Mohon tunggu...
Ines Lesawengen
Ines Lesawengen Mohon Tunggu... Jurnalis - Bachelor of Political Science

Belajar Tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perkuat Pendidikan Moral, Hindari Korupsi

2 Mei 2020   12:06 Diperbarui: 2 Mei 2020   12:18 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi hanya akan terjadi jika dua faktor, yang pertama keinginan untuk korupsi (willingness to corrupt) bertemu dengan faktor kedua yaitu kesempatan untuk korupsi (uppportunity to corruprt). 

Wijayanto mengutip perkataan seorang ekonom yang menyebut fenomena itu sebagai utility maximization, yang dalam banyak kasus, prinsip itu sulit dibedakan dari fenomena selfish, atau mengutamakan diri sendiri. Faktor kedua yang memungkinkan orang melakukan korupsi adalah upportunity atau terbukanya kesempatan.

Dari faktor tersebut jika seorang dalam kehidupan pekerjaannya masih merasa kebutuhanya belum terpenuhi atau belum merasa puas dengan apa yang sudah didapatkan maka akan timbul keinginan untuk mendapatkan hal lebih dengan menghalkan hal yang tidak halal didorong adanya peluang maka akan mengakibatkan seseorang melakukan 'korupsi'.

Namun, jika seseorang tersebut memiliki moralitas yang tinggi maka sulit bagi dirinya untuk melakukan hal buruk seperti itu yang terbutakan oleh uang karena desakan ekonomi dan keinginan, jadi bisa disimpulkan moralitas seseorang berperan penting terhadap tindakan yang akan dia lakukan.

Demikian pula dengan analisis Marxis yang selau bertitik pusat pada 'karakter kelas' ketika menganalisis suatu aksi kriminal. Korupsi juga sebagai aksi kriminal yang didukung oleh kekuatan politik, merupakan karekter turunan dari karakter besar sebuah kelas. Sebuah kelas yang mampu menurunkan karakter kriminal yang bernama "korupsi" tak lain adalah kelas kapitalis. 

Dalam perspektif Marxis, ekonomi-politik kapitalisme memiliki watak yang bersifat akumulatif, eksploitatif, dan ekspansif. Korupsi secara materialis adalah watak turunan dari ketiga dasar kapitalisme tersebut. Jika korupsi saya definisikan sebagai tindakan yang mengambil hal orang lain melalui kekuatan politik maka dari analisis Marx watak kapitalis ada dalam diri seorang koruptor.

Korupsi tidak bisa dilakukan tanpa adanya kekuatan politik, terjadinya korupsi selalu terkait dengan kekuasaan dan kekuatan politik. Itulah kredo politik yang pernah dikatakan Lord Acton, "Power tends to corrupt, absolute power, corrupt absolutely," kekuasaan tanpa batas juga kian mendorong terjadinya korupsi. Korupsi bukan lagi sekedar tindakan oknum per oknum melainkan sudah menjadi sistem tersendiri yang hidup dalam pengelolaan negara.

Miris sekali melihat realita yang terjadi, budaya korup yang terus membudaya dinegeri ini diakibatkan ulah dari beberapa atau sekelompok oknum yang lebih memikirkan kepentingan individual atau kepentingan golongan tertentu. Skandal budaya korupsi yang terus merajalela dikalangan elit orang berdasi, jadi wajar bila mereka disebut tikus-tikus berdasi. 

Tetapi tunggu dulu, di Tanah Air kita ini ada lembaga pemberantas Korupsi yang namanya Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat KPK. KPK sudah cukup baik melakukan pemberantasan korupsi. Dimana sudah dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK sudah ada beberapa kepala daerah yang terjerat kasus korupsi baik dari eksekutif maupun legisltatif bahkan dari pihak penegak hukum atau yudikatif juga terjerat korupsi.

Dalam ranah institusi politis, masyarakat warga juga memberi dukungan yang kuat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga institusi ini menghasilkan prestasi yang tidak dapat dibayangkan, dimana hasil-hasil tanggkapan KPK tergolong 'spektakuler' karena gumpalan besar kleptokrasi yang sangat berurat berakar dalam sistem politik Indonesia. Saat ini harapan publik atas good governance praktis ditautkan pada kemampuan lembaga ini dalam membongkar korupsi yang sistematis itu.

Namun bagaimana dengan Revisi daripada Undang-Undang KPK yang sebelumnya telah menuai kontoversi dengan tanggapan bahwa ini akan memperlemah lembaga tersebut. Apakah dengan memperkuat atau memperlemah UU KPK dapat memberantas masalah korupsi? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun