Oleh : Annie Zulaikha
Asap rokok itu masih mengepul di sudut bibirmu Bapak
Menyisakan pengap menganga di rongga dada
Menari-nari di depan wajah-wajah kami yang setia menamani hari-hari indahmu
Beraroma pekat menabuh jantung lunak berdegub kencang
Asap rokok itu masih mengepul di sudut bibirmu Bapak
Menyesapi jutaan partikel jahat yang menggerogoti hati-hatimu
Bukankah peluh akan kenyerian pernah kau rasakan Bapak
Biarkan celah bibirmu segar menyuguhkan kedamaian hingga tercipta keceriaan
Asap rokok itu masih mengepul di sudut bibirmu Bapak
Mencemari raga yang kokoh menjadi kelumpuhan permanen
Memaku hari-hari gembiramu menjadi keperihan tersembunyi
Rawan Bapak raga ini, melepuh menjadi kepingan daging yang tak berarti
Asap rokok itu masih mengepul di sudut bibirmu Bapak
Menuangkan kegelisahan pada ruang-ruang kosong ragamu
Tak ada yang kau dapati selain nikmatnya mengecup pilinan-pilinan itu
Kemudian terbakar dan hangus menjadi abu
Tiadakah terpikirkan olehmu Bapak akhir hidup yang indah?
Asap rokok itu masih mengepul di sudut bibirmu Bapak
Menjajaki waktu demi waktu demi kenikmatan sementara
Seperti asap yang kau lenguhkan kemudian hilang begitu saja
Manis dan berakhir pada keterpakuan karena penyesalan
Asap rokok itu masih mengepul di sudut bibirmu Bapak
Menyecapi aroma maut yang sebentar lagi menjemputmu
Dia partikel pembunuh berdarah dingin Bapak
Menggoresi paru-parumu yang mengembang teguh
Menyayati jantung yang memerah penabuh semangatmu
Menjadikan ragamu sakit karena krnis kanker yang menggigit
Nafasmu pun akhirnya tersengal dan kemudian tersungkur pilu
Bapak
Berikan pilinan roko itu kepadaku
Kan kugantikan susu penghangat, kopi atau teh panas ragamu yang renta
Kujadikan rokok sesembahanmu itu kuburan pilu masa lalu
Tak ada kepulan lagi asap di sudut bibirmu
Karena, kutak ingin rokok membunuhmu di hari-hari indahmu
Tangerang, 19 Oktober 2014