Tidak jauh beda bahwa hari pertama Imlek orang-orang akan sembahyang lalu menghabiskan waktu berkumpul dengan keluarga. Hari kedua sungkeman. Hari ketiga jalan ke rumah saudara-saudara.
Jadi sangat pas jika PBTY diadakan usai Imlek.
“Budaya itu indah tanpa perbedaan. Melebur. Meyeluruh.”
Akulturasi Budaya
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta kali ini lebih menonjolkan kepada akulturasi makanan dan pakaian. Akan banyak dibuka stand makanan yang menjajakan makanan-makanan tradisonal Nusantara yang dulunya lahir karena akulturasi budaya dari Tionghoa. Bekerjasama dengan 134 foodtruck.
Nanti juga akan ada pameran rumah budaya Tionghoa. Rumah itu akan diisi dengan koleksi-koleksi barang khas Tionghoa. Mulai dari alat makan sampai tempat tidur.
Sejarah Pekan Budaya Tionghoa
Tahun 2005, Ibu Muryati selaku dosen pertanian UGM berencana menerbitkan buku berupa Kumpulan Resep Masakan Tionghoa. Beliau lantas sowan kepada pemegang kekuasaan Yogyakarta dan justru oleh Sri Sultan diberi penawaran untuk membuat semacam pekan budaya khusus Tionghoa.
Hal ini selaras dengan misi Sri Sultan yang hendak menjadikan Yogyakarta sebagai kota penuh toleransi, Jogja City of toleran. Gayung bersambut, tahun berikutnya resmi dibuka untuk pertama kalinya PBTY dengan ketua panitia Ibu Muryati.
Ketandan sebagai pusat Kampung China
Sering orang bertanya; kenapa harus di Ketandan? Perlu diketahui bahwa Ketandan adalah kampung cina pertama di Yogyakarta. Lebih dari itu bahwa Ketandan punya cerita sejarah yang panjang.