lingkaran hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H