" Anyong," desisku tanpa sadar.
" Ya. Aku pulang ke Kampung dan menantangmu," jawabnya sambil menatap laut.
" Menantangku? Apa maksudmu? tanyaku dengan nada keheranan.
" Aku menantang kelaki-lakianmu untuk melamarku. Aku sudah pisah dengan suamiku," ungkapnya.
" Siap," ujarku dengan nada gembira sembari memeluknya dengan hangat. Setidaknya pelukan itu kembali menghangatkan jiwaku yang sempat kering kerontang. dan kami terburu-buru melepaskan pelukan disaat beberapa nelayan hadir di pinggir pantai. Mareka tersenyum melihat kami.
" CLBK nih ye," ujar salah seorang dari mareka yang disambut tawa kecil rekannya yang lain. Aku dan Anyong hanya tersenyum malu.
Bersama senja yang mulai gelap, aku menuntun Anyong pulang ke rumahnya dan bersiap untuk menjawab tantangannya. Sepanajang perjalanan, tangan Anyong terus melingkar dipinggangku. Sementara burung camar terus terbang dilangit yang makin gelap. seolah-olah mareka ikut mnghantar kami menuju rumah. Ya, rumah kami yang baru yang benama perkawinan. Dan aku akan menyandang status sebagi suami. jabatan yang amat ku kangeni dan kudambakan sebagai lelaki. Dan aku bukan bujang lapuk.
Toboali, Minggu pagi, 26 Desember 2021
Salam sehat dari Kota Toboali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H