Mohon tunggu...
Ludwi Winardi
Ludwi Winardi Mohon Tunggu... -

Extraordinary person wanna be | Husband of Amazing Woman | Father of 3 Remarkable Sons | Love Travelling, Networking, Reading & Sport

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2014: Adu Strategi Memenangkan Persepsi Pemilih

8 Juli 2014   23:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:58 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404810658625250025

[caption id="attachment_314557" align="aligncenter" width="300" caption="sumber ilustrasi: internet"][/caption]

“The real battle is to win the minds of consumers”
Jack Trout and Al Ries


Dalam hitungan jam kedepan, seluruh komponen bangsa Indonesia akan mencatat peristiwa penting dalam perjalanan sejarahnya sebagai bangsa besar dan kuat dimasa yang akan datang, peristiwa penting dimaksud adalah pemilihan presiden ke-6 pada 9 Juli 2014 yang akan datang.

Penyelenggaraan pemilu presiden kali ini menjadi sedemikian menarik perhatian bukan hanya stake holder dalam negeri namun juga dari luar negeri, hal tersebut disebabkan karena pilpres kali ini adalah pilpres pertama kali yang diselenggarakan setelah diberlakukan dan dilaksanakannya aturan jabatan presiden maksimal selama dua periode jabatan.

Selain itu pilpres tahun ini merupakan pilpres kali keempat yang diselenggarakan pasca reformasi pada tahun 1998 lalu, yang kemudian digadang-gadang akan menjadi tonggak kematangan dan pendewasaan proses demokratisasi negara berpenduduk terbesar ketiga di dunia ini, bahkan dipercaya bagi sebagian kalangan sebagai titik balik kebangkitan bangsa Indonesia di percaturan dunia internasional.

Tak heran bila buncahan harapan yang menggunung tersebut hadir ditengah kompetisi pilpres kali ini, karena setelah sekian kurun waktu pasca reformasi, kebangkitan dan kemajuan bangsa yang diharapkan segenap komponen bangsa hanya bergerak melambat.

Well… paling tidak bangsa besar yang kaya akan sejarah dan sumber daya ini masih memiliki harapan kedepannya, dan semoga pilpres kali ini memang benar menjadi tonggak kebangkitan dan kemajuan itu… semoga…

Selain itu pelaksanaan pilpres kali ini menjadi begitu semarak karena hanya menampilkan dua pasangan kandidat yang berhadapan secara head to head sehingga kemudian menimbulkan persaingan yang begitu ketat, saling serang dan saling beradu argumen adalah biasa dalam persaingan kedua kubu ini melalui media-media yang menjadi pendukung dibelakangnya.

Dan seperti halnya seorang pedagang yang menawarkan barang dagangannya, maka begitu pula halnya dengan pilpres kali, kedua kubu dengan strategi marketingnya masing-masing mencoba menggaet minat para pemilih agar menjatuhkan pilihannya dan rela ‘membeli’ (baca: mencoblos) satu diantara dua kandidat pasangan yang ada.

Strategi marketing yang digunakan paling tidak tampak dari pilihan jargon dan simbol yang dipergunakan, tampilan secara fisik yang sengaja ditonjolkan dari masing-masing kandidat pasangan sampai kepada hal yang fundamental berupa penawaran program kerja yang akan dilaksanakan bila nanti kemudian terpilih menjadi presiden.

Dengan komposisi jumlah penduduk pedesaan yang irasional lebih besar tinimbang penduduk perkotaan yang cenderung rasional, maka dapat disaksikan bahwa perebutan pengaruh pada level pemilih yang irasional ini menjadi begitu luar biasa hebatnya, bagaimana kemudian tim marketing kedua kubu dapat memilih strategi yang tepat untuk menggaet pemilih irasional ini.

Eksplorasi sisi irasional menjadi sangat penting karena sejarah membuktikan dalam beberapa kesempatan bahwa justru faktor irasional ini sangat menentukan keberhasilan suatu kompetisi, kita tengok pada 2004 bagaimana pemenang kompetisi pilpres waktu itu salah satunya berhasil menghembuskan persepsi ketampanan (handsome and good looking effect) sebagai alasan bagi rakyat, utamanya para ibu, untuk memilihnya selain itu dihembuskan pula sebagai korban penzholiman para pesaingnya.

Fenomena faktor irasional ini menjadi sangat universal. Buktinya, pemilih di Amerika yang konon sudah majupun, ternyata selalu terkena dampak efek irasional ini.

Dalam ilmu marketing (termasuk political marketing) sisi irasionalitas acap kali menjadi lebih penting dibanding sisi lainnya yang rasional, teori tersebut seolah menemukan titik temunya dalam masyarakat kita dimana persepsi seringkali lebih penting dibanding hal lain seperti program kerja misalnya.

Bagi para ahli marketing/political marketing, persepsi anda akan sebuah fakta jauh lebih penting dibanding fakta itu sendiri. Jack Trout and Al Ries dlm karyanya yg monumental berjudul Positioning, pernah menulis bahwa dalam perang pemasaran (termsuk perang pemasaran capres) hal terpenting adalah memenangkan persepsi pelanggan (pemilih).

“The real battle is to win the minds of consumers”, begitu kira-kira Jack Trout and Al Ries menulis dlm buku mereka yang berjudul Positioning.

Bertemunya teori pemasaran ini dengan fakta kondisi masyarakat Indonesia yang dominan irasional, seolah dapat menjawab kenapa kemudian tim marketing kedua kubu lebih banyak menonjolkan slogan dan simbol yang ditopang penampilan fisik tinimbang adu argumen program kerjanya yang tidak lain adalah untuk memenangkan persepsi masyarakat pemilihnya.

Bahkan untuk tujuan itu, secara penampilan, kedua pasangan kandidat dengan beraninya tampil diluar pakem yang telah ada, dimana umumnya yang sudah-sudah kandidat capres selalu tampil rapi berjas dan berkopiah, namun pada pilpres kali ini kedua kontestan lebih menonjolkan simbol yang melekat yang mengingatkan para pemilih kepada pilihannya, satu kandidat menggunakan simbol garuda merah didadanya sementara kandidat lain seperti mengulang strategi yang dirasa telah berhasil pada pemilihan gubernur yang lalu dengan simbol kotak-kotaknya.

Dari sisi penampilan kemampuan perekonomiannya, satu pasangan kandidat menampilkan kondisi tampak kaya berkecukupan apa adanya, sementara kandidat lain tampak menonjolkan tampilan seperti apa adanya dengan balut penampakan yang sederhana.

Strategi pemasaran dalam pemilihan jargon dan simbolpun setali tiga uang dengan strategi dalam berpenampilan, dalam rangka memenangkan persepsi pemilih, satu pasangan kandidat dipersepsikan sebagai pemimpin yang indipenden, tegas dan berani mengambil resiko sementara pasangan kandidat lain dipersepsikan sebagai pemimpin yang jujur, sederhana dan merakyat.

Jadi untuk menjadi pemenang dalam kompetisi ini, wajib kiranya para capres dan tim dibelakangnya merebut persepsi masyarakat pemilih Indonesia yang masih cenderung irasional. Yang pasti berpartisipasilah dan pilihlah satu kandidat pasangan diantara yang ada untuk merealisasikan harapan baik itu.

Selamat memilih dan semoga kebaikan senantiasa meliputi bangsa besar ini kedepannya.

- – - – -
Salam Semangat!!
@ludwinardi | http://ludwinardi.com

#sumber ilustrasi: internet

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun