Mohon tunggu...
Mini GK
Mini GK Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Muda Yogyakarta

Mini GK; perempuan teman perjalanan buku dan kamu ^^ Penerima penghargaan karya sastra remaja terbaik 2015 Penulis novel #Abnormal #StandByMe #LeMannequin #PameranPatahHati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kampanye Melalui Film

10 Juli 2017   19:17 Diperbarui: 10 Juli 2017   19:21 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filosofi Kopi 2 Ben Jody


Filosofi Kopi

Saya mengenal Filosofi Kopi untuk pertama kali adalah dalam sebuah buku. Buku fiksi karya Ibu Suri Dee Lestari.

Agaknya bukan hanya saya seorang yang mengalami perkenalan serupa ini.

Setelah dari sebuah buku fiksi berlanjut ke film. Film Filosofi Kopi (pertama). Saya nonton film ini dengan perasaan seperti layaknya seorang anak kecil menunggu hari libur untuk diajak jajan es krim di taman. Sangat dinanti-nanti, manis dan ada rasa mendebarkan.

Perjumpaan saya selanjutnya dengan Filosofi Kopi adalah tahun lalu. 

Bukan dalam sebuah kedai atau mobil combi yang keliling Indonesia, namun melalui ajang pencarian identitas untuk kelanjutan film Filosofi kopi. Ya meski ide saya belum berkesempatan untuk tampil jadi cerita Ben Jody selanjutnya. Setidaknya saya cukup lega sudah mencoba dan sadar diri ketika Mas Sutradara kece Angga Dwimas Sasangko berkabar bahwa ide yang masuk dari ajang pencarian ide cukup banyak.

Filosofi Kopi Movie

Di film Filosofi Kopi 2 Ben Jody masih banyak ditemukan karakter-karakter lawas. Ben Jody tentu dua yang tidak bisa digantikan atau dihilangkan.

Bicara ekspetasi, sejujurnya sejak awal saya masih belum bisa meraba akan dibawa ke mana film ini. Ya tahu sendiri film kalau dilanjutkan pasti ada aja celahnya, ada aja bagian yang wajib dibandingkan dengan film sebelumnya. Dan ini yang juga saya lakukan.

Filosofi Kopi 2 Ben Jody
Filosofi Kopi 2 Ben Jody
Membaca sinopsis film sebelum menontonnya adalah bukan karakter saya. Begitu pun dengan film Filkop Ben Jody kali ini. Saya nyaris tidak membaca cuplikan yang bertebaran di internet. Yang saya tahu sebelum film ini tayang hanyalah sebuah poster film dengan bintang yang sudah sangat dikenal; sebut saja Abang Rio Dewanto, Kak Chicco Jerikho, Mbak Luna Maya. Saya bahkan nyaris enggak sadar bahwa Kang Angga Dwimas Sasangko adalah sutradara film ini. *Durhaka kau Min*

Singkatnya, menjaga pikiran agar tetap jernih dan tidak sok tahu adalah kunci kekhusukan dalam menonton film.

Keberuntungan menghampiri saya dari Kompasiana Jogja yang bekerjasama dengan Visinema yang mengundang untuk menjadi 1000 orang pertama yang menyaksikan film. Yogyakarta istimewa juga dari kota pertama yang didatangi.

Untuk keseluruhan cerita, menarik adalah satu kata untuk mewakili perasaan saya. Dari awal hingga ending film ini dihajar dengan konflik. Okey, silakan bayangkan rasa degdegan dan air mata memenuhi bioskop. Bayangkan.

Karakter Ben dan Jody masih seperti yang dulu; penuh pesona meski tidak semisterius dulu. Akting Luna Maya (Tara) tidak buruk namun tidak terlalu istimewa secara pribadi. Cukuplah membuat konflik berjalan meski ada beberapa konflik yang masih menimbulkan prasangka, seolah-olah tanpa konflik itu sebenarnya itu film sudah baik-baik saja. Untuk para pemain pendukung, saya justru mengapresiasi keberadaan mereka. Tanpa mereka film ini bagai sayur tanpa garam.

Kehadiran pemain pendukung selain mewarnai cerita juga sebagai pelengkap puzzel yang bolong di sana sini.

Kampanye dalam Film Filosofi Kopi

Secara menyeluruh film ini bercerita tentang persahabatan sejati. Filosofi kopi yang dulu berkonsep nomaden dengan combi yang menelusuri kota-kota Indonesia mendadak harus berganti gaya sebab konflik telah dimulai; satu persatu personil setianya mengundurkan diri.

Balik ke Jakarta dan berusaha menetap bukan perkara mudah dalam sebuah bisnis. Pula bisnis kafe tidak bisa disulap hanya dalam sekejap mata. Butuh perencanaan, modal, SDM, lokasi bahkan hari keberuntungan untuk memulainya. Ribet dan tentu tidak sedikit dana yang harus disediakan. Lagi-lagi konflik datang menghajar kekokohan Ben Jody.

Ada yang tumbang, ada yang berdiri kuat. Ada yang mati ada yang lahir. Yang jatuh dan yang bangun. Yang patah dan terlahir kembali. Begitulah Filosofi kopi menjalani hari-harinya.

Jelas sekali jika film ini tidak semata-mata menyajikan hiburan dengan bertaburan bintang melainkan juga mengembalikan pemahaman kepada para penonton bahwa kebersamaan, kepercayaan dan mimpi adalah kunci sukses.

Ada banyak kampanye dalam Film ini. Satu yang pasti bahwa mengangkat keistinewaan kopi Nusantara. Memang tidak banyak disebut macem-macem kopi seperti layaknya film dokumenter yang membahas kopi. Hanya saja cukup bahwa hanya dengan menghadirkan petani dan kebun kopi dalam cerita membuat film ini hidup menghidupi.

#sahabatsejati
#sahabatsejati
Jika ditanya bagian mana dari film ini yang menurut saya kurang, jawabannya adalah dikonfliknya sendiri. Seperti yang sudah saya ulas di atas film ini disajikan dengan menghajar konflik. Saking banyaknya konflik dari awal sampai ending membuat beberapanya terabaikan (atau sengaja dibuat demikian untuk kejutan selanjutnya?).

Yang membuat senewen juga adalah kehadiran beberapa pemain figuran yang aktingnya justru menganggu. Ada juga semacam pengambilan gambar yang kurang rapi. Paham sih kalau di lokasi syuting pasti banyak banget manusia yang antusias untuk nonton tapi kalau sampai ikut kesorot kamera? Bisa saja itu disengaja karena adegannya memang mendukung atau memang itu ketidakrapian seperti yang saya rasa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun