Hotma pun berbicara meninggi dan marah padanya. Namun apapaun ceritanya Togar tidak mau kalah malah membentak dan memukul meja kuat, membuat Hotma terdiam dan mendengar cacian makian yang tak pantas didengarnya.
Togar dengan suasana hati yang marah pergi, meninggalkan Hotma yang terseduh-seduh menangis. Remuk redam, hancur, perasaan tak berarti dan pedihnya kondisinya hidup di lingkungan adat yang menganggap laki-laki adalah pembawa nama, kebanggan, kekuatan dan kehormatan. Sementara anak perempuan dianggap hanya pelengkap saja.
Malam itu dia menatapi wajah anak-anaknya yang sedang tertidur pulas,
 “ Apa salahku melahirkan anak perempuan terus menerus, apa salahku jika belum atau tidak  dikaruniakan anak laki-laki.Apakah ini salahku sajakah? Bukankah laki-laki adalah juga penentu kita akan melahirkan bayi berjenis kelamin apa?. Hotma dengan hati yang hancur mengadu pada Tuhan, matanya berurai air mata, hatinya hancur, suaranya terbata-bata mengadu pada Tuhan.
Memiliki suami yang sudah tidak memperdulikan kesusahannya, malah menuntut dan memaki makinya, Namun Hotma lagi-lagi menatap wajah polos anak-anaknya,dia merasa kuat, ya aku harus kuat kelak anak-anakku ini akan berhasil, anak-anak yang kuat dan mandiri. Tidak mudah menyerah sekalipun banyak penolakan yang mereka hadapi dan mereka hidup dengan kondisi yang tidak mudah tentunya.
Karena kelelahan batin yanga amat sangat Hotma terlelap, pada malam dia mengadu, pada Tuhan ia berserah, pada malam yang menjadi saksi betapa sulit hidup yang dihadapinya, Tapi Hotma percaya ada Sang Khalik yang memperdulikannya. Hotmapun tertidur  malam itu.
Bagian 3
Hotma tiba-tiba terperanjat dari tidurnya, badannya berkeringat dan tubuhnya merasa lemah. Ternyata hanya mimpi gumamnya. Hotma bermimpi hal yang tidak mengenakkan dan menggelisahkan hatinya.Â
Dalam mimpi seseorang telah mencuri gaun pengantinnya.Hotma merasa sedih karena dia tak mengenal si pencuri dan ntah kemana gaun pengantin itu dibawanya. Agar tidak terlarut dalam mimpi Hotma membasuh wajahnya minum segelas air putih, setelah berdoa Hotma lanjut beristirahat.
Paginya seperti biasa Hotma mempersiapkan semua sarapan anak-anaknya, menyisir rambut anak-anaknya satu persatu, karena jarak anaknya satu dengan yang lain adalah satu tahun. Tepat pukul 7 pagi Hotma membawa anak-anaknya beserta perlengkapan mereka, anak yang sudah bersekolah dititip tetangga agar dapat diantar karena kebetulan adalah satu sekolah.Â
Sementara dua orang adiknya dititip ke tukang goreng untuk dijaga. Demikianlah Hotma menjalani hari-harinya, anak-anaknya belajar mandiri. Si sulung yang masih duduk di bangku kelas 1 SD, Â habis pulang sekolah memasak nasi dan menyulangi adik-diknya makan. Menunggu pukul 4 sore, dia sudah memandikan adik-adiknya memberi makan dan mengajak mereka menunggu ibunya di simpang jalan