Malam ini kuguriskan senandung pilu. Malam beribu nestapa dalam duka lara dan derita.
Entah harus dimulai darimana. Jendela kata harus kubuka. Melerai mala kepada janji janji sepi. Janji janji manis penuh fatamorgana. Fana.
Entah harus kuawali darimana. Pintu pintu abjad kutuangkan lewat nada nada sunyi. Tanpa bunyi dan lenyi. Larung bersimbah ombak dan lidah gelombang yang terkutuk.
Sesak ya Ilahi.Â
Di antara rubuh tubuh tubuh yang meluka.
Menganga.
Sesak ya Robbi. Dada ini bagai ditindih godam dan himpitan jeritan anak anak manusia yang tiada berdaya.
Di antara rubuh tubuh tubuh yang meluka.
Menganga. Menganga.
Menganga....
.
Maka biarlah tampias cahaya rembulan yang tak terlihat, malam ini, angkuh dan kumuh. Terbaring lelah di perih luka luka yang menganga.
Dan menganga....
Maka biarlah pias sinar bintang gemintang yang tunduh diremang binar mata mata pahlawan yang gugur. Aku merepihkan setandan pengharapan. Aku merapalkan bait bait doa cinta.
Dan cinta....
Maka biarlah. Lebam kiri kanan ragamu untuk bukti juangmu.Â
Aku menitikkan air mata. Sampai mati.
Aku menitikkan air mata. Sampai nanti.
Haru.
Biru.
Engkau pahlawanku yang gugur untuk negeri tercinta ini.
30 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H